Di puncak Gunung Aether, di tengah malam yang sunyi, sekelompok penyihir berkumpul di sekeliling altar kuno yang terbuat dari batu obsidian. Mereka semua mengenakan jubah hitam dengan lambang bintang segi lima berwarna merah di dada mereka. Angin dingin berhembus kencang, mengguncang pepohonan yang berdiri tegak di sekitar mereka. Masing-masing penyihir mengangkat tongkat mereka tinggi-tinggi, melantunkan mantra kuno yang telah hilang dari ingatan dunia selama ribuan tahun.Di tengah lingkaran itu, seorang pria tua dengan janggut putih panjang berdiri sebagai pemimpin upacara. Wajahnya penuh dengan keriput, namun matanya memancarkan kekuatan dan kebijaksanaan yang tak terhingga. Dialah Archmage Theos, satu-satunya penyihir yang masih mengingat legenda dari zaman keemasan sihir—legenda tentang Kaisar Sihir yang dahulu memerintah dunia dengan tangan besi."Kita berkumpul di sini malam ini untuk menyaksikan kebangkitan yang telah lama dinantikan," kata Theos dengan suara yang tenang namun penuh otoritas. "Kaisar Sihir yang agung, tuan kita, akan kembali dari kematian dan mengambil kembali tahtanya."Dengan gerakan yang penuh kehati-hatian, Theos mengeluarkan sebuah gulungan kuno dari dalam jubahnya. Gulungan itu terbuat dari kulit naga dan berisi simbol-simbol sihir yang bercahaya dalam kegelapan. Theos membacakan mantra dari gulungan tersebut dengan nada rendah dan seram, sementara para penyihir lainnya mengikuti dengan pengulangan mantra yang sama.Altar obsidian mulai bergetar, dan dari celah-celahnya keluar sinar merah darah yang menerangi wajah-wajah para penyihir. Udara di sekitar mereka menjadi semakin berat dan panas, seolah-olah api dari dunia bawah sedang bangkit ke permukaan. Sebuah gemuruh terdengar di kejauhan, dan langit malam yang tadinya tenang kini dipenuhi dengan awan gelap yang berputar-putar di atas puncak gunung.Kemudian, dari dalam altar yang bergetar, muncul sebuah sosok. Sosok tersebut awalnya hanya berupa bayangan, namun perlahan-lahan tubuhnya mulai terbentuk dengan jelas. Dia adalah seorang pria bertubuh tinggi dengan rambut hitam panjang yang terurai liar. Matanya menyala dengan cahaya merah yang menakutkan, dan seluruh tubuhnya dipenuhi dengan energi sihir yang memancar keluar seperti api.Para penyihir yang melihatnya segera berlutut, memberikan penghormatan yang mendalam. Mereka tahu bahwa di hadapan mereka kini berdiri makhluk yang jauh lebih kuat dari apapun yang pernah mereka temui. Dialah Kaisar Sihir, yang terlahir kembali dari kematian untuk sekali lagi menguasai dunia."Kaisar Sihir, kami menyambutmu," kata Theos dengan penuh hormat. "Kami telah menunggu hari ini selama berabad-abad. Dunia telah kehilangan arah tanpa pemimpin sepertimu. Dengan kekuatanmu, kau akan membawa dunia ini kembali ke jalur yang benar."Kaisar Sihir menatap para penyihir dengan pandangan tajam, lalu ia berbicara dengan suara yang dalam dan menggema. "Berabad-abad aku terperangkap dalam kegelapan. Namun kini, aku telah kembali. Aku akan menghancurkan segala yang menghalangi jalanku dan membangun kembali kerajaanku yang megah. Mereka yang menentangku akan merasakan kekuatan sejati dari sihir yang agung."Suasana di sekitar mereka semakin mencekam. Awan gelap di langit bergemuruh dan kilatan petir menyambar tanah dengan kekuatan dahsyat. Sihir di udara terasa begitu kental, hingga membuat napas para penyihir tersengal-sengal. Namun, di tengah ketegangan itu, Kaisar Sihir tersenyum tipis, seolah-olah dia menikmati kekacauan yang terjadi."Kaisar, apa perintah pertama yang ingin Anda berikan kepada kami?" tanya Theos, masih berlutut di hadapan sang kaisar.Kaisar Sihir melangkah maju, dan dengan satu gerakan tangannya, dia mengangkat Theos dari tanah dengan kekuatan sihir yang tak terlihat. "Kalian semua akan menjadi pasukanku. Sebarkan kabar bahwa aku telah kembali. Hancurkan siapa saja yang menolak untuk tunduk. Dan yang terpenting, temukan kembali artefak-artefak yang tersebar di seluruh dunia. Mereka adalah kunci untuk mengembalikan kekuatanku yang sepenuhnya."Theos mengangguk cepat, wajahnya dipenuhi dengan campuran rasa takut dan kekaguman. "Kami akan melaksanakan perintah Anda, Kaisar."Sang Kaisar menghempaskan Theos ke tanah dengan kasar. "Dan ingat, jangan pernah berpikir untuk mengkhianatiku. Aku mungkin telah terlahir kembali, tetapi aku tetap Kaisar yang sama. Hukuman untuk pengkhianatan adalah kematian."Dengan demikian, upacara malam itu menandai awal dari kebangkitan kembali Kaisar Sihir yang ditakuti. Malam terus bergulir, tetapi tidak ada yang bisa tidur dengan tenang. Di seluruh negeri, para penyihir mulai merasakan adanya perubahan besar yang akan datang. Mereka yang mendengar tentang kembalinya Kaisar mulai mempersiapkan diri—ada yang bersumpah setia padanya, sementara yang lain berencana melawannya.Di sisi lain dunia, di sebuah desa kecil yang jauh dari peradaban, seorang pemuda terbangun dengan perasaan gelisah. Pemuda itu tidak menyadari bahwa dia memiliki peran penting dalam takdir yang akan segera terungkap. Nama pemuda itu adalah Arlen, dan meskipun dia belum tahu, dia adalah satu-satunya orang yang dapat menghentikan Kaisar Sihir dari menguasai dunia.Namun, saat ini, Arlen hanyalah seorang petani biasa. Kehidupannya yang sederhana tiba-tiba akan berubah saat takdirnya mulai terhubung dengan kaisar yang terlahir kembali. Di dalam tubuhnya tersembunyi kekuatan besar yang belum terbangun, dan hanya waktu yang akan menentukan apakah Arlen akan menjadi penyelamat atau justru menjadi alat bagi kehancuran dunia.Dengan demikian, perjalanan panjang menuju pertarungan antara kebaikan dan kejahatan pun dimulai. Kembalinya Kaisar Sihir menandai awal dari era baru—era yang dipenuhi dengan sihir, kekuatan, dan intrik yang akan menentukan nasib dunia. Namun, satu hal yang pasti: dunia tidak akan pernah sama lagi.
matahari pagi mulai muncul di atas cakrawala, memandikan desa kecil yang tenang dengan sinar emasnya. Di tengah desa itu, di sebuah rumah sederhana dengan atap jerami, seorang pemuda bernama Arlen sedang bersiap-siap untuk hari yang biasa. Arlen adalah pemuda berusia delapan belas tahun, dengan tubuh yang kuat karena pekerjaannya sebagai petani, namun dengan hati yang lembut dan penuh keingintahuan.Pagi itu terasa seperti pagi-pagi lainnya di desa; suara ayam berkokok terdengar di kejauhan, dan aroma tanah basah setelah hujan malam hari masih tercium di udara. Namun, bagi Arlen, ada sesuatu yang berbeda. Sejak terbangun dari tidurnya, dia merasa ada yang berubah dalam dirinya, meskipun dia tak bisa menjelaskan apa itu. Mimpi aneh tentang sosok gelap dan suara-suara bisikan yang tidak dikenalnya masih menghantuinya, membuat pikirannya gelisah.Arlen menghela napas dan mencoba mengabaikan perasaannya. Dia melangkah keluar dari rumah dan berjalan menuju ladang yang biasa dia garap bersama keluarganya. Ketika dia mulai bekerja, mencangkul tanah dan menanam benih, pikirannya perlahan mulai tenang. Bekerja di ladang selalu menjadi cara terbaik untuk mengalihkan pikirannya dari hal-hal yang mengganggunya.Namun, tak lama kemudian, sebuah suara terdengar di belakangnya. "Arlen, kau terlihat tidak seperti biasanya."Arlen menoleh dan melihat temannya, Lia, berdiri di sana dengan senyum kecil di wajahnya. Lia adalah teman masa kecil Arlen, seorang gadis yang cerdas dan penuh semangat. Dia juga sering membantu keluarganya di ladang, dan mereka sering bekerja bersama."Aku baik-baik saja, Lia," jawab Arlen dengan senyum yang dipaksakan. "Hanya mimpi buruk semalam, tidak ada yang perlu dikhawatirkan."Lia menatapnya dengan mata yang penuh rasa ingin tahu. "Mimpi buruk? Tentang apa?"Arlen ragu sejenak, merasa enggan untuk membicarakan mimpinya. Namun, dia tahu bahwa Lia adalah seseorang yang bisa dipercaya. "Aku tidak begitu ingat semuanya, tapi ada sosok gelap yang mengawasiku, dan dia mengatakan sesuatu yang membuatku merasa... terancam. Rasanya sangat nyata, seolah-olah aku benar-benar ada di sana."Mata Lia sedikit melebar mendengar cerita itu. "Itu terdengar menakutkan. Tapi mungkin itu hanya mimpi. Kau tahu, aku pernah membaca bahwa mimpi adalah cara otak kita memproses emosi dan pikiran."Arlen mengangguk, mencoba menenangkan dirinya dengan pemikiran itu. "Ya, mungkin kau benar. Mungkin itu hanya otakku yang terlalu lelah."Namun, sebelum Lia bisa menanggapi, suara keras tiba-tiba terdengar dari arah hutan di pinggir desa. Suara itu diikuti oleh gemuruh tanah yang membuat Arlen dan Lia saling berpandangan dengan mata penuh kekhawatiran."Apa itu?" tanya Lia, suaranya bergetar sedikit."Aku tidak tahu, tapi kita harus melihatnya," jawab Arlen tanpa ragu. Dia meraih tangan Lia dan menariknya untuk ikut berlari menuju sumber suara.Mereka berlari melintasi ladang dan melewati pohon-pohon besar yang menjulang tinggi di pinggiran hutan. Suara gemuruh itu semakin keras seiring mereka mendekat. Arlen bisa merasakan detak jantungnya yang semakin cepat, tapi bukan karena lelah, melainkan karena perasaan aneh yang terus menghantuinya sejak pagi.Ketika mereka tiba di lokasi, mereka terkejut melihat apa yang ada di depan mereka. Sebuah lubang besar menganga di tengah hutan, dengan asap tebal yang keluar dari dalamnya. Pohon-pohon di sekitar lubang itu tumbang dan hangus, seolah-olah baru saja terkena ledakan besar.Arlen dan Lia berhenti sejenak, terengah-engah karena berlari. Mereka memandang lubang itu dengan takjub, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi."Ini... ini tidak mungkin terjadi begitu saja," bisik Lia, suaranya dipenuhi dengan ketidakpercayaan."Tidak," jawab Arlen dengan nada yang sama. "Ini bukan kecelakaan alam."Saat mereka berdiri di tepi lubang, tiba-tiba tanah di sekitar mereka bergetar lagi. Dari dalam lubang, keluar sesuatu yang tidak pernah mereka duga. Sebuah tangan besar, hitam dan berlapis sisik, muncul dari dalam lubang, diikuti oleh tubuh makhluk raksasa yang tampak seperti perpaduan antara naga dan manusia. Matanya yang merah menyala menatap Arlen dan Lia dengan penuh kebencian.Makhluk itu mengeluarkan raungan yang memekakkan telinga, membuat Lia menjerit ketakutan dan mundur beberapa langkah. Arlen, meskipun tubuhnya dipenuhi dengan rasa takut, merasa ada sesuatu yang aneh. Alih-alih melarikan diri, dia merasakan dorongan kuat untuk menghadapi makhluk itu."Sihir... Aku bisa merasakan sihir," gumam Arlen, lebih kepada dirinya sendiri.Lia menoleh padanya dengan tatapan bingung. "Apa yang kau bicarakan, Arlen? Kita harus pergi dari sini!"Namun, sebelum Arlen bisa menjawab, makhluk itu menyerang mereka dengan cakarnya yang besar. Arlen bereaksi tanpa berpikir, mengangkat tangannya ke depan seolah-olah ingin melindungi dirinya dan Lia. Tiba-tiba, dari tangannya muncul cahaya terang yang membentuk perisai sihir, menghentikan serangan makhluk itu di udara.Lia terdiam, tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. "Arlen... kau menggunakan sihir?!"Arlen sendiri sama terkejutnya. Dia melihat tangannya yang masih bercahaya, tak percaya bahwa kekuatan itu berasal dari dirinya. "Aku... aku tidak tahu bagaimana aku melakukannya."Makhluk itu menggeram marah, tapi tidak mundur. Sebaliknya, ia mulai mengumpulkan energi gelap di mulutnya, bersiap untuk melepaskan serangan lain. Arlen tahu bahwa mereka tidak akan bertahan jika makhluk itu melepaskan energi tersebut."Arlen, kita harus pergi!" seru Lia sekali lagi, menarik lengan Arlen dengan cemas.Namun, sebelum mereka bisa bergerak, makhluk itu melepaskan ledakan energi gelap ke arah mereka. Arlen, entah dari mana datangnya keberanian itu, mengulurkan kedua tangannya dan berteriak. Energi terang yang lebih kuat dari sebelumnya keluar dari tubuhnya, membentuk dinding cahaya yang menahan ledakan gelap tersebut. Pertarungan energi antara keduanya membuat tanah bergetar hebat.Namun, Arlen merasa tenaganya terkuras cepat. Dia tahu bahwa jika ini berlanjut, dia dan Lia akan hancur. Tapi pada saat yang sama, dia merasakan sesuatu yang lain—sebuah kekuatan yang terpendam di dalam dirinya, menunggu untuk dilepaskan."Aku harus melakukannya... demi Lia," pikirnya.Dengan segenap kekuatan yang tersisa, Arlen memusatkan pikirannya pada satu tujuan: mengalahkan makhluk itu. Cahaya dari tubuhnya semakin intens, membuat makhluk itu mengerang kesakitan. Lalu, dalam satu kilatan terang, ledakan energi yang luar biasa keluar dari Arlen, menghancurkan makhluk itu menjadi debu.Setelah semuanya berakhir, Arlen jatuh berlutut, tubuhnya gemetar karena kelelahan. Lia berlari ke arahnya, berlutut di sampingnya dengan wajah penuh kekhawatiran."Arlen! Apa yang terjadi padamu?" tanyanya, menggenggam tangan Arlen yang masih hangat dengan sisa-sisa sihir.Arlen menggeleng pelan, matanya setengah tertutup. "Aku... aku tidak tahu. Tapi aku merasakan sesuatu yang lebih besar dari diriku sendiri. Sesuatu yang... seolah-olah aku sudah lama memiliki kekuatan ini."Lia membantu Arlen berdiri, meskipun dirinya sendiri masih terguncang. "Kita harus mencari tahu apa yang terjadi. Ini bukan hal yang bisa kita abaikan begitu saja. Kita perlu bantuan."Arlen mengangguk lemah. "Ya, kita harus mencari jawaban. Tapi kita tidak bisa melakukannya sendirian."Dengan sisa tenaga yang ada, mereka berdua kembali ke desa, meninggalkan lubang besar dan kehancuran di belakang mereka. Namun, dalam hati Arlen, dia tahu bahwa ini baru permulaan. Kekuatannya yang tersembunyi baru saja terbangun, dan dengan kebangkitan itu, datanglah takdir yang akan mengubah hidupnya selamanya.Di kejauhan, di dalam kegelapan yang tak terlihat, seseorang mengamati mereka dengan mata tajam. Kembalinya Kaisar Sihir mungkin baru permulaan dari pertempuran besar yang akan datang, namun Arlen kini menjadi bagian dari permainan ini—sebuah permainan yang taruhannya adalah nasib dunia.