Sesaat sebelum ledakan hebat memenuhi seluruh Edenfell dengan kilatan cahaya, Veridith melihat ruang kegelapan milik Umbra Noctis. Didalamnya, ia melihat dirinya yang semakin dekat dengan kematian. "Kematian? itukah yang disebut akhir oleh para makhluk hidup?" begitu pikirnya.
Dalam waktu yang seakan berhenti, ia menyaksikan kilas balik perjalanan hidupnya. Semua pertempuran yang pernah ia jalani, kedamaian yang ia ciptakan, harapan yang ia raih. Namun tetap, mulut Umbra Noctis semakin membesar, hingga matanya memancarkan sinar keunguan yang menyoroti langit malam.
Lalu pada hitungan detik, makhluk kegelapan itu melepaskan ledakan energi serta menyerap eksistensi sang Guardian. Dengan sihir milik Dorothy yang diperkuat, serta ikatan jiwanya bersama Norven, keduanya berusaha setengah mati untuk menahan efek kejut dari energi Umbra Noctis.
Sungguh kekuatan besar yang datang dari dunia luar, begitu pikir mereka. Kegelapan yang dihasilkan oleh Norven ternyata tidak sampai separuh dampak letusan perut Umbra Noctis, yang sesaat menyelimuti mereka dalam kekosongan. Mata tak dapat memandang, hidung tak dapat mencium bau, hanya detak jantung yang dapat telinga dengar.
"Deg.. Deg.." tanpa diketahui, sebuah suara muncul dari kehampaan yang seolah tak berujung. "Deg.. Deg..." Norven dan Dorothy saling membelakangi, apakah pertarungan mereka telah usai? "Deg.. Deg..." sampai kapan pemandangan gelap gulita ini berakhir? "Deg.. Deg.."
"Makhluk kuno itu, tuan. Apa yang terjadi padanya setelah melesatkan serangan. sebesar ini?" tanya Dorothy, ia mencoba meraih kulit Norven dalam kegelapan.
Norven mengatur napasnya, ia masih merasakan sakit yang berkepanjangan akibat kemampuan "Aether" milik Veridith. "Fisiknya akan hilang. Namun jiwanya akan tetap membentuk tubuhnya kembali, entah hingga berapa lama."
"Kontrak singkatku dengannya, aku telah mempertaruhkan seratus tahun waktuku agar bisa menjatuhkan para Guardian." lanjut Norven.
Dengan sekejap, mereka berdua merinding. Sekujur tubuh mereka merasakan semilir angin yang lamban dari udara, bahkan helaian rambut Dorothy kian tertiup keatas. Di dalam sihir "Endless Night" dan "Cloak of Enigma," tak satupun fenomena alami dapat terjadi, keduanya telah berada di lingkup ruang yang berbeda.
Tiba-tiba, suara nyaring menggema di antara kehampaan. seperti sebuah Lonceng yang berbunyi sangat keras di langit. Norven terhenyak, hatinya berdegup lebih cepat. Suara itu mengisi ruang di sekelilingnya, membuat Dorothy kian memegang tangannya lebih erat. "Ini tidak mungkin terjadi." gumam wanita itu.
Ketika suara lonceng itu terus bergema, langit mulai bergetar. Sebuah cahaya keemasan muncul, menembus kegelapan malam. Norven menatap dengan penuh ketakutan. Dia menyaksikan bentuk menjulang meluncur dari atas, seakan menantang hukum alam.
✦✦✦
"Kekuatan sebesar itu nyata." wajah Fyrel terlihat cemas, ia berjalan mendekat ke arah Theron yang sedang meringis kecil akibat lukanya. "Bagaimana ia mampu melakukannya?" lanjut sang Munchkin.
Theron tetap tak bergeming dengan pertanyaan itu, ia pelan-pelan merangkak kembali kedalam rumah jamur, serta menyeringai. Theron seakan berpikir, setelah terdiam dalam lamunannya. Lalu ia berusaha mengatur napas di dadanya agar dapat berbicara, "mereka....." bisik Theron, "Menurutmu bagaimana para manusia bisa memimpin dunia ini? Sedangkan fisik mereka rapuh, umur mereka pun singkat."
Seluruh Munchkin yang dihadapannya terdiam, tak dapat menjawab. Mereka paham jika usia Theron bahkan melebihi leluhur mereka. Namun Lycan, makhluk yang licik dan berdarah panas, tidak jauh berbeda dengan hewan buas lainnya. Menjadikan mereka makhluk yang tak layak dihormati.
"Hanya... Manusia dan makhluk Sorcien yang dikaruniai pengetahuan tentang bahasa Ascaryn." ujar Theron terbata-bata, sembari menahan luka sayatannya. "Namun Hathrim (neraka) telah menurunkan titah terlarangnya untuk seluruh umat tanpa terkecuali."
Pegg sang Golem hutan lalu menekankan situasi dengan berkata, "Kau mengatakan jika Norven?" sebelum melanjutkan ucapannya, Theron langsung melihat mata Pegg seolah menyiratkan bahwa itulah kebenaran yang ada.
"Zarath," Ywen kembali menimpali. "Rangkaian huruf yang berisi sanjungan kepada sang iblis." Ywen adalah salah satu keturunan dari leluhur para Munchkin. Mereka merupakan pengembara yang hidup dengan berpindah tempat, sehingga banyak Munchkin telah mencatat berbagai hal yang mereka lihat di dunia ini.
Salah satunya adalah batu nisan dengan bahasa Zarath di permukaannya. Manusia yang tak terpilih untuk membaca simbol-simbol Ascaryn, mereka secara sukarela memilih untuk masuk ke dalam neraka akibat menyanjung dan memuja penduduk Hathrim.
"Apa yang ia korbankan? Sehingga para iblis rela memberinya kekuatan yang begitu absolut?" Fyrel lalu memandang keluar sekali lagi, cahaya terang yang terpancar dari kejauhan kini mulai redup kembali. "Lalu ledakan ini, benarkah itu miliknya? Norven sang juru kunci?"
Pegg ikut menyaksikan langit senja yang cerah, "Cahaya bukanlah sesuatu yang dapat diperintah oleh iblis," namun ekspresi wajah Pegg mendadak cemas karena pikiran di benaknya. "Penghakiman mungkin telah dimulai, setelah ratusan tahun.."
"Hey Hey.... Ada apa denganmu?" tanya Fyrel, ia menoleh kearah Pegg yang sedang berdiri memaku diluar rumah jamur. Para Munchkin lainnya juga memandang ke langit dengan mata yang berbinar seolah takjub
Pegg berkata setelahnya, "Inilah buah kekuatan dari surga."
✦✦✦
Tombak emas berukuran raksasa segera jatuh dari langit, melesat dengan kecepatan yang mematikan. Cahaya terang memancar dari ujung tombak itu, seakan membakar langit malam. Norven hanya bisa terperangah menyaksikannya, ia hanya bisa terpaku, sebelum senjata besar tersebut menancap tepat di dadanya.
Rasa sakit menjalar secepat kilat, menyebar ke seluruh tubuhnya. Kemudian Norven segera terjatuh dengan posisi berlutut di hadapan Dorothy. Ratusan kali Dorothy berupaya merapalkan mantra "Ethereal" pada tuannya, namun energi Lunic pada tubuhnya tak sedikitpun tersisa.
Langit yang gelap berkat "Endless Night" pun terhenti, membuat fisik mereka berdua kembali seperti sedia kala, lemah dan rapuh. Kemudian tombak raksasa segera menghilang, menyisakan Norven yang terjatuh tak berdaya. Meskipun luka akibat tusukan melebar, itu tak dapat langsung membunuh sang Suksesor.
"Tolong bertahanlah tuan." Dorothy beranjak dari tempatnya berdiri untuk membawa tubuh Norven pergi. Namun pertarungan yang mereka lakukan pada wilayah agung Skellsith, akhirnya disadari oleh sebagian besar makhluk Edenfell setelah hancurnya mantra milik Dorothy. Para Munchkin, Troll gunung, kelompok Finged, bangsa Necroth, serta kawanan Imp kerdil.
"Ugh.. Bodohnya aku.... Berpikir jika... kekuatan Veridith hanya sebatas..." Norven tak sempat melanjutkan ucapannya, ia tersenyum setelah menyentuh bahu Dorothy yang kian membopong tubuhnya. Karena tidak bisa digerakkan lebih jauh, tubuh renta Norven itu seakan menjadi lebih berat.
Darah mengalir perlahan dari sudut bibirnya, lalu Norven menunjuk keatas langit dengan jemarinya. Tampak awas membentuk pusaran besar, memutar dengan lamban. "Sudah... dimulai.." katanya. Saat angin semakin kuat, kilatan cahaya mulai turun dari tengah pusaran, menyentuh tanah dengan dentuman berat yang menggema.
Suara itu menghantam telinga Norven seperti palu, membuatnya meringis. "Langit dan bumi menjadi saksi, hanya kebenaran yang akan tersisa. Penghakiman dimulai!" jantung Norven seakan diikat oleh rantai, memberinya rasa sakit yang luar biasa.
Berjalan dengan mantap dan tegas, Veridith, ia adalah yang mulia hakim dalam pengadilan ini. Dari cahaya keemasan, sebuah altar yang megah muncul di tengah mereka, terbuat dari marmer putih yang bersinar. Disana terdapat tiang berornamen daun zaitun serta burung-burung Serafim putih berterbangan di sekitarnya, inilah "Law I: Final Ascension."
Penghakiman ini menjadi panggung dari keputusan yang akan menentukan nasib Norven. Pembunuh dari Elberon, atau saksi yang tak bersalah?
✦━━━✦