Kukunya mencakar kulitku, mengoyak dagingku sehingga menciptakan empat lekukan dalam di lenganku. Aku mendesis secara refleks, terhuyung ke belakang tetapi enggan menyerahkan posisiku. Membawa batang besinya ke depan, aku memukulkannya ke arah kepalanya secara memanjang, mendorongnya ke belakang beberapa langkah saat dia memegang wajahnya yang kesakitan.
Sayangnya, lukanya cepat sembuh dalam hitungan detik. Luka-lukaku masih terbuka lebar. Darah mulai mengucur dari lenganku, menetes ke bawah kulitku dan ke lantai. Sebelumnya, aku belum pernah tidak peduli dengan cedera, namun― ada hal lain yang lebih mendesak untuk dikhawatirkan.
"Mereka menginginkanmu hidup-hidup," ucap wanita itu, tertawa pelan. Bahunya mulai bergetar saat dia tertawa dalam hati, gaya rambutnya yang sempurna kini kusut dan berantakan. "Sebenarnya, jika kamu tidak bisa diambil dalam keadaan hidup, lebih baik mundur saja."