Arlen berdiri dalam keheningan yang mendalam, menghadapi bayangan dari masa lalunya yang kini muncul di hadapannya. Sosok Kaisar Sihir yang menakutkan itu, dengan mata merah menyala, seolah menunggu Arlen untuk menerima kenyataan yang baru saja terungkap. Takdir yang dibawa oleh sosok ini terasa begitu berat, hingga Arlen merasa nyaris tidak mampu menanggungnya.
"Tapi... bagaimana aku bisa menjadi dirimu? Bagaimana aku bisa menerima takdir ini?" Arlen berbisik, suaranya nyaris tak terdengar di tengah kegelapan.
Kaisar Sihir itu mengulurkan tangannya, seolah-olah menawarkan sesuatu yang tak terlihat. "Kau sudah memiliki kekuatan itu di dalam dirimu, Arlen. Yang perlu kau lakukan adalah menerima siapa dirimu yang sebenarnya. Tidak ada jalan kembali. Jika kau menolak, dunia ini akan hancur dalam kegelapan yang tak terbayangkan."
Arlen merasa seluruh tubuhnya gemetar. Di dalam hatinya, dia tahu bahwa menolak takdir ini berarti membiarkan dunia jatuh ke dalam kehancuran. Tapi menerima takdir ini berarti mengambil tanggung jawab yang sangat besar, tanggung jawab yang bisa menghancurkan dirinya sendiri.
"Aku tidak bisa melakukannya sendiri," kata Arlen akhirnya, suaranya penuh dengan ketakutan dan keraguan. "Aku membutuhkan bantuan."
Kaisar Sihir mengangguk pelan. "Kau tidak akan sendirian. Akan ada mereka yang berdiri di sampingmu, yang akan membantumu dalam perjalanan ini. Tapi pada akhirnya, hanya kau yang bisa menghadapi bayangan ini. Hanya kau yang bisa menentukan nasibmu."
Saat itu, Arlen merasakan kehangatan yang aneh menyelimuti dirinya. Rasa takutnya perlahan-lahan mulai memudar, digantikan oleh kekuatan yang baru. Dia menatap sosok Kaisar Sihir itu dengan mata yang kini lebih kuat, lebih berani.
"Aku akan melakukannya," kata Arlen dengan suara tegas. "Aku akan menerima takdir ini. Aku akan menjadi siapa pun aku seharusnya menjadi, demi melindungi dunia ini."
Kaisar Sihir tersenyum tipis, senyuman yang penuh dengan kebijaksanaan yang tak terungkapkan. "Bagus. Kini, bangkitlah, Arlen. Waktu kita sudah habis di sini. Kembali ke dunia asalmu, dan persiapkan dirimu untuk apa yang akan datang."
Dengan kata-kata itu, dunia di sekitar Arlen mulai berputar sekali lagi, menariknya kembali ke kegelapan. Namun, kali ini, dia tidak merasakan ketakutan atau kebingungan. Dia merasakan keyakinan baru, kekuatan baru yang mengalir dalam dirinya. Dan ketika dia membuka matanya, dia menemukan dirinya kembali di ruangan penyihir tua itu, dengan Lia yang duduk di sampingnya, memandangnya dengan penuh harap.
"Arlen," kata Lia, suaranya dipenuhi dengan kekhawatiran, "apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?"
Arlen mengangguk perlahan, merasa lebih tenang daripada sebelumnya. "Aku... aku mengingat sesuatu. Sesuatu yang penting."
Penyihir tua itu, yang kini duduk di seberang mereka, memandang Arlen dengan pandangan penuh pengertian. "Apakah kau telah menemukan jawabannya?"
"Ya," kata Arlen, suaranya penuh dengan tekad. "Aku menerima takdirku. Dan sekarang, aku harus bersiap untuk apa yang akan datang."
Penyihir itu tersenyum puas. "Bagus. Maka kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu lagi. Musuh yang kau hadapi bukanlah musuh biasa. Kau harus lebih kuat dari sebelumnya, Arlen. Dan untuk itu, kau harus melatih dirimu, menguasai kekuatan yang ada di dalam dirimu."
Arlen mengangguk, merasakan beratnya tanggung jawab yang kini berada di pundaknya. Tapi dia tidak sendirian. Lia ada di sampingnya, dan dia yakin bahwa ada orang lain di luar sana yang akan membantunya. Dengan keyakinan itu, Arlen bersiap untuk memulai perjalanan baru dalam hidupnya—perjalanan yang akan membawanya ke puncak kekuatan yang belum pernah dia bayangkan sebelumnya.
Hari-hari berikutnya adalah ujian yang berat bagi Arlen. Sejak menerima takdirnya, dia tahu bahwa dia harus melatih kekuatannya dengan keras, tidak hanya untuk menguasai sihir yang sekarang mengalir dalam dirinya, tetapi juga untuk menghadapi musuh-musuh yang akan datang. Penyihir tua itu menjadi gurunya, mengajarinya tentang dasar-dasar sihir dan cara mengendalikan energi yang mengalir melalui tubuhnya.
Latihan itu tidak mudah. Setiap hari, Arlen harus bangun sebelum fajar dan berlatih hingga malam tiba. Dia belajar bagaimana mengendalikan elemen-elemen alam, seperti api, air, dan angin, serta bagaimana menggunakan kekuatan magis untuk melindungi dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Penyihir itu menekankan pentingnya keseimbangan—bahwa sihir yang kuat bukan hanya tentang kekuatan, tetapi juga tentang kontrol dan kebijaksanaan.
Lia, meskipun tidak memiliki kekuatan magis, tetap mendampingi Arlen setiap hari. Dia membantu Arlen dalam hal-hal kecil, seperti menyiapkan makanan dan menjaga rumah, dan selalu ada untuk memberikan dukungan moral ketika Arlen merasa putus asa atau lelah. Keberadaannya menjadi sumber kekuatan tersendiri bagi Arlen, yang merasa bahwa dia tidak sendirian dalam perjuangannya.
"Jangan pernah biarkan dirimu dikuasai oleh sihir," kata penyihir itu suatu hari, saat mereka berlatih di hutan. "Kau adalah tuannya, bukan sebaliknya. Sihir itu seperti pedang bermata dua—ia bisa melindungi, tetapi juga bisa menghancurkan jika tidak dikendalikan dengan baik."
Arlen mendengarkan dengan saksama, berusaha untuk menyerap setiap pelajaran yang diberikan oleh gurunya. Dia tahu bahwa penyihir ini berbicara dari pengalaman, dan dia tidak ingin melakukan kesalahan yang sama.
Pada suatu sore, setelah berlatih selama berjam-jam, Arlen duduk di bawah pohon besar, mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah. Lia duduk di sebelahnya, memberinya sebotol air yang dingin. "Kau sudah bekerja keras," katanya dengan senyum lembut. "Jangan terlalu memaksakan diri."
Arlen mengangguk, meminum air itu dengan rasa syukur. "Aku harus bekerja keras, Lia. Aku tidak tahu seberapa kuat musuh yang akan kita hadapi, tapi aku tidak bisa membiarkan diriku lemah."
"Kau tidak lemah, Arlen," kata Lia dengan tegas. "Kau sudah jauh lebih kuat daripada sebelumnya. Aku bisa melihatnya setiap hari. Tapi ingat, kekuatan fisik dan sihir bukanlah segalanya. Kau juga harus kuat dalam hatimu."
Arlen terdiam, merenungkan kata-kata Lia. Dia tahu bahwa dia benar. Latihan fisik dan sihir hanyalah bagian dari persiapan, tapi persiapan mental dan emosional juga sama pentingnya. Dia harus siap menghadapi apa pun yang akan datang, baik secara fisik maupun mental.
Selama beberapa minggu berikutnya, Arlen terus melatih dirinya tanpa henti. Dia belajar bagaimana memfokuskan energinya, bagaimana mengubah sihir menjadi senjata, dan bagaimana menggunakan sihir untuk melindungi dirinya sendiri dan orang lain. Penyihir tua itu mengawasinya dengan cermat, memastikan bahwa Arlen tidak tergoda untuk menggunakan sihir dengan cara yang salah.
Namun, meskipun dia telah belajar banyak, Arlen masih merasa ada sesuatu yang kurang. Dia tahu bahwa kekuatannya terus tumbuh, tapi ada perasaan bahwa dia belum sepenuhnya menguasai potensi yang ada di dalam dirinya. Sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang lebih kuat, masih tersembunyi di dalam dirinya, menunggu untuk ditemukan.
Suatu malam, saat dia sedang merenung sendirian di tepi sungai, Arlen mendengar suara yang lembut, hampir seperti bisikan angin. "Arlen... kau telah bekerja keras. Tapi masih ada satu hal yang harus kau temukan. Satu kunci terakhir yang akan membuka kekuatan sejati di dalam dirimu."
Arlen terkejut, melihat sekeliling untuk mencari sumber suara itu, tapi tidak ada seorang pun di sana. Hanya angin yang berhembus lembut di antara pepohonan, membawa bisikan yang hampir tidak bisa didengar.
"Kunci terakhir?" Arlen bergumam pada dirinya sendiri. "Apa yang dimaksud dengan kunci terakhir?"
Dia tidak tahu jawabannya, tapi dia merasakan bahwa petunjuk itu penting. Mungkin, setelah semua latihan fisik dan sihir yang dia lakukan, dia perlu menggali lebih dalam lagi—mungkin ke dalam jiwanya sendiri, atau ke dalam kenangan dari kehidupan masa lalunya, untuk menemukan apa yang disebut sebagai "kunci terakhir" itu.
Dengan pemikiran itu, Arlen bangkit dan kembali ke rumah penyihir. Dia tahu bahwa perjalanan ini belum berakhir—bahkan, mungkin baru saja dimulai. Dan apa pun yang akan dia temukan, dia harus siap menghadapi kebenaran yang mungkin akan mengubah segalanya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk