Chapter 7 - Chapter 6 - Trauma

Arden terkapar di tanah, seluruh tubuhnya gemetaran hebat. Matahari yang terik menernagi tubuhnya.

"Kau butuh lebih banyak tenaga, nak."

Myland tersenyum licik kearahnya.

Nafas Arden tersengal-sengal. Dirinya benar-benar kelelahan sehabis latihan berat.

Kali ini Arden tidak pingsan karena sudah dilatih habis-habisan.

"Kau tidak bisa berjalan."

Arden mengangguk.

"Kalau kau tidak bisa berjalan maka aku akan membiarkan seseorang mengangakat mu."

Myland meninggalkan Arden, dari belakang Revanna sudah ada di hadapan Arden.

"Hei anak muda."

Wajah Arden sudah pasrah dengan Revanna.

Myland lalu berjalan menuju tenda dan mencari Droxk lagi.

Ditengah perjalanan, ia menikmati pemandangan kota dan berharap tidak turun hujan.

Sesampainya di tenda, ia bahkan tidak menemukan siapapun.

"Sebenarnya kemana kakek itu dan bahkan kemana Binas?

Myland keluar dengan kesal. Dirinya menghentakan kakinya dengan kesal.

Myland malah berpapasan dengan Binas yang baru saja kembali.

Binas terlihat sedang mengunyah roti dan memegang roti di tangannya.

"Kau keisni lagi?"

Myland mengangguk.

"Kakek itu masih belum kembali. Entah dia pergi kemana."

"Sebenarnya kemana perginya?"

"Entahlah."

Binas masuk ke tenda sambil memakan rotinya.

Myland lalu kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, ia melihat Arden tertidur pulas di pangkuan Revanna.

"Kau tidak melakukan hal yang aneh, kan?"

"Tidak." Ucap Revanna dengan senyumnya.

Myland berjalan kearah kasurnya lalu berbaring, mencoba tidur siang karena dirinya merasa mengantuk. Myland mulai tertidur.

Myland lalu terbangun karena mendengar suara jeritan. Myland langsung melompat dan berdiri.

Ia menyadari suara itu berasal dari luar kamarnya akhirnya Myland keluar kamar.

Betapa terkejutnya ia melihat teman-temannya terkapar dan Arden terpojok menghadap sosok berjubah dan memakai topeng serigala.

"Kau lagi!"

Myland melompat kearahnya lalu menebas pedangnya kearah sosok pria itu hingga keluar rumah.

Saat pedang itu hampir mencapai pria itu, senjata tersebut tampak tenggelam dalam kegelapan, tak memantulkan cahaya sedikit pun. Seolah-olah pedang itu diserap oleh kegelapan malam.

Pria tersebut dengan cepat mengangkat kedua tangannya yang terikat rantai pada pedang kembar.

Dengan gerakan gesit, dia menangkis tebasan Myland, membuat percikan api kecil di udara saat besi bertemu besi.

Keduanya mundur selangkah, mata Myland berkedip tak percaya. Pria itu terkekeh pelan di balik topengnya.

"Kau tidak berubah, Myland. Masih saja gegabah."

Myland menggertakkan giginya. "Siapa kau sebenarnya?! Kenapa kau menyerang teman-temanku?"

Pria itu mengangkat salah satu pedangnya, rantai yang mengikatnya ke tangannya bergetar lembut, memberikan suara logam yang menghantui malam yang sunyi.

"Letan," ucapnya, suaranya rendah dan dingin.

Myland merasakan ketegangan menyelimuti udara. Sosok ini bukanlah orang biasa. Terlalu terampil, terlalu tenang dalam menghadapi situasi seperti ini.

Bahkan kali ini ia tidak menggunakan kekuatan zodiaknya.

Ia melirik sekilas ke arah Arden yang masih terpojok, matanya menyiratkan ketakutan.

"Apa yang kau inginkan darinya?" tanya Myland, mencoba menahan kemarahannya.

Letan berputar dengan elegan, rantai pedangnya berbunyi mengerikan.

"Hanya melakukan pembersihan, lagipula ada hal yang ingin aku lakukan."

"Kebenaran. Sesuatu yang belum kau ketahui... tentang pedangmu dan tentang dirimu sendiri."

Dengan cepat, Letan menyerang lagi, membuat Myland harus fokus penuh pada pertarungan ini.

Setiap gerakan Letan terasa seperti badai cepat, tak terduga, dan mematikan. Myland berusaha menangkis, namun setiap tebasan terasa semakin berat, seolah kegelapan dari pedangnya justru menghambatnya.

Setelah beberapa saat saling bertukar serangan, Letan berhasil memukul mundur Myland, membuatnya terjatuh ke tanah.

Letan berdiri di atas Myland, pedangnya yang terikat rantai bersinar samar di bawah cahaya bulan.

"Jika kau benar-benar ingin tahu lebih banyak, kau harus menjadi lebih kuat. Sampai saat itu, selamat tinggal... Myland."

Dengan gerakan cepat, Letan menghilang ke dalam kegelapan, meninggalkan Myland yang terengah-engah di tanah, masih memegang erat pedangnya yang suram.

"Apa... maksud dari semua ini?" Myland bergumam, pandangannya mengarah ke langit malam yang penuh misteri.

"Myland, seluruh distrik, diserang!!."

Myland berbalik dan melihat ke Arden lalu berlari mendekatinya.

"Apa maksudmu!?"

"Seluruh seisi distrik, di bantai."

Yang pertama kali Myland pikirkan adalah Kakek Droxk. Ia langsung berlari ke tenda, tempat Droxk biasanya ada di sana.

Tetapi saat di pemukiman, Myland melihat hal yang benar-benar tidak pernah ia lihat. Seluruh jalan di penuhi mayat, darah di mana-mana.

Myland melihat bekas pembantaian hadapannya. Kenegerian yang ada di depannya membuatnya ketakutan.

Seluruh jalan di penuhi darah, sungai-sungai berubah warna menjadi merah, tembok-tembok bangunan terdapat banyak bercak darah.

Ia melihat potongan-potongan tubuh berserakan di tanah, mayat-mayat di tumpuk seperti tumpukan kayu.

Kabut tebal mengurangi rajak pandangannya. Myland melihat sosok bertopeng lagi, Letan, ia berdiri di atas atap salah satu rumah.

Mylnda melihat seorang gadis yang sedang memegang boneka, matanya menatap lebar ke langit, tatapannya kosong tanpa kehidupan.

Myland berdiri di tengah kengerian itu, jantungnya berdegup kencang. Setiap sudut pandang dipenuhi pemandangan yang hanya bisa ia bayangkan dalam mimpi buruk terburuknya.

Darah yang menodai jalan-jalan dan sungai-sungai yang kini mengalir merah membuatnya merasa seolah-olah dunia ini telah sepenuhnya ditelan oleh kegelapan. Kabut tebal menyelimuti sekitarnya, membuat pandangannya kabur.

Namun, sosok itu jelas terlihat Letan, berdiri tegak di atas atap, seperti bayangan yang menghantui malam.

"Kau tampak terkejut, Myland." Suara Letan bergema dingin di antara kabut. Suaranya mengiris udara malam, penuh dengan kesombongan dan ketenangan yang menyeramkan.

Myland mengepalkan pedangnya, tangannya sedikit gemetar. Kengerian yang mengelilinginya membuat hatinya goyah. Ia merasakan tubuhnya lebih berat dari sebelumnya, seolah-olah rasa takut itu menjeratnya, mengunci setiap langkahnya.

Ketika ia melihat gadis kecil yang memegang boneka dengan tatapan kosong, dada Myland terasa sesak.

"Kenapa... kau melakukan ini?" tanyanya, suaranya bergetar.

Myland tahu bahwa ini bukan hanya pertarungan fisik ini adalah pertarungan untuk hatinya, untuk kemampuannya menghadapi ketakutan yang menggerogotinya.

Letan tersenyum di balik topeng serigalanya, pedang-pedang rantainya bergetar dengan suara yang mengerikan.

"Ini adalah kebenaran dunia, Myland. Kau tak lebih dari seorang anak kecil yang tersesat dalam ilusi tentang kekuatan dan kehormatan. Aku hanya menunjukkan padamu... kenyataan."

Dengan lompatan tiba-tiba, Letan meluncur dari atap, rantai pedangnya berkilat dalam cahaya redup bulan. Myland terpaksa mengangkat pedangnya, menangkis serangan dengan segala tenaga yang ia miliki.

Namun, setiap benturan terasa lebih berat dari sebelumnya. Kekuatan Letan bukan hanya fisik; ada sesuatu yang gelap dan tak terlihat yang mengalir darinya, membuat serangannya semakin tak terbendung.

Myland terhuyung mundur, pedangnya bergetar di tangannya. Rasa takut dan ketakutan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya melilit tubuhnya seperti rantai tak kasat mata.

Setiap kali ia mencoba melawan, pikirannya terganggu oleh pemandangan mayat-mayat yang berserakan, suara tetesan darah yang jatuh dari tubuh yang tergantung, dan tatapan kosong gadis kecil yang seolah menatap langsung ke dalam jiwanya.

Letan mendekat dengan perlahan, setiap langkahnya terdengar seolah waktu berhenti.

"Pedangmu, Myland... kenapa kau berpikir ia tak bersinar? Kau telah kehilangan cahayamu. Dan tanpa cahaya itu, kau takkan bisa mengalahkanku."

Myland mencoba mengatur napasnya, namun pandangannya mulai kabur. Serangan berikutnya datang seperti badai, dan meski Myland berhasil menangkis beberapa tebasan Letan, ia tak bisa mengimbangi kecepatannya.

Rantai yang mengikat pedang Letan menghantam tubuhnya, membuatnya terlempar ke belakang.

Myland terhuyung, lututnya hampir menyerah.

"Aku... tidak akan menyerah." Meski tubuhnya terasa goyah, semangatnya belum sepenuhnya padam.

Di tengah semua kekacauan ini, Myland menggenggam pedangnya lebih erat, mencoba menemukan kekuatan di tengah kegelapan.

Letan hanya tertawa kecil, suaranya seperti paku yang menghujam telinga Myland.

"Kau bisa mencoba, Myland... tapi kegelapan sudah merasuki hatimu."

Pertarungan terus berlanjut, setiap serangan Letan seperti cambukan kegelapan yang mengoyak pertahanan Myland, membuatnya semakin lemah.

Tapi di balik kelemahan itu, ada sesuatu dalam diri Myland yang masih menyala, kecil tapi kuat seberkas cahaya yang belum pudar.

"Ini belum selesai..." Myland berbisik pada dirinya sendiri, berusaha bangkit sekali lagi, meski tubuhnya hampir tak mampu bergerak.

Letan melesat kearahnya lalu memegang kepala Myland memberikan penglihatan saat Leta membantai semua manusia setengah iblis di distrik ini.

Myland melihat keluarga Arden yang di bantai dan Arden yang berlari kerumah sementara ku.

Penglihatan itu membuat Myland menjadi dipenuhi amarah. Myland melihat Letan melumpuhkan teman-temannya. Amarahnya memuncak karena melihat Arden melukai Tadakara.

Tiba-tiba ia merasakan bahawa tubuhnya tenggelam ke alam bawah sadarnya.

"Myland, serahkan padaku."

Suara iblis di telinganya. Tubuh Myland terasa makin tenggelam.

"Siapa kau!!?"

Suara itu laku bergema kembali.

"Satan."

Myland mearasa amarahnya diserap, ia hilang kendali.

Saat Myland kehilangan kendali, Letan melihat mata Myland memerah. Pedang yang dipegang Myland mengeluarkan aura gelap.

"Satan, kau benar-benar memilih gadis ini?"

Myland atau bisa dibilang Satan mengangguk.

"Dia pantas mendapatkan pedang ini."

Letan lalu mulai menyerang Satan tetapi Satan menangkisnya dengan mudah. Letan mencoba mengikat Satan dengan rantai tetapi rantainya di putuskan dengan mudah.

"Kau mungkin sudah menangkap Beelzebub dan Mammon. Tapi kau tidak akan menangkap ku, aku adalah raja dari semua iblis dan dosa."

Satan menghempas Letan namun Letan berhasil menghindar. Letan dengan cepat bergerak keatah Satan dan ingin menyedot Satan ke dirinya, namun Satan mengayunkan pedangnya

Satan menyerang Letan berkali-kali namun Letan berhasil menghindarkan semua serangan.

Satan lalu berhasil menendang Letan. Satan hampir membunuh Letan namun Letan langsung menghilang.

"Dasar pengecut!"

Tiba-tiba dari belakang, Satan terkena siraman air. Kesadarannya perlahan agak teralih.

Satan berbalik dan melihat Karuna, kesadaran Myland kembali. Namun sesaat Myland pingsan.

Ia terbangun di tenda, wajahnya jelas menunjukkan kegelisahan. Ini diluar distrik iblis.

Mylnda melihat Arden tertidur dengan kepala Arden ada di perutnya. Karuna mencoba menyembuhkan Myland.

"Kau baik-baik saja?"

Revanna berbicara di sebelahnya.

Myland mengangguk, tatapannya kosong karena ada sedikit trauma setelah melihat hak gila di distrik.

Myland berfikir, kalau semau manusia setengah iblia disini binasa, maka Arden adalah satu-satunya manusia setengah iblis yang berasal dari Kerajaan Padang yang tersisa.

"Apakah, kalian baik-baik saja?"

Ekspresinya hampir menangis.

"Hei, tenanglah."

Karuna mengelus kepala Myland. Myland, orang paling muda di guild di tenangkan oleh teman-temannya.

"Kita di mana?"

"Kita di pusat kota, tapi kita aman." Ucap Revanna.

Keesokan harinya ia keluar menggunakan jubah dan kain untuk menutup-nutupi wajahnya karena sepertinya kerusuhan belum membaik.

Kerusuhan antara ras elf dan ras Hamal membuat rasa bersalah yang mendalam setelah ia mengingat kembali kejadian tersebut.

Mylnda pergi ke padang rumput terdekat dan duduk di sana sambil merenungkan sesuatu.

Tiba-tiba Tadakara datang.

"Kau baik-baik, Myland?"

Myland mengangguk. "Kenapa kau bisa menemukan ku disini?"

"Karena kau suka sekali berada di padang rumput."

Tadakara memgelus kepalanya.

"Apa kau mengalami trauma yang berat? Kalau kau butuh bantuan maka kau bisa memberitahukan nya pada ku."

Mylnda hanya mengangguk pelan.

Hujan tiba-tiba turun deras, hujan membasahi tubuh Myland dan Tadakra. Hujan juga membasahi pusat kota dimana sedang terjadi konflik yang amat besar di sana.

Pertumpahan darah di kota tidak terelakkan. Sihir hebat dari Ras Efl dan fisik kuat dari Ras Hamal berbenturan.

Orang terluka dan terkapar di tanah berada di mana-mana. Sedangkan Myland dan Tadakra duduk di padang rumput berdua di tengah hujan.

Tadakara lalu sedikit mengelus kepalanya.

"Kenapa orang-orang selalu mengelus kepala ku?"

"Karena kau yang terpendek dari kami semua."

Myland sedikit cemberut.

"Ngomong-ngomong, Tadakara, apakah kekuatan ku akan melukai orang lain? Apakah pedagang ku membawa bencana?"

"Apa maksudmu?"

"Setelah datang kesini, pria bertopeng itu mengejar ku bahkan membuat ku memulai semua kerusuhan ini. Ia juga membantai semua orang di Distrik Iblis mungkin karena ingin mengaktifkan kekuatan ku."

"Tidak Myland, mungkin itu hanya takdir, takdir yang membawamu kesuatu tempat yang belum kau jangaku."

Myland sedikit merenungkannya.

"Tumben sekali kata-kata mu membantu."

Myland laku tiba-tiba terfikirkan sesuatu.

"Tadakara, bisa tolong aku?"

Pada malam hari, Myland nekat keluar dari tenda, tempat persembunyiannya. Ia keluar menggunakan aksesoris ekor kucing dan tekinga kucing yang Tadakara beli tadi pagi.

Teksturnya sangat mirip dengan kucing sungguhan, hampir tidak bisa dibedakan. Saat ia keluar sepertinya orang-orang tidak terlalu mengenalinya karena aksesorisnya. Terlebih ia masih menggunakan jubah tetapi tidak terluka tertutup.

Myland keluar memancing Letan, namun ia malah melihat Tanako berlari ke jakan yang menuju Distrik Iblis.

"Apa yang ia lakukan?"

Myland mengikutinya. Sesampainya di gerbang distrik, langkah Myland terhenti. Ia melihat suasan yang mencekam, ia masih trauma dengan kejadian semalam.

Akhirnya Myland memberanikan langkahnya, dirinya benar-benar gemetaran memasuki distrik tersebut.

Tetapi Tanako mulai menyadari keberadaan Myland.

Myland menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan jantungnya yang berdegup kencang saat melangkah ke dalam Distrik Iblis.

Suara langkahnya teredam oleh suasana mencekam yang menyelimuti tempat itu.

Saat ia memasuki gerbang, bayangan-bayangan gelap menyambutnya, membuatnya teringat kembali akan kengerian yang pernah ia lihat.

Tiba-tiba, sosok Tanako muncul di hadapannya, wajahnya dipenuhi determinasi.

"Apa yang kau lakukan di sini, Myland?" serunya dengan nada penuh ancaman. Sebelum Myland bisa menjawab, Tanako meluncurkan serangan cepat dengan pedangnya, Mata Waktu.

Myland terkejut dan secara refleks mengangkat pedangnya, Pilar Kegelapan.

"Tunggu!" teriaknya, tetapi suara itu tenggelam dalam kegaduhan pertarungan yang segera terjadi.

Mata Waktu berkilau saat Tanako mengayunkannya, dan Myland merasakan aura misterius dari pedang itu.

Tanako tampak bergerak dengan kecepatan yang tidak bisa ia ikuti; setiap ayunan mengubah alur waktu, memperlambat detik-detik yang membuat Myland merasa seolah-olah terjebak dalam mimpi buruk.

Myland berusaha keras untuk mengatasi rasa takutnya. Ia memfokuskan pikirannya pada Pilar Kegelapan.

"Aku tidak akan mundur!" katanya pada dirinya sendiri. Dengan dorongan keberanian, ia menggunakan kekuatan pedangnya untuk menciptakan bayangan yang melindunginya.

Bayangan itu menyerap cahaya di sekitarnya, menciptakan kegelapan yang menutupi Tanako.

Tanako terhenti sejenak, tetapi hanya untuk mengubah strateginya.

"Kau pikir kau bisa mengalahkanku dengan kegelapan?" tanyanya, nada mengejek.

"Mata Waktu dapat melihat segala kemungkinan!"

Tanako memfokuskan kekuatan pedangnya, dan waktu di sekitar Myland terasa melambat.

Dengan presisi yang mengerikan, Tanako meluncurkan serangan yang mematikan.

Namun, dalam sekejap, Myland menggunakan bayangan untuk berpindah, menghindari serangan dengan lincah.

"Bagus, tetapi itu hanya awal!" Tanako menggeram, semakin marah.

Ia menggunakan Mata Waktu untuk mempercepat gerakannya, menghujani Myland dengan serangan bertubi-tubi.

Myland berjuang untuk bertahan, melawan serangan yang terus menerus menghujaninya.

Ia merasakan kegelapan di dalam dirinya, perasaan negatif yang ingin ia kendalikan. Dalam ketegangan itu, ia memusatkan kekuatan Pilar Kegelapan, menciptakan ilusi yang membuat Tanako bingung sejenak.

Namun, Tanako tidak tinggal diam. Ia menggunakan kemampuan pedangnya untuk melihat masa depan serangan Myland.

"Kau tidak bisa mengejutkanku!" teriak Tanako.

"Aku sudah tahu apa yang akan kau lakukan!"

Myland merasakan putus asa, tetapi ia tidak bisa menyerah. Dalam sekejap, dia ingat semua pelatihan dan persahabatan yang telah ia lalui.

Ia harus berjuang untuk orang-orang yang dia cintai. Dengan keberanian yang baru ditemukan, ia mengangkat Pilar Kegelapan dan melancarkan serangan balasan.

"Jika aku harus mengalahkanmu, maka aku akan melakukannya dengan cara ini!" Myland berteriak, mengeluarkan seluruh kekuatan pedangnya.

Kegelapan meluncur dari Pilar Kegelapan, menyelubungi Tanako dalam bayangan.

Namun, Tanako dengan cepat bereaksi. Ia menggunakan Mata Waktu untuk memperlambat serangan Myland, memotong kegelapan dengan presisi.

"Kau pikir kegelapan akan menang? Waktulah yang akan mendikte hasilnya!"

Serangan balasan Tanako mengenai Myland, membuatnya terhuyung. Rasa sakit menjalar di seluruh tubuhnya, tetapi dalam hatinya, Myland merasa ada cahaya kecil yang tidak ingin padam. Ia harus menemukan kekuatan itu.

Myland berfokus, berusaha memanggil kembali kekuatan dalam dirinya. Dalam saat-saat sulit, bayangan dari kegelapan mulai bersatu dengan cahaya harapan.

Ia berteriak, "Aku tidak akan menyerah!" dan mengayunkan Pilar Kegelapan sekali lagi, menggabungkan kekuatan keduanya.

Kekuatan itu meledak dalam gelombang, menciptakan suara gemuruh yang mengguncang seluruh distrik.

Myland merasakan aliran energi yang mengalir dalam dirinya. Dalam momen itu, ia menyadari bahwa ia bukan hanya bertarung melawan Tanako, tetapi juga melawan ketakutannya sendiri.

Dengan keyakinan baru, Myland menatap Tanako. "Aku akan membuktikan bahwa kegelapan dapat menjadi cahaya dalam kegelapan!" Dan dengan itu, Myland menyerang, berusaha untuk membebaskan dirinya dari belenggu ketakutan dan menghadapi musuhnya dengan keberanian sejati.

Myland terhuyung setelah serangan Tanako, tetapi di dalam dirinya, sesuatu mulai bangkit.

Rasa sakitnya bertransformasi menjadi amarah yang membara. Dalam momen keputusasaan, ia merasakan kehadiran gelap di dalam dirinya Satan, iblis dari Sins of Wrath, bangkit dengan kekuatan yang menakutkan.

"Sekarang saatnya, Myland," suara Satan bergema di pikirannya, menyalakan nyala kemarahan.

"Bebaskan dirimu dari belenggu ini dan tunjukkan kekuatan sejati!"

Dengan dorongan itu, kekuatan gelap mengalir dari Pilar Kegelapan, melingkupi Myland dalam aura menakutkan.

Tanako terkejut, merasakan perubahan yang mendalam dalam lawannya. "Apa yang terjadi padamu?" tanyanya, sedikit terintimidasi oleh perubahan itu.

"Kau tidak tahu betapa kuatnya kegelapan ini!" Myland berteriak, suaranya bergetar dengan emosi.

Dengan satu gerakan, ia memanggil bayangan gelap yang merambat dari pedangnya, menciptakan dinding perlindungan di sekelilingnya.

Tanako, merasakan ancaman, mencoba untuk menyerang lagi. Ia meluncurkan beberapa serangan cepat, tetapi Myland kini bergerak dengan kecepatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Kegelapan membantunya menghindari setiap tebasan, seolah-olah waktu terasa melambat baginya.

"Mata Waktu tidak akan membantumu sekarang!" Myland mengaum, mengayunkan Pilar Kegelapan. Kekuatan dari pedangnya menciptakan gelombang energi yang menghempaskan Tanako mundur.

Tanako berjuang untuk mendapatkan kembali kendali. "Kau mungkin lebih kuat, tetapi aku masih bisa mengalahkanmu!" Ia memfokuskan kekuatan pedangnya, mencoba memperlambat waktu di sekitarnya. Tetapi kali ini, Myland tidak terpengaruh.

"Dengarkan aku, Myland. Gunakan kemarahanmu!" suara Satan menggema. Dalam kekacauan, Myland merasakan kekuatan dalam dirinya tumbuh lebih besar, merasuk ke seluruh tubuhnya.

Ketika Tanako menyerang dengan tebasan yang tajam, Myland melawan balik dengan kekuatan baru.

"Aku tidak akan membiarkanmu mengendalikan hidupku!" teriaknya, mengarahkan Pilar Kegelapan ke arah Tanako.

Serangan itu mengenai Tanako, tetapi bukan tanpa biaya. Tanako berbalik, mengaktifkan Mata Waktu untuk melihat ke masa depan, menghindari serangan yang seharusnya mematikannya.

"Kau tidak bisa terus-menerus mengandalkan kekuatan gelap ini, Myland!" serunya, berusaha untuk meredakan serangan selanjutnya.

Namun, Myland kini merasakan semangat baru. Dengan setiap ayunan, ia tidak hanya menyerang Tanako, tetapi juga menghadapi ketakutan dalam dirinya sendiri.

"Kegelapan bukanlah musuhku! Ini adalah bagian dari diriku!" Myland menggeram, mengayunkan pedangnya dengan kecepatan yang belum pernah ia lakukan sebelumnya.

Tanako terpaksa mundur, terkejut oleh kecepatan dan kekuatan Myland.

"Kau... kau sudah mengubah diri menjadi monster!"

"Monster? Tidak! Aku adalah apa yang dunia buat aku menjadi!" Myland menjawab, dan dengan itu, ia melepaskan gelombang energi kegelapan yang membuat tanah bergetar.

Pertarungan semakin sengit. Myland dan Tanako saling menyerang, masing-masing mengeluarkan semua kekuatan mereka.

Tanako menggunakan kemampuan Mata Waktu untuk meramalkan setiap serangan, tetapi Myland, dengan pengaruh Satan, mulai menyadari ritme dan pola Tanako.

Kegelapan mengelilingi Myland, memberinya kekuatan untuk meresapi semua emosi yang ada baik amarah, kesedihan, dan harapan. Setiap serangan yang dilakukan Tanako semakin melemah, dan Myland menemukan ketenangan di dalam kekacauan.

Dengan satu serangan akhir, Myland mengayunkan Pilar Kegelapan, menciptakan badai bayangan yang menyelimuti Tanako.

"Aku akan mengakhiri ini!" teriaknya, menyerang dengan semua kekuatan yang ia miliki, menggabungkan kegelapan dan cahaya yang tersisa di dalam hatinya.

Suara ledakan menggema saat serangan itu menghantam Tanako, membuat seluruh distrik bergetar.

Myland merasakan kehadiran Satan di dalamnya, tetapi kali ini, ia tidak merasa terjebak. Ia merasa kuat, merdeka dari rasa takut yang selama ini mengurungnya.

Di tengah kegelapan dan ledakan itu, Myland berdiri, siap menghadapi apapun yang akan datang, tidak hanya sebagai seorang pejuang, tetapi sebagai dirinya sendiri.

Tiba-tiba tubuhnya terasa tenggelam, Satan menguasai tubuhnya.

"Aku oercaya padamu."

Suara tawa jahat terdengar bergema di telinga Myland.

Ia sekarang hanya menutupi matanya.