Chereads / Lucylle / Chapter 29 - 29 - The Chosen Seer

Chapter 29 - 29 - The Chosen Seer

   Beberapa waktu sebelum Veridith tiba pada perpustakaan agung Edenfell.

Di dalam goa yang gelap dan dingin, dikelilingi oleh dinding batu yang menjulang tinggi, ras Velgoth-makhluk bertanduk penghisap darah yang memerintah dalam bayangan-kedatangan tamu tak terduga dari dunia luar.

   Cahaya obor yang redup memantulkan bayangan besar di dinding-dinding goa, sementara Lorash, sang pemimpin Velgoth, duduk tenang di atas batu besar, meminum darah hangat dari seekor kelinci yang baru saja dibunuh. Tubuhnya membungkuk sebentar sebelum dia mendongak dengan tajam ke arah mulut goa.

   Lorash merasakan kehadiran yang berbeda, suara langkah kaki yang lembut namun tegas semakin mendekat. Para pengikut yang ada di goa segera bertindak, menyerbu ke depan dengan kewaspadaan yang terlatih, mata mereka menyala di kegelapan, siap untuk bertempur.

   Namun, Lorash segera mengangkat satu tangan dengan isyarat yang tenang, "Orwen, tenanglah. Aku mengenalinya," katanya dengan suara dalam yang penuh keyakinan.

   Orwen, penasihat terpercaya Lorash, menahan langkahnya, meskipun ragu. Bersama yang lain, ia menunggu dengan waspada. Cahaya dari obor yang menyala samar di sekitar goa memantulkan sosok tamu yang misterius itu-seorang pria berjubah merah dengan tudung yang menutupi wajahnya.

   Lorash, masih duduk di tahtanya yang terbuat dari batu kasar, berbicara dengan suara yang rendah namun jelas, "Jika kau datang kemari untuk meminta sesuatu, ketahuilah aku tak membantu siapapun." kalimat itu diucapkan dengan penuh rasa superioritas.

   Pria berjubah itu tersenyum tipis, hampir tidak terlihat pergerakan di bibirnya. "Kalau begitu, mari kita buat kesepakatan," jawabnya sambil membuka tudung dengan gerakan lambat.

   Cahaya obor menangkap wajahnya yang kini terlihat sepenuhnya-Orwen, yang sejak tadi berdiri di belakang Lorash, menggeram pelan, "Hanya satu orang di hutan ini yang selalu menjanjikan segalanya... Norven. Jadi, apa yang kau inginkan kali ini?"

   Norven hanya mengangguk perlahan, lalu memandang sekeliling goa dengan tenang, memperhatikan para Velgoth yang menatapnya dengan kecurigaan. "Aku terkejut mendengar kabar tentang kematian Elberon," ucapnya dengan nada datar, seakan membicarakan sesuatu yang biasa.

   Lorash mengangkat kepalanya sedikit, tatapan matanya bertemu dengan Norven, seolah-olah sedang mengukur niat tersembunyi darinya. "Bicaralah dengan jelas." jawabnya sinis.

   

✦✦✦

     

   Norven tetap tenang. "Cepat atau lambat, para Guardian akan datang mencarimu. Kematian Elberon hanyalah kalimat pembuka." kalimat itu keluar dengan tenang, namun setiap kata seolah-olah membawa ancaman yang berat. Lorash tertawa terbahak-bahak, suaranya menggema di dalam goa.

   Beberapa Velgoth lainnya ikut tertawa, seolah-olah mereka tidak mempercayai ancaman yang datang dari Norven. "Para Guardian yang kau takutkan itu... tidak akan mendapatkan apa pun di sini." jawab salah satu pengikut Lorash yang mulai mendekati Norven, tampak tidak terkesan.

   Namun, Norven tetap tenang, merogoh jubahnya dan mengeluarkan secarik kertas lusuh yang tampak tua. Dia membuka gulungan kertas itu dan membacakannya dengan jelas, suaranya penuh keyakinan, "Setelah kematian Rodhin, kau, Lorash, adalah pengganti yang paling kuat untuk menjadi juru kunci pada Chapel Milory."

   Para Velgoth lainnya mulai berbisik di antara mereka, mata mereka beralih dari Norven ke Lorash. "Juru Kunci" memiliki makna besar, sebuah peran yang melibatkan kekuasaan dan takdir Edenfell. Norven menatap lurus ke mata Lorash, berbicara dengan intensitas yang lebih tajam, "Kita melayani tuan yang sama, Lorash. Kau bisa saja menjadi juru kunci Skellsith sebelum aku. Namun, kau tak pernah tertarik."

   Lorash tetap tenang, meskipun mata kelamnya sedikit menyipit. "Apa sebenarnya yang ingin kau sampaikan, Norven?" tanyanya, kali ini dengan nada lebih serius. Norven tersenyum, ia kemudian membalikkan tubuhnya sejenak. Hingga seekor kelelawar hitam terbang masuk ke dalam goa lalu hinggap di pundaknya.

   "Para pengikut Enronn sedang bergerak. Mereka tidak akan berhenti sampai kita semua jatuh. Kematian Elberon hanyalah permulaan, sebuah tragedi kecil untuk memulai kekacauan yang lebih besar," ucapnya sembari menyentuh kelelawar itu dengan lembut.

   Lorash tetap diam, tapi ketegangan di antara para Velgoth semakin terasa. Orwen menggelengkan kepalanya perlahan, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Velgoth lainnya mulai bergumam, sebuah nama mulai mengemuka dari bibir mereka. Ramalan tentang manusia yang akan membawa jiwa Volkor kembali.

   "Aku telah menemukan keturunannya."

Norven kembali menatap Lorash, kali ini matanya penuh maksud tersembunyi. Keheningan menyelimuti goa, setiap Velgoth menahan napas mendengar kalimat tersebut.

   Namun, dengan nada datar, ia bertanya lagi,"apa yang kau harapkan dariku?" bahkan Lorash, yang biasanya tak tergoyahkan, kini mulai melunak.

   Norven, yang sejak awal berbicara dengan tenang, kali ini memberikan jawabannya tanpa ragu, "Aku tidak datang kemari sebagai tamu. Akan ada perselisihan besar yang tak bisa dihindari. Manusia ini... dia akan mengundang ancaman sekaligus keajaiban bagi mereka."

   Orwen, yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara. Matanya penuh kebencian yang tertahan. "Kau berbicara seolah-olah kami adalah sekutumu, Norven."

   Norven hanya memutar pandangannya, menganggap ucapan Orwen sebagai gangguan kecil. "Berjanjilah untuk menjaga anak manusia ini, Lorash," lanjutnya, "dan aku akan memastikan tempat bagimu dan para pengikutmu disana."

   Lorash tetap tidak mengucapkan sepatah kata pun. Namun, dari ekspresinya yang tenang dan tidak terganggu, Norven tahu bahwa penawarannya telah diterima. Dengan seringai kecil, Norven berbalik, kelelawar di pundaknya melengking dengan nyaring.

   "Law III: Soulbond Exchange." Dalam sekejap, makhluk itu melesat ke dalam mulut Norven, kepalanya bergetar hebat. Tubuh Norven mulai berubah, kulitnya mengeras, lalu perlahan-lahan terkelupas menjadi serpihan batu yang beterbangan seperti debu.

   

✦✦✦

   

    Dibalik serpihan itu, berdiri seorang anak, dengan mata yang terbelalak tanpa sadar membuatnya terjatuh tepat di hadapan Orwen, seketika ia bertukar pandang dengan sang raja. Lorash segera menganggukkan kepalanya, menandakan bahwa ia setuju jika para Velgoth harus menjaga manusia ini demi tujuan yang besar.

   "Sungguh, tuanku, luar biasa bagaimana sihir Norven bekerja," ucap Orwen, ia menyembunyikan nada ketidaksetujuan dalam suaranya. Orwen berdiri tegap, meskipun bayangan kegelisahan mulai tampak jelas di matanya. Sang pemimpin yang ia hormati, baru saja membuat keputusan yang terasa mengancam.

   Para Velgoth-makhluk malam yang telah bertahan dengan membangun tembok kegelapan di sekitar goa-goa mereka, jauh dari segala yang fana. Dan kini, Pemimpin mereka tidak keberatan untuk menjaga anak manusia, hanya karena janji yang Norven bisikkan.

   Lorash hanya menatap ke depan, matanya penuh ketenangan yang membuat suasana di sekitarnya semakin tegang. "Apakah kau keberatan dengan keputusanku, Orwen?" tanyanya, suaranya datar, hampir tanpa emosi.

   "Anak ini, jika benar ia adalah penerus yang diramalkan tuan, kami yakin ia membawa sesuatu yang lebih dari sekadar darah manusia-mereka tidak terikat oleh aturan yang sama seperti kita. Kehadirannya saja dapat menarik perhatian para Guardian, atau bahkan lebih buruk... keberadaan lain yang tak kita pahami." jawab Orwen perlahan serta memilih kata-katanya dengan cermat.

   Lorash mengangkat alisnya, tampak terhibur oleh keberanian Orwen yang halus. "Jika Norven benar, lebih baik dia ada dibawah kendali kita daripada diluar sana, ditangan pengikut Enronn dan para Guardian."

   "Dan bagaimana jika kesaksian Norven salah, tuanku?" Orwen akhirnya bertanya, suaranya penuh kehati-hatian.

   "Maka dia akan membayar dengan harga yang mahal untuk hidupnya." sahut Lorash tersenyum ironis serta tanpa keraguan sedikitpun.

   Mereka mengelilingi anak manusia itu dengan tatapan penuh teka-teki, melihat sang bocah yang perlahan tersadar dari pingsannya. Raut wajah Ramiel tampak membeku setelah terdiam di tempat yang Norven pijak sebelumnya.

   "Serukan namamu dengan lantang." perintah sang pemimpin tertinggi, ia duduk disana dengan kharismanya yang kuat.

   Anak itu tidak langsung menjawab. Dengan kesadaran yang mulai membaik, dia melihat sekelilingnya dengan ragu. Keheningan itu berlangsung lama, hingga salah satu Velgoth berekor lancip menghampirinya dan berkata,

   "Para dewa telah mengecilkan harapan kita dengan mengutus anak yang lemah." ia terlihat berbicara dengan frustasi lalu menadahkan tangannya keatas.

   "Kuatkanlah hatimu, Emer, kemenangan milik mereka yang teguh pada keyakinannya." sahut Velgoth wanita di belakangnya.

    

✦━━━✦