Chapter 8 - Chapter 7 - Pertarungan

Revanna, Tadakara, dan Karuna berlari kearah Distrik Blis. Menghiraukan kerusuhan di pusat kota.

Revanna agak kesal dengan Tadakara.

"Tadakara, apa kau gila menuruti kemauan Myland itu!?"

"Aku hanya mengikutinya."

"Kau tidak punya uang jadi seharusnya ada yang memberikan mu uang."

Revanna lalu melirik kearah Karuna, Karuna berpura-pura tidak tahu.

Revanna menarik pipi Karuna.

"Hei, jangan pura-pura tidak tahu!!!"

"Baiklah-baiklah, aku yang memberikannya uang, aku yang memberikannya uang. Tetapi dia sangat memaksa."

"Mah bagaimana pun. Kalian telah membuat Myland keluar begitu saja dengan mentalnya yang tidak stabil."

Revanna merasakan sihirnya akan habis.

"Sial, penyamaran tidak akan bertahan lama."

Mereka berlari secepat mungkin, bahkan Tadakara mengeluarkan semua tenaganya yang ia bisa.

Sesampainya di gerbang distrik Blis, mana Revanna akhirnya habis. Namun mereka mendengar suara teriakan monster. Dari kejauhan terlihat monster raksasa yang tiba-tiba muncul.

Revanna tahu jelas apa makhluk itu.

"Satan!?"

Tadakara menjadi ketakutan.

"Sebenarnya apa yang terjadi?"

"Myland, ia telah dikendalikan oleh Satan."

Revanna lalu berlari memasuki distrik. Sesampainya di lokasi kejadian, mereka melihat pertempuran antara Satan dengan Tanako.

Satan benar-benar mendominasi pertarungan, walaupun ia tidak mengeluarkan semua kekuatannya.

"Ayo Tanako! teruskan!"

Revanna dan yang lainnya hanya memerhatikan dari jauh karena tidak tahu harus berbuat apa. Pertempuran ini bukan tingkatan mereka.

"Ini pertempuran dua pedang legendaris, pedang mata waktu dan pedang pilar kegelapan. kita tidak bisa masuk ke pertempuran begitu saja."

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" Ucap Karuna

Revanna menggigit bibirnya, merasa terjebak di antara pilihan yang sulit. Melihat Tanako yang terus berjuang melawan Satan yang kini sepenuhnya mengendalikan tubuh Myland, membuatnya merasa tak berdaya.

Di sebelahnya, Tadakara dan Karuna tampak tak kalah kebingungan. Mereka tidak tahu siapa yang harus mereka bantu Tanako yang berusaha menyelamatkan situasi, atau Myland yang mereka tahu sebagai teman, meskipun kini dikuasai oleh kekuatan gelap.

"Sial," gumam Revanna, tangannya gemetar.

"Ini bukan pertarungan yang bisa kita hadapi..."

Tadakara menatap Revanna dengan penuh harapan, mencari petunjuk.

"Revanna, kau harus tahu apa yang harus kita lakukan, kan? Kau yang paling pintar di antara kita!"

Namun, Revanna menggelengkan kepalanya.

"Ini... ini terlalu sulit. Satan telah mengambil alih Myland, tapi... itu masih Myland di dalam sana."

Karuna mendekat, wajahnya pucat melihat monster yang ada di hadapan mereka.

"Kita tidak bisa hanya diam di sini! Tapi... apa yang bisa kita lakukan? Aku tidak ingin melawan Myland... tapi kalau kita tidak melakukan apa-apa, Tanako bisa terbunuh."

Pertarungan di depan mereka semakin brutal. Myland, yang sekarang sepenuhnya dikuasai oleh Satan, mengayunkan Pedang Pilar Kegelapan dengan kekuatan yang menghancurkan.

Bayangan hitam mengalir dari setiap tebasannya, menelan apapun yang berada di jalurnya. Tanako dengan Pedang Mata Waktu mencoba memprediksi serangan, menggunakan kekuatan untuk memperlambat waktu sesaat dan menghindari tebasan yang mematikan, tetapi Satan tidak memberikan ruang untuk bernafas.

"Revanna!" teriak Tadakara, suaranya hampir putus asa.

"Kita tidak bisa hanya berdiri di sini! Myland sedang tersesat... Kita harus menyelamatkannya!"

Revanna menggigit bibirnya lebih keras, darah mulai mengalir dari luka kecil di sana.

"Aku tahu... tapi kita tidak bisa mengalahkan Satan dengan kekuatan yang kita miliki sekarang. Pedang Pilar Kegelapan itu... bahkan Tanako kesulitan menghadapinya."

Tiba-tiba, teriakan Tanako memecah kebimbangan mereka. Sebuah tebasan dari Pedang Pilar Kegelapan menghantam Tanako, mengirimnya terlempar beberapa meter ke belakang.

Tanako terjatuh dengan keras, darah mulai mengalir dari luka di sisi tubuhnya.

Revanna mengatupkan giginya. "Jika kita tidak bertindak sekarang, Tanako akan mati... Tapi jika kita melawan Myland, bagaimana jika kita malah membunuhnya?"

Tadakara, dengan air mata hampir mengalir dari matanya, berkata dengan suara parau,

"Itu bukan Myland sekarang... Dia sudah dikendalikan oleh Satan. Kita tidak bisa membiarkan Myland seperti ini. Kita harus melakukan sesuatu!"

Karuna, yang biasanya penuh canda dan keceriaan, kini tampak sangat serius.

"Aku setuju dengan Tadakara... Kita tidak bisa hanya berdiri di sini dan melihat. Kalau kita tidak menyelamatkan Myland sekarang, dia mungkin tidak akan pernah kembali."

Revanna menarik napas panjang, lalu mengangguk pelan.

"Baiklah... kita coba. Tapi kita harus hati-hati. Jangan serang Myland langsung. Fokus pada Satan kita harus mengalihkan perhatiannya dari Tanako."

Mereka bertiga mulai bergerak menuju pertempuran dengan tekad yang baru, meskipun ketakutan masih ada di dalam hati mereka.

Saat mendekat, Revanna mengangkat tangannya, melantunkan mantra yang bisa memberikan perlindungan sementara kepada Tanako.

Sebuah perisai sihir tipis muncul di sekitar Tanako, cukup untuk menahan beberapa serangan Satan.

Tanako, yang mulai bangkit dengan tubuh lemah, melihat sekilas ke arah mereka.

"Kalian... kalian benar-benar datang?"

Tadakara berlari ke arahnya.

"Kami tidak bisa membiarkanmu melawan ini sendirian! Kami di sini untuk membantu!"

Myland, yang sepenuhnya di bawah kendali Satan, melihat mereka dengan tatapan kosong namun penuh kebencian.

"Kalian semua berani menentangku? Tidak ada yang bisa menghentikan kegelapan!" teriaknya dengan suara serak dan menakutkan.

Revanna berlari ke depan, melemparkan sihir es untuk mengalihkan perhatian Satan dari Tanako.

"Kita tidak melawan Myland! Kita melawan Satan!"

Karuna ikut maju, mencoba menyerang dari samping dengan kecepatan yang dimilikinya.

Namun setiap serangan mereka tampak sia-sia, karena Satan terus menghindar dan menyerang dengan brutal, mengendalikan Myland dengan penuh.

"Ini tidak bekerja!" teriak Karuna. "Dia terlalu kuat!"

Tadakara, dengan segala kekuatan yang dimilikinya, berusaha mendekatkan dirinya ke Myland.

"Myland! Dengarkan aku! Kau harus melawan ini!"

Namun, Satan tertawa keras.

"Myland tidak ada lagi di sini! Dia hanyalah cangkang kosong yang aku kendalikan!"

Revanna mulai kehilangan harapan. Tapi kemudian, di balik semua serangan yang mereka lakukan, ia melihat sesuatu yang aneh di mata Myland.

Sekilas, tampaknya ada jejak rasa sakit... seolah-olah Myland masih berjuang di dalam, mencoba melawan kendali Satan.

"Tunggu... mungkin masih ada harapan," bisik Revanna. Myland masih ada di dalam sana. Kita hanya harus memberinya waktu untuk melawan."

"Bagaimana caranya?" tanya Tadakara, matanya penuh harapan.

Revanna menarik napas dalam-dalam. "Kita harus membuat Satan goyah. Jika kita bisa melemahkannya... mungkin Myland bisa mengambil alih kembali tubuhnya."

Dengan tekad yang baru, mereka bertiga kembali menyerang, kali ini dengan strategi yang lebih hati-hati.

Mereka berusaha menyerang Satan secara tak langsung, menargetkan bayangannya dan menggunakan sihir untuk memutus koneksi antara kegelapan dan Myland.

Pertarungan itu terus berlanjut, tetapi kini dengan sedikit harapan di hati mereka. Meskipun Satan masih mendominasi, di balik kegelapan, Myland berjuang dan mereka bertekad untuk membantunya kembali.

Tiba-tiba Karuna tertusuk dari belakang, bukan, itu bukan ulah satan, itu ulah Tanako.

Tanamk tersenyum licik dan memandang Revanna dan Tadakra dengan senyum puas.

"Terimakasih telah membantuku melemahkan Satan."

Tanako mengarahkan Karuna kearah Satan, itu membuat hati Myland yang berada di Satan tidak mau menyerang Tanako, jelas Tanako sengaja agar seranagn yang di keluarkan oleh Satan langsung melukai Karuna.

"Kenapa? Takut? Sepertinya tadi kau bertarung melawan teman mu sendiri. Tetapi kenapa ketika aku menyerahkannya agar kau bisa menyerangnya dengan mudah kau malah menolak?"

Tanako menggores pedangnya ke leher Karuna. Tanako juga menyedot mana dari Karuna.

"Ah, segar rasanya."

Tanako lalu mengeluarkan aura Zodiaknya, Zodiak Aries.

Tanako lalu mengeluarkan mata bulan, itu membuat Revanna dan Karuna terkejut.

"Kau.… Kau selama ini antek pendosa? Aku kira kau orang baik."

"Kami melakukan semua ini karena tujuan yang baik. Hanya kalian yang tidak menerima usulan kami."

Tanako mulai menyerang Revanna dan Tadakra.

Saat Satan ingin menyerang, ada rantai yang menahannya. Itu ranati Letan yang tiba-tiba muncul di belakangnya. Rantainya sangat panjang hingga dapat menahan Satan yang ukurannya jauh lebih besar.

Tadika masih bingung dengan yang Revanna maksud dengan pendosa.

"Revanna, apa maksudmu pendosa?"

"Nanti bisa aku jelaskan, sekarang ada hal yang jauh lebih penting."

Satan yang masih terikat merasa dirinya terserap dari rantai tersebut.

Revanna melihat Karuna yang terluka parah di tangan Tanako, darah mengalir deras dari tubuhnya. Matanya yang biasanya penuh kehangatan sekarang dipenuhi amarah dan kebencian yang tak terbayangkan.

"TANAKO!" teriak Revanna dengan suara penuh kekesalan. "Apa yang telah kau lakukan?"

Tanako hanya menyeringai, mata penuhnya dengan kebencian bersinar di bawah cahaya bulan. "Apa yang perlu dilakukan," jawabnya dingin.

Tadakara mencoba menyerang, tapi satu ayunan dari Pedang Mata Waktu Tanako sudah cukup untuk membuatnya terhempas beberapa meter. Dia jatuh dengan keras, namun tidak ada waktu untuk memeriksa keadaannya.

Revanna menggenggam pedangnya lebih erat, tubuhnya gemetar. Rasa takut menyelimuti dirinya, tapi dia tahu ini bukan waktunya untuk menyerah. Sihir dan kekuatan Tanako sekarang jauh lebih besar dengan Zodiak Aries dan Mata Bulannya, sementara Satan masih di sana, terjerat dalam rantai Letan.

"Aku tak punya banyak waktu," gumam Revanna. "Kalau aku tidak mengakhiri ini sekarang, semuanya akan hancur."

Revanna menarik napas panjang, merasakan energi sihir mengalir dalam tubuhnya. Dia tahu ini adalah pertarungan yang tidak bisa dimenangkan dengan setengah hati. Seluruh hidupnya dia telah belajar menggunakan sihir dan pedang, dan sekarang adalah waktunya untuk mengeluarkan semua yang dia miliki.

Dengan satu teriakan yang menggema, dia menyerang Tanako dengan kombinasi sihir dan tebasan pedang. Serangan pertamanya adalah semburan api yang begitu besar hingga menerangi seluruh distrik. Tanako berusaha menghindar, tapi sihir Revanna terlalu cepat. Api itu membakar sebagian pakaiannya, namun Tanako segera memulihkan dirinya dengan menyerap mana dari Karuna.

"Jangan kira itu akan cukup," ujar Tanako sambil melangkah maju, melepaskan serangan balik dengan Pedang Mata Waktu. Tapi Revanna sudah siap. Dengan cepat, dia menciptakan penghalang sihir yang menangkis serangan itu.

Pedang Revanna menyala biru, dikelilingi aura sihirnya sendiri. "Aku tidak akan membiarkanmu melukai teman-temanku lagi!" Dengan gerakan kilat, Revanna menebas Tanako, kali ini dengan seluruh kekuatannya.

Tanako berhasil memblokir serangan itu, tapi tebasan Revanna terlalu kuat, memaksa Tanako mundur beberapa langkah. Pada saat itu, Revanna melantunkan mantra lain, kali ini mengirimkan kilatan petir yang menghantam tubuh Tanako.

"Argh!" jerit Tanako, merasakan rasa sakit yang menusuk dari petir itu. Tapi dia tidak menyerah begitu saja. Dengan sekali gerakan, Tanako menebas ke arah Revanna, memanipulasi waktu untuk mempercepat serangannya. Revanna hanya nyaris menghindari tebasan itu, namun serangan tersebut masih cukup untuk merobek sebagian armor pelindungnya.

Revanna terhuyung-huyung, tapi dia tidak berhenti. Dengan tekad yang membara, dia terus menyerang Tanako, bergantian menggunakan sihir api, es, dan angin untuk mengacaukan ritme pertarungan Tanako. Setiap serangan diikuti dengan tebasan dari pedangnya yang mulai bersinar terang.

Tanako yang awalnya tampak percaya diri, mulai kewalahan dengan serangan bertubi-tubi dari Revanna. Meskipun Zodiak Aries memberinya kekuatan besar, Revanna sekarang bertarung di luar batasnya, dan Tanako mulai merasakan tekanan itu.

"Kenapa kau begitu keras kepala?" teriak Tanako dengan marah, mencoba menyerang balik, tapi Revanna sudah berada di tempat lain, menggunakan sihir teleportasi untuk berpindah dengan cepat.

"Karena kau mengkhianati kami!" balas Revanna. "Kau mengkhianati Myland, kau mengkhianati Karuna, kau mengkhianati semuanya!"

Revanna mulai melantunkan mantra yang lebih kuat. Pedangnya bersinar lebih terang dari sebelumnya, diiringi oleh semburan energi sihir yang mengelilingi tubuhnya. Tanako mencoba menyerangnya, tapi serangannya kini tampak lebih lambat bagi Revanna, yang telah melampaui batas kekuatannya sendiri.

Saat Tanako menyerang lagi, Revanna mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh, menggabungkan kekuatan sihir dengan teknik pedang yang telah dilatihnya selama bertahun-tahun. Serangan itu begitu kuat sehingga menciptakan gelombang energi yang menghantam Tanako dengan keras, memaksanya terlempar ke belakang.

Dengan satu teriakan terakhir, Revanna menebas ke arah Tanako dengan seluruh kekuatannya, menyebabkan ledakan cahaya yang begitu besar hingga sejenak menerangi langit malam.

Tanako terjatuh, terengah-engah, namun masih hidup. "Kau... kau benar-benar tidak akan menyerah, ya?"

Revanna berdiri di atasnya, tubuhnya terluka parah, tapi tekadnya tetap utuh. "Aku akan selalu melindungi teman-temanku... apapun yang terjadi."

Tanako terdiam, terkejut oleh keteguhan hati Revanna. Namun sebelum dia bisa mengatakan apapun, Satan yang terjerat dalam rantai Letan mulai meronta dengan kekuatan baru, rantai itu hampir putus. Revanna berbalik, memandang kegelapan yang semakin dekat.

Ini belum selesai. Pertarungan yang lebih besar masih menunggu, tapi Revanna tahu bahwa selama dia masih berdiri, dia akan terus berjuang hingga titik darah penghabisan.

Tiba-tiba Droxk muncul dari langit dan menendang Tanako dengan keras.

Droxk menatapnya dengan tatapan tajam.

"Aku sudah bilang aku akan kembali."

Tanako benar-benar terkejut.

Sebelumnya Tanako sudah pernah bertemu dan bertarung dengan Droxk, namun di saat nyawa Droxk terancam ia memegang pedang Tanako lalu menggunakannya untuk melakukan perjalanan waktu ke masa depan.

"Sepertinya anak ini sulit dikendalikan."

Droxk melompat kearah satan lalu menendangnya dan membuatnya terkapar ketanah membuat Myland kembali.

Tiba-tiba Revanna terjatuh karena kehabisan energi, yang tersisa hanyalah Tadakara dan Droxk.

Droxk yang sudah berpengalaman sudah pasti mudah melawan Tanako namun Tadakara… mungkin agak kesulitan.

"Sepertinya kau tidak belajar apa-apa dari masa depan, Tanako," kata Droxk dengan suara dingin, berdiri di atas Tanako yang terbaring di tanah.

Tanako mencoba bangkit, matanya dipenuhi kebencian. "Aku akan menghancurkanmu lagi, sama seperti dulu!"

Namun, sebelum dia bisa bergerak, Droxk menendang Pedang Mata Waktu dari genggaman Tanako, membuatnya terpental jauh. "Waktumu sudah habis. Kali ini, kau tidak akan bisa lari ke mana-mana."

Tanako mencoba meraih kembali pedangnya, tapi Droxk menginjak tangannya, menghentikan gerakannya.

Sementara itu, Revanna, Tadakara, dan Karuna melihat ke arah Droxk, masih terengah-engah setelah pertarungan yang panjang. "Siapa... siapa dia?" tanya Tadakara dengan napas terputus-putus.

Revanna menggelengkan kepalanya, bingung. "Dia yang memgajak kita pergi ke diatrik ini, bodoh."

Droxk menatap mereka sebentar sebelum kembali fokus pada Tanako. "Aku tidak peduli dengan tujuan jahatmu untuk mengambil Satan. Aku hanya ada di sini untuk memastikan kau tidak mengacaukan segalanya."

Tanako tersenyum sinis, darah mengalir dari sudut bibirnya. "Kau pikir ini sudah selesai, Droxk? Satan tidak akan pernah kalah... bahkan dengan kekuatanmu."

Namun, tepat saat Tanako selesai berbicara, sebuah gemuruh besar terdengar. Rantai Letan yang menahan Satan mulai pecah satu per satu karena Satan kembali masuk kedalam tubuh Myland.

Droxk mendekati Revanna dan yang lainnya. "Kita harus bekerja sama. Satan bisa keluar lagi kapan saja. Jika Satan lepas sepenuhnya, tidak ada yang akan selamat."

Revanna mengangguk, rasa letihnya tertelan oleh kesadaran akan ancaman yang lebih besar. "Apa rencanamu?"

Droxk menghunus pedangnya, yang berkilau di bawah cahaya bulan. "Aku akan menahan kekuatan Myland sementara kalian harus menyerang titik lemahnya. Myland masih di dalam sana, berjuang. Jika kita bisa mengganggu kendali Satan, mungkin dia bisa mengambil alih lagi."

Tadakara, dengan mata penuh tekad, mengangguk. "Baik, kita akan bertarung bersamamu."

Pertarungan itu belum selesai, dan meski harapan mereka tipis, mereka tahu mereka tidak bisa berhenti sekarang.

Dengan Droxk di pihak mereka, mereka akan menghadapi kegelapan sekali lagi, mempertaruhkan segalanya untuk menyelamatkan Myland dan menghentikan Satan.

Saat Droxk berlari kearah Myland, Tanako berusaha mengambil pedang Mata Waktu namun Revanna mengambilnya duluan.

Tiba-tiba Revanna melihat penglihatan masa lalu Tanako.

Tanako terlihat melihat ramalan yang terukir di batuan di sebuah dongeon. "Pilar kegelapan akam mengambil semuanya." Itu yang tertulis di ramalan.

Namun, itu membuat Tanako tidak tenang membuat dirinya benar-benar tidak dapat percaya sama sekali dengan penggunaan pedang Pilar Kegelapan.

Namun akibat itu dirinya dianggap berlebihan oleh teman-temannya dan mulai di jauhi.

Dirinya mulai dijauhi oleh rekan-rekannya hingga ia masuk ke organisasi teroris untuk membuktikan kalau ramalan itu benar.

Tiba-tiba Revanna kembali ke masa sekarang.

Tanako lalu memanggil katakana dengan sihirnya, mereka mulai bertarung namun seperti biasa, serangan Revanna tidak berdampak apapun terhadap Tanako walaupun Karuna sudah menggunakan pedang legendaris namun kekurangannya masih tetap ada.

Walaupun begitu, Tanako tidak dapat melukai Revnna karena daya tahan Revanna benar-benar kuat walaupun diserang berkali-kali.

Disisi lain Droxk mencoba untuk memulihkan Myland, Karuna yang masih terkapar tetapi mencoba untuk memulihkan diri.

Tadakara yang memerhatikan ini semua tiba-tiba di sernag oleh Letan. Tadakara dengan refelk mengeluarkan cahaya naga membuat Letan sedikit mundur.

"Apa-apaan tadi!?"

Tadakara yang ketakutan mengeluarkan sihirnya kesebarang arah membuat Letan kesulitan.

Melihat misinya gagal, Letan memanjangkan rantainya lalu menarik Tanako mendekat lalu menghilang.

Revanna menghela nafas.

"Akhirnya selesai juga." Dirinya benar-benar kelelahan.

Revanna dan Tadakra juga terkepar ketanah karena kelelahan.

Disaat itu tiba-tiba Karuna berdiri dengan semangat setelah pemulihannya.

"Hali teman-teman!"

Dirinya tidak sadar sekitar yang semuanya sedang dalam kondisi kacau.

Tadakara terbangun di tengah hutan oenuh kabut yang sedikit bercahaya dan dihadapannya terdapat seorang wanita atau mungkin seorang gadis memakai pakaian rapih sedang duduk di mejanya.

Gadis itu berambut perak, menggunakan baju serba putih dan ada sedikit motif biru muda. Matanya berawan ungu

"Siapa kau?"

"Aku Hryo, dewi yang menjaga antara dunia fana dan dunia kematian."

Tadakara terkejut.

"Aku sudah mati!!?"

"Seharusnya kau sudah tidak terkejut karena ini bukan pertama kalinya kau mati."

"Apa maksudmu?"

Hryo agak sedikit terkejut dengan pertanyaan Tadakara

"Sepertinya kau tidak mengingatnya. Tidak apa, kau akan ingat suatu saat nanti."

Tadakara sangat penasaran.

"Kumohon beritahu aku, kumohon."

Hryo berfikir sedikit.

"Baiklah, mungkin aku akan…"

"Oi Tadakara, keluar dari situ sekarang juga."

Suara Karuna terdengar dari langit yabg tiba-tiba retak.

"Ba… bagaimana kau bisa melakukannya?"

Hryo bingung karena tidak ada manusia yang nisa menembus alam kematian bahkan dengan berbicara sekalipun.

"Kau pikir aku tidak pernah bertemu dengan mu, kau lupa siapa aku? Aku ini Karuna!!!"

Suaranya sedikit kesal karena Hryo tidak mengingatnya.

"Sebenarnya apa hubungan kalian?"

Tadakara kebingungan.

"Sudahlah, Hryo bawa dia kembali kesini dan jangan biarkan dia amti secepat itu!!!"

"Tetapi ini akan melang…"

"PERSETAN DENGAN LANGGARAN ITU!!!"

Hryo sedikit melirik ke Tadakara.

"Apa dia sekeras kepala ini?"

"Dia selalu begitu…"

Tiba-tiba lingkaran sihir terbentuk di bawah Tadakara.

"Ngomong-ngomong kalau kita bertemu, aku akam menceritakan lebih lengkap kepadamu, ok."

Tadakara mengangguk. Tubuhnya mulai melayang.

"Rahasiakan ini, ok." Ucap Hryo sambil melakukan wink dan memberikan tanda pice.

Tadakara terbangun di tanah. Ia sedikit terengah-engah.

"Aku masih hidup?"

Karuna mengangguk.

Tiba-tiba dari belakang Myland memukul Tadakara.

"Bodoh!!! Kalau belum bisa mengendalikan mana jangan mengeluarkan sihir kuat itu berulang kali. Itu menguras manamu habis-habisan."

Myland benar-benar terlihat kesal dengan Tadakara. Ia kedal karena Tadakara membahayakan dirinya sendiri.

Droxk laku mendekat. Myland sempat bingung kenapa tiba-tiba ada Droxk disini.

"Kenapa kau…"

"Aku disini karena pedang waktu, sebenarnya qku menghilang karena melompat waktu. Sepertinya sudah banyak yang terjadi saat aku menghilang."

"Ngomong-ngomong kalian sudah dapat keluar dari distrik ini, kalian sudah aman di ibu kota."

Myland terkejut.

"Bukankah diluar sedang terjadi kerusuhan."

"Kerusuhan itu sudah di kendalikan oleh

Revanna llau menggendong Tadakara, Karuna dan Myland lalu berjalan keluar distrik. Kondisi diluar sepi, mereka semua kebingungan.

Droxk berjalan mendekat.

"Binas sudah memgurus semuanya."

Myland menghela nafasnya.

"Oh, begitu."

"Keributan yang terjadi ini sebenarnya ulah orang bertopeng itu yang ingin memancing Satan keluar dari tubuhmu. Kau harus berhati-hati dan menjaga emosi mu."

"Mengeluarkan Satan dariku?"

"Ya, dua ingin memnacing emosi didalam dirimu agar Satan bisa menguasai pikiran mu dan keluar. Untung saja semua sudah dapat di kendalikan."

"Jadi semuanya sudah direncanakan?"

Droxk mengangguk.

Droxk lalu melihat Revanna yang memegang pedang mata waktu.

"Sekarang kau pemilik pedang itu, Revanna."

Revanna sedikit terkejut.

"Tunggu apa? Tidak, aku tidak pantas untuk ini."

"Mau pasti pantas, kau tinggal melatih teknik pedang mu, nak."

"Tapi…"

"Percaya padaku, nak."

Revanna akhirnya mengangguk dan setuju.

Myland tiba-tiba melihat penglihatan tentang turnamen di benua Vangalia. Ia sedikit tersentak.

Revanna memegang pundak Myland.

"Kau baik-baik saja?"

Myland mengangguk.

Myland lalu memgahadap kearah Droxk

"Kakek, aku pamit dulu."

Droxk mengangguk

"Hati-hati di jalan, nak."

Mereka laku pergi dan meninggalkan Kerajaan Padang.

Saat sudah sampai pintu gerbang, Arden memgejar Myland.

"Hei, tunggu!"

Myland agak terkejut dengan kedatangannya.

"Ah, aku lupa dengan bocah ini.

"Hei, kau belum selesai melatihku."

"Tapi aku ahrus pergi, lebih baik kau cari pelatih lain."

"Aku tidak tahu siapa yang harus jadi pelatih."

Myland lalu sedikit berfikir.

"Kalau begitu pergi saja ke Nega Abig Utara dan cari akademi pedang permata. Bilang kalau kau kenalan dari murid Kalana."

"Kai yakin mereka akan menerimaku."

Myland mengangguk dengan percaya diri.

"Tapi bagaimana aku pergi ke sana?"

"Aku tidak oeduli, pikiran saja sendiri."

Setelah iru, Myland, Tadakara, Revanna dan Karuna pergi meninggalkan kerajaan Padang.