Chapter 4 - Chapter 3 - Pendekatan

Myland dan Tandakara berlari mengejar sesuatu kedalam hutan.

"Tandakara, kau menemukannya?"

"Tidak, aku tidak menemukannya."

Myland terus berlari kedalam hutan, sampai dirinya melihat seekor kucing yang sedang memakan sesuatu.

"Itu dia."

Myland dan Tandakara langsung melompat kearah kucing tersebut tetapi kucing itu malah menghilang tembus pandang. Terdengar suara kucing berlari menjauh.

"Aah, kenapa kita harus mengambil misi ini!!?"

Myland berjalan untuk terus mencari.

"Kau bilang misi apa saja asalkan kita mendapatkan Lumine."

Tadakra berjalan mengejar Myland.

"Tetapi tidak misi seperti ini juga. Ah, Revanna dan Karuna sedang sibuk hingga hanya kita berdua yang menjalankan misi."

Myland lalu lanjut berjalan kedalam hutan bersama Tadakra. Mereka menelusuri hutan dan mencari di atas-atas pohon yang menjulang tinggi.

Sialnya tiba-tiba hujan turun yang membuat mereka harus keluar dari hutan. Tetapi berkat hujan mereka dapat melihat kucing itu. Sepertinya sihir kucing itu tidak tahan air.

"Itu dia." Myalnd langsung mengejarnya dengan sepenuh tenaga.

"Myland tunggu!" Tadakra tertinggal dibelakang.

Myland mengejar kucing yang lari tersebut. Saat Myland melihat punggung kucing tersebut ia langsung menangkapnya.

"Ah, tertangkap kau."

Myland lalu menyusul Tadakra yang tertinggal.

"Lihat, aku memang hebat dalam hal ini."

"Kalau ini kucing dengan sihir tak terlihat maka itu apa?"

Tadakra menunjuk kearah kucing yang tubuhnya sedikit transparan tetapi masih terlihat.

Jelas Myland salah menangkap kucing.

"Sialan, aku tidak akan membiarkanmu lari"

Myland kembali mengejar kucing tersebut.

Sementara Myland dan Tadakra menjalankan misi mengejar kucig, Revanna sedang berlatih kemampuan berperangnya di tempat latihan untuk membuktikan dirinya bsia menjadi lebih baik dan Karuna menyemangatinya.

"Semangat Revannaaa!!!"

Revanna lalu berteriak dengan keras, memegang gagang katana dengan keras, dan mengeluarkan tenaga penuh.

"Aaaaaaaah."

Semua usaha itu hanya untuk goresan kecil di bambu.

Karuna hanya tersenyum kecewa, sedangkan Revanna tampak bangga dengan apa yang ia lakukan.

"Haha, setidaknya aku menggoresnya."

Tiba-tiba Tanako masuk ke ruang latihan. Tanako melihat ke sekeliling.

"Dimana Myland?"

"Oi, jangan asal masuk dan mengganggu pertujukan!!"

Revanna lalu menutup mulut Karuna

"Jaga sopan santun mu."

Karuna mengangguk.

"Myland sedang mencari Lumine, sepertinya mereka sedang menjalankan misi."

Tanako lalu melihat bambu yang di dijadikan bahan latihan Revanna, tetapi Tanako menjadi kecewa karena bambu itu hanya memiliki goresan kecil.

Tanako lalu berjalan ke Revanna lalu mengambil katananya.

"Pinjam sebentar, akan aku tunjukkan bagaimana caranya untuk menggunakan ini."

Tanako lalu mengayunkan katanya dengan perlahan lalu memotong bambu tersebut seperti ia memotong keju dengan pisau.

Tanako melirik ke Revanna dengan senyum sombongnya. Revanna cemberut lalu melirik kearah luar dan ternyata hujan sudah berhenti, hujan cukup cepat rupanya. Dia akhirnya manrik Karuna keluar ruangan.

"Karuna, ayo jalan-jalan sebentar."

"Revanna, pelan-pelan aku akan jatuh."

Tanako sedikit tertawa dengan sikap Revanna.

"Hati-hati di jalan ya!"

Revanna dan Karuna berjalan-jalan di kota. Karuna lalu melihat pendaftaran kompetisi lomba makan pedas.

"Sepertinya aku akan bisa memenangkan pertandingan ini."

"Karuna, apa kau ya…"

Karuna sudah pergi untuk mendaftar. Revanna pun hanya bisa duduk di bangku penonton paling belakang untuk menonton Karuna.

Saat pertandingan dimulai babak satu sedikit mudah untuk Karuna, babak dua membuat wajah Karuna sudah memerah, dan babak ke tiga membuat Karuna ketakutan.

Sop kuah yang mendidih dengan warna merah mencolok dan asap kuah yang pedas. Revanna sedikit tertawa melihat reaksi Karuna.

Karuna meminum langsung satu mangkuk. Wajahnya sudah tersiksa dan hampir menangis. Revanna tertawa dari belakang karena Karuna yang terlalu percaya diri kini benar-benar tersiksa.

Revanna lalu mulai memikirkan Myland dan Tadakra, apa yang sedang mereka lakukan sekarang.

Disisi lain, Myland dan Tadakra masih mengejar kucing transparan.

"Aaaah, ini bisa membuat ku gila."

Myland menebas sebuah pohon karena kesal, meninggalkan goresan pada pohon.

Myland dan Tadakra lanjut berjalan mencari kucing tersebut.

Tadakra malah menemukan perpustakaan tua, karena penasaran ia masuk kedalam dan Myland menyusul.

"Apa yang kau lakukan?"

"Aku hanya penasaran. Lagi pula mungkin kucing itu bersembunyi di sini."

Mereka menelusuri tempat tersebut hingga tiba-tiba sesuatu yang mereka tidak inginkan terjadi.

Tadakra menginjak sesuatu yang membuat Myland dan Tadakra terjatuh.

mereka mendarat di permukaan keras dan membuat Myland tidak sadarkan diri.

Perlahan tiba-tiba Myland membuka matanya. Nafasnya mulai terkendali.

Tetapi ia merasakan sesuatu yang aneh. Bibirnya lembab dan setelah sadar sepenuhnya, wajahnya memerah karena Tadakra melakukan nafas buatan untuk dirinya.

Tadakra yang mulai melihat Myland sadar akhirnya sedikit menjauh.

"Aku… terimakasih." Suara Myland hampir tidak terdengar.

"Sama-sama." Tadakra tersenyum hangat.

Tadakra memberikan ruang untuk Mylamd agar dia bisa memulihkan dirinya sendiri.

Suasana menjadi canggung. Myland mengosongkan pikirannya tetapi masih teringat kejadian tersebut.

Tadakra yang masih penasaran akhirnya mengelilingi ruangan tersebut, tetapi sepertinya satu-satunya jalan adalah dengan lubang panjang yang mengarah ke atas.

Tadakra lalu duduk di sebelah Myland memberikan sedikit jarak.

Myland melihat lubang di atas itu dan berfikir ia bisa melakukannya tetapi ia ingin memulihkan dirinya dulu.

Setelah beberapa saat, Myland melakukan ancang-ancang untuk melompat dan lalu melompat setinggi yang ia bisa.

Tadakra berharap Myland bisa keluar dan membantunya keluar juga dari atas.

Tetapi ia hanya menunggu Myland yang terjatuh ke bawah dan mematahkan ekspektasinya.

"Ah, ruanagn ini terlalu besar untuk aku melompat."

Myland lalu duduk di tempat sebelumnya ia duduk.

Setelah gagal melakukan lompatan, ia malah masih memikirkan tentang tindakan yang di lakukan Tadakra.

"Ngomong-ngomong T-Tidak perlu terlalu khawatir. Aku… aku hanya pingsan karena kelelahan. Kamu tidak perlu melakukan CPR itu."

"Oh, jadi begitu. Aku hanya melakukan apa yang aku tahu harus dilakukan. Lagipula, aku tidak bisa membiarkan kamu tergeletak di sini begitu saja."

"A-aku bilang, tidak usah berlebihan! Aku hanya…"

"Hanya?"

Myland menjadi sangat malu dengan percakapan ini. Dirinya seakan ingin meleleh di tempat.

"Hanya merasa agak… canggung karena bibirmu bersentuhan dengan bibirku. Itu… bukan masalah besar!"

Tadakara terlihat bingung dengan apa yang di katakan Myland

Kemudian ia tersenyum lebar, tidak benar-benar menangkap rasa malu Myland.

"Oh, aku tidak menyadari itu! Tapi kalau begitu, apa yang harus aku lakukan? Tidak apa-apa kan?"

"Hmph! Kamu benar-benar tidak peka! Aku cuma merasa malu!"

Myland mulai jengkel dengan Tadakra.

"Oh, jadi kamu malu. Tapi aku sendiri tidak tahu kenapa. Aku hanya melakukan CPR dengan cara yang mungkin benar. Lagipula, aku tahu kamu baik-baik saja sekarang."

Myland menghela nafas frustrasi, wajahnya memerah karena malu. Dia berusaha untuk tidak terlalu menunjukkan perasaannya.

"Ya, ya, aku baik-baik saja. Tapi tidak usah terlalu sering melakukan CPR lagi."

"Baiklah, Kalau kamu pingsan lagi, aku akan melakukannya lagi dengan cara yang sama. Tapi kali ini, aku akan hati-hati"

Myland menggelengkan kepala sambil tersenyum kecil, sedikit terhibur meskipun frustrasi.

"Aku hanya… tidak pernah menemukan seseorang yang begitu peduli denganku."

Tandakara terkejut.

"Sungguh!? Apa sejak kecil kau tidak di beri kasih sayang?"

"Sebenarnya orang tua sering bertengkar. Tetapi setelah kondisinya membaik aku malah kehilangan mereka. Aku lalu tinggal di panti asuhan, tetapi pengurusnya tidak benar-benar merawat ku dengan kasih sayang karena aku tidak memiliki sihir. Bahkan teman-teman panti asuhan ku membully ku."

Tadakra mengangguk. Berusaha bersimpati.

"Dan semenjak aku mendapat pedang hitam ini, aku berusaha untuk menjelajah untuk mengikuti petunjuk pedang ini."

Tadakra mengangguk kembali.

"Aku tahu rasanya hidup berat, Myland. Di remehkan oleh orang-orang bahwai di anggap beban di keluarga. Itu alasan aku menjelajah, tepatnya aku di usir dari rumah."

Myland terkejut dengan apa yang ia dengar.

"Sungguh!? Dan kau masih bisa bertahan, kau cukup hebat."

Tandakara mengangguk.

"Kenapa kau hanya beraksi dengan mengangguk."

"Lalu aku harus bereaksi seperti apa?"

Myland mulai memikirkan reaksi Tadakra

"Jujur, sepertinya aku tidak terlalu berekspetasi dengan reaksi mu."

Myland lalu berdiri mencari jalan keluar. Merasa dirinya sudah lebih pilih dari sebelumnya, akhirnya ia mencoba melompat kembali lalu berhasil keluar dari lubang tersebut.

Tadakra menunggu bantuan dari Myland hingga akhirnya Myland datang membawa taku dan menjatuhkannya.

Tadakra memanjat menggunakan tali hingga akhirnya mereka keluar dari lubang tersebut.

Beruntungnya Tadakra menemukan kucing yang tadi mereka cari sedang tertidur.

Myalnd menangkap kucing itu dengan semangat.

"Akhirnya aku dapat menangkap mu dasar kucing nakal.

Myalnd lalu berjalan dengan senang menuju Guildhall dengan riang karena dirinya bisa mendapatkan Lumine yang banyak.

Saat Myland dan Tadakra kembali dari Guildhall dan menuju penginapan. Mereka melihat Karuna yang sangat berkeringat dan wajahnya merah. Dirinya sangat kepedasan dan Revanna terus-terusan memberikannya air.

"Apa yang terjadi?" Tanya Myland.

"Ah, dia mengikuti lomba makan pedas dan dia memang juara dua, tetapi kau dapat lihat sendiri bagaimana hasilnya." Ucapan Revanna.

"Yang benar saja." Myalnd menggelengkan kepalanya.

Pada malam hari, Myland, Tadakra, Karuna, dan Revanna makan di restoran terdekat karena Myland baru saja menyelesaikan misi guild.

Karuna masih sakit perut karena lomba tadi, Revanna makan dengan lahap, begitu pula dengan Tadakra, Myland makan dengan santai.

"Revanna, bagaimana Tanako bisa tahu kalau aku memegang pedang legendaris. Bahkan sata pertama kali menemukannya aku tidak menyadari kalau ini pedang legendaris sampai ada yang memberitahuku di tengah perjalanan ku."

Revanna mulai mencoba mengingat. "Setauku, dia pernah bertemu dengan seseorang yang memegang senjata yang sama. Sepertinya orang tersebut adalah pemegang senjata mu dahulu."

Myland sedikit terkejut. "Pemegang senjataku!?"

Revanna mengangguk

"Tunggu, aku masih tidak mengerti tentang pedang legendaris yang kalian bicarakan." Ucapan Karuna dengan kebingungan

Revanna lalu menjelaskan "Biar ku beritahu. Jadi di dunia ini kita memiliki tujuh pedang legendaris, dan masing-masing mewakili Kunci Dunia, Mata Waktu, Penjaga Rahasia, Hati Kehidupan, Pilar Kegelapan, Perisai Cahaya, dan Api Penebusan. Dan yang dimiliki Myland adalah Pilar Kegelapan."

"Dari mana pedang-pedang itu berasal?" Myland bertanya.

"Myland, kau juga tidak tahu!?" Karuna sedikit terkejut.

"Aku mendapatkannya tanpa ada penjelasan." Jawab Myland.

Revanna lanjut menjelaskan "pedang ini di ciptakan oleh orang dari pulau dengan penduduk yang sangat ahli menempa. Disana memiliki satu orang sepuh yang dijuluki sebagai dewa pedang karena kemampuannya membuat pedang. Ia lalu membuat tujuh pedang terkuatnya yang diciptakan dari tujuh artefak yang di ciptakan dan diberikan kepada tujuh orang terpilih."

"Tadakra, kau selalu diam kalau ada perbincangan seperti ini." Ucapan Karuna.

Tadakra lalu mengangkat alisnya.

"Wow, itu perkembangan yang pesat." Ucapan Karuna.

Setelah mereka selesai memakan makan malam. Myland lalu pergi ke penginapan, tetapi dirinya dihampiri oleh Tanako. "Malam, Myland."

"Ada apa?" Tanya Myland.

"Aku hanya ingin mengobrol denganmu saja." Jawab Tanako.

"Ngomong-ngomong apakah pedang mu itu diberikan oleh seseorang atau dia memilih mu?" Tanay Tanako.

Myland menjawab, "Pedang ini aku dapatkan saat dia tiba-tiba muncul di kamar ku. Menurut pengasuhku di panti asuhan, pedang ini memilih ku. Apa urusan mu?"

Tanako mendekati Myland. "Aku penasaran dengan kekuatan mu, maukah kau berduel dengan ku?"

Myland awalnya sedikit ragu tetapi ia akhirnya mengangguk. "Baiklah aku menerimanya."

Tanako lalu membawanya ketepatan latihan. Tanako menyiapkan katananya. "Kau boleh memakai pedang mu atau katana.

"Tidak terima kasih, aku masih bisa menggunakan pedang ku." Myland mengeluarkan pedang dari sarungnya.

Tanako dan Myland berdiri berhadapan di tempat latihan yang dikelilingi oleh pohon-pohon yang memantulkan cahaya bulan. Keduanya siap untuk memulai duel.

Tanako mengangkat katananya dengan posisi siap, matanya penuh dengan tekad. "Aku akan memberikan semua kemampuanku. Semoga kau siap."

Myland menggenggam pedangnya erat-erat dan mengangguk, siap menghadapi tantangan tersebut. Tatapanitajam mengarah ke Tanako

Tanako meluncurkan serangan pertama dengan cepat, katananya berkilau saat bergerak. Myland dengan sigap mengayunkan pedangnya untuk memblokir serangan tersebut, suara logam yang bertabrakan menggema di udara.

Tanako melompat mundur dan kembali mengayunkan katananya dengan serangkaian serangan cepat. Myland bergerak dengan gesit, menghindari dan memblokir setiap serangan yang datang. Gerakan Myland semakin lancar, menunjukkan kemahiran dalam menggunakan pedangnya.

Tanako terkesan melihat keterampilan Myland. "Kau memiliki teknik yang bagus. Tapi aku belum selesai!" Ia mengubah serangan menjadi kombinasi gerakan yang lebih rumit.

Myland memperhatikan pola serangan Tanako dengan cermat. Dengan ketangkasan yang luar biasa, ia berhasil memblokir serangan demi serangan sambil mencari celah untuk melawan. Saat Tanako melancarkan serangan vertikal, Myland memanfaatkan kesempatan itu untuk melakukan serangan balik.

Tanako merasa terdesak namun tetap tenang, ia melakukan gerakan memutar untuk menghindari serangan Myland dan segera mengembalikan serangan dengan serangan diagonal yang kuat.

Myland dengan cepat melompat ke samping untuk menghindari serangan tersebut, kemudian mengayunkan pedangnya dengan teknik yang lebih fokus. Serangan ini mengenai Tanako dengan tepat, membuatnya terhuyung mundur.

Tanako tersenyum, menganggukkan kepala. "Kau memang memiliki kemampuan yang sangat baik. Aku belum pernah bertarung dengan seseorang yang begitu terampil."

Myland kelelahan. "Terima kasih. Kau juga sangat hebat."

Tanako menghentikan pertarungan dan menurunkan katananya. "Aku senang bisa bertarung denganmu. Semoga kita bisa bekerja sama lagi di masa depan."

Myland mengangguk. "Kalau begitu sampai jumpa lagi."

Keduanya berjabat tangan sebelum meninggalkan tempat latihan, rasa hormat dan pemahaman baru terjalin di antara mereka setelah duel yang menegangkan namun bermanfaat.

Tanako kembali ke kamarnya dan di sambut oleh Rika. "Halo Tanako!!! Bagaimana duel mu?"

Tanako sedikit tidak senang dengan hasilnya. "Aku kalah."

"Ayolah, jangan berkecil hati." Ucap Rika dengan tersenyum lebar.

"Pedang itu… setiap orang yang memegangnya selalu membawa bencana dengan mengumpulkan semua pedang legendaris." Tanako terlihat kesal.

Rika khawatir dengan Tanako. "Kau masih memikirkan tentang hal itu? Mungkin orang ini benar-benar berbeda dengan orang sebelumnya."

Tanako sedikit menggertak. "Kau pikir sudah berapa kali senjata itu membawa bencana?"

Tanako lalu menggeser peti yang ada di kamarnya lalu menggesernya hingga terlihat sebuah pedang dengan mata pisau seperti jarum jam. "Sepertinya aku jarus berjaga-jaga menggunakan pedang ini. Pedang Mata Waktu."

Keesokan paginya Myland bangun di kamarnya dan melihat diluar sedang hujan. Myland lalu keluar dari kamar penginapan. Menuju ke lorong dan pergi ke teras penginapan.

Tadakra lalu menghampiri Myland. "Kenapa kau berada disini dan tidak masuk ke dalam?"

Myland terkejut dan juga bingung dengan kehadiran Tadakra. "Kau sendiri kenapa sudah bangun sepagi ini? Bukankah biasanya kau sulit dibangunkan pagi-pagi?"

"Karuna membangunkan ku saat fajar, ia sepertinya sering bolak-balik kamar mandi." Jawab Tadakra.

Myalnd menghela nafas. "Tidak heran, aku tidak tahu apa yang dia pikirkan untuk ikut lomba tersebut."

"Kau masih belum menjawab pertanyaan ku tadi." Ucap Tadakra.

Myalnd menghela nafas lagi. "Aku disini untuk menikmati suasana hujan."

"Ya, sepertinya hujan memberikan hawa tenang." Ucapan Tadakra.

Myland lalu berkata, "Tetapi hujan membuat ku tidak bisa keluar." Myland sedikit cemberut.

Tadakra sedikit tersenyum. "Hei, tetapi kita bisa mengobrol lebih banyak dan menjalani hubungan lebih dekat."

"Hubungan lebih dekat…" Wajah Myland sedikit merah karena tiba-tiba pikirannya kemana-mana.

Tadakra tiba-tiba menoleh dan bertanya dengan wajah serius. "Eh, Myland, kau sering memikirkan tentang hal-hal yang lebih pribadi, seperti… hubungan atau perasaan?"

Myland terkejut, hampir tidak bisa berkata-kata. "A-ah, maksudmu?"

Tadakra terus berbicara dengan penuh kepolosan. "Aku penasaran, karena kadang aku merasa kita bisa lebih dekat. Tapi kalau kau tidak mau, tidak apa-apa. Aku tidak tahu banyak tentang…"

Tiba-tiba Karuna datang sambil melompat kearah Tadakra sambil tersenyum. "Teman-teman selamat pagi! Pagi yang cerah untuk hari ini."

"Cerah matamu." Jawab Myland.

"Bagaimana perutmu?" Tanya Tadakra.

"Sudah mendingan. Aku benar-benar mengeluarkan sihir heal ku ke perut ku untuk meredakan rasa sakitnya dan itu berhasil." Ucapan Karuna dengan bangganya.

Myland sedikit melihat ke lorong yang terhubung ke tempat latihan dan Myland yang penasaran pun berjalan ke arah tempat latihan.

"Myland tunggu!" Karuna menyusul Myland begitu juga dengan Tadakra.

Myland mengambil salah satu katana yang ada di ruangan tersebut. Melihat deretan bambu, dirinya tertantang untuk membelah semua bambu tersebut.

Myland mengambil ancang-ancang sambil menutup mata lalu ia mengangkat tangannya lalu dengan cepat memanyunkan pedangnya.

Myland laku membuka matanya hanya untuk melihat bambu yang hanay terpotong sebagian bahkan katanya tersangkut.

Karuna yang melihat itu lalu tertawa. "Hahah, Revanna ataupun kau sama-sama tidak bisa menggunakan katana."

Myland cemberut mendengarnya. Myland lalu mengambil ancang-ancang lag. tiba-tiba ada seseorang yang menepuk bahunya, itu Tanako. "Mau mendapatkan pelatihan dariku?"

Sementara Myland sedang berlatih dengan Tanako. Revanna baru bangun dari tidurnya. Ia melihat keluar jendela sambil menguap, melihat hujan deras turun dari langit.

Revanna keluar lalu tiba-tiba ia berpapasan dengan Tadakara yang keluar dari ruang latihan. "Apa yang kau lakukan di tempat itu? Bukankah kau tidak menggunakan pedang?"

"Aku hanya melihat Melihat Myland berlatih dengan Tanako." Jawab Tadakara.

Revanna mengangguk. "Ah, begitu." Revanna lalu meninggalkan Tadakara lalu pergi ke dapur. Tadakara menyusul Revanna.

"Revanna, memangnya kita boleh ke dapur penginapan?" Tanya Tadakara.

Revanna mengangguk. "Tentu, itu karena pemilik penginapan ini adalah teman ku jadi aku boleh keluar masuk dari sini."

Revanna melangkah masuk ke dapur penginapan yang hangat dan dipenuhi dengan aroma bumbu yang sedap. Dia membuka beberapa laci, mengambil bahan-bahan yang dibutuhkannya, sementara Tadakara dengan penasaran mengamati setiap gerakannya.

"Apa yang akan kamu masak?" tanya Tadakara, sedikit kikuk melihat berbagai bumbu yang tertata rapi.

Revanna tersenyum tipis. "Aku ingin membuat sup sederhana untuk sarapan. Kau tahu, sup yang hangat cocok dinikmati saat hujan seperti ini."

Tadakara mengangguk dengan antusias. "Boleh aku membantu?"

Revanna menatap Tadakara sesaat, lalu mengangguk. "Tentu, tapi jangan ganggu aku ya." Dia menyerahkan sayuran segar kepada Tadakara. "Cincang bawang dan wortel ini, tapi hati-hati jangan sampai terluka."

Tadakara menerima pisau dengan hati-hati dan mulai memotong sayuran dengan gerakan canggung. Ia beberapa kali melirik Revanna yang tampak cekatan mengaduk kaldu dalam panci besar. Revanna sesekali memberi instruksi singkat, menunjukkan cara memotong yang lebih efektif. Suasana hening hanya terisi dengan suara alat dapur dan uap kaldu yang mendidih.

"Aku tidak menyangka kau pandai memasak," komentar Tadakara sambil menyelesaikan potongan terakhir.

Revanna tersenyum kecil, matanya fokus pada panci di depannya. "Kau harus bisa melakukan semuanya saat hidup sendirian. Lagipula, memasak itu seperti berlatih. Dibutuhkan ketenangan dan kesabaran."

Tadakara berkata, "Aku rasa aku lebih berbakat di pertempuran daripada dapur."

Revanna menoleh dengan senyum samar, ada sedikit kelembutan di wajahnya. "Kalau begitu, biarkan aku yang mengurus dapur, sementara kau terus berlatih untuk melindungi kami di medan perang."

Mereka berdua melanjutkan memasak, bekerja berdampingan dalam kesunyian yang nyaman. Ketika sup akhirnya matang, aroma hangat dan gurih memenuhi dapur. Revanna menyendokkan sup ke dalam dua mangkuk, menyerahkan satu kepada Tadakara. "Ini untukmu. Kau pantas mendapatkannya setelah membantuku."

Tadakara menerima mangkuk dengan senyum lebar, duduk di meja dapur. "Terima kasih, Revanna. Sup ini pasti enak."

Revanna hanya mengangguk, menikmati momen tenang ini. Walaupun mereka memiliki masa lalu yang berbeda, tetapi hal ini membuat mereka dekat sebagai teman.

"Tadakara, apa kau tidak pernah memasak sebelumnya?" Tanya Revanna.

Tadakara menggelengkan kepalanya. "Aku tidak pernah menyentuh dapur sebelumnya. Aku terbiasa membeli makanan dari pada memasak."

"Mungkin kau harus belajar memasak. Masakan sendiri lebih sehat daripada membeli dari luar." Ucap Tevanna dengan senyuman kecil.

"Ngomong-ngomong tumben sekali kau bangun pagi, kemarin Myland berbicara dengan ku kalau kau sulit bangun pagi." Tanay Revanna.

Tadakara lalu menjawab, "ah, itu karena Karuna memaksaku bangun saat fajar dandia bolak-balik kamar mandi."

Revanna sedikit tertawa karena Karuna yang masih sakit perut saat pagi. Saat Revanna dan Tadakra mengobrol, Karuna dan Myland masuk ke dapur.

"Halo teman-teman!!" Ucap Karuna dengan riang.

Sedangkan Myland sedikit cemburu melihat Tadakara terlihat dekat dengan Revanna. Mereka akhirnya makan bersama. Myland makan paling cepat dan langsung keluar dari ruangan.

Melihat cuaca sudah cerah, ia lalu keluar untuk mendapatkan udara segar. Tetapi masih memikirkan tentang Tadakara yang duduk bersebelahan dengan Revanna tetapi Myland mencoba berfikir positif.