"Sampai dimana pembicaraan kita?" mereka berdua, Norven dan Veridith, kini berhadapan satu sama lain.
"Tatapan licikmu tak pernah sekalipun berubah, Norven." ucap sang Guardian, perlahan mengencangkan sepasang sayapnya.
Di samping Norven, Dorothy berdiri diam, wajahnya menyiratkan kewaspadaan. Angin yang berhembus dari kepakan sayap Veridith membuat jubahnya berdesir lembut. Kemudian sang Suksesor mengangkat tangannya sedikit, sebuah isyarat yang hanya bisa dipahami oleh Dorothy. Tetap tenang, jangan bertindak gegabah.
Norven mengulas senyuman tipis, "jangan angkuh, kau hanya makhluk yang lahir melalui rangkaian huruf lama."
Veridith menyeringai, seolah terpancing oleh kata-kata Norven. "Tampaknya, bertahun-tahun menjaga tempat ini telah memberimu kecakapan dalam berbicara."
Norven tak menjawabnya dengan cepat. Ia hanya berdiri, tak bergeming meski hembusan angin tak beranjak pergi. Sementara kawanan kelelawar diatasnya terus-menerus mengawasi sekeliling. Norven melangkah lebih dekat, hanya sejengkal dari Veridith.
"Pergilah dari sini. Apapun kesaksianku, toh kau akan tetap menyeretku pada penghakiman." ucap Norven sembari membawa kantung kulit di tangannya. "Aku ingin menyantap daging domba pagi ini."
Veridith tertawa oleh ucapan yang terdengar pasrah darinya, "Seluruh Edenfell tahu, Norven, kaulah yang hendak menemui manusia itu."
"Ambisimu kuat, namun sangat disayangkan kau memilih untuk berada pada jalan yang berbeda." lanjut Veridith.
Sementara Dorothy memegangi cincin di jarinya yang juga terpasang pada jemari Norven. Cincin itu merupakan perjanjian suci, penghubung hidup dan mati. Melalui benda itu, Dorothy bisa merasakan gejolak batin Norven. Bahkan saat Dorothy mengetahui isi hatinya, ia masih terkejut.
Tanpa aba-aba, Dorothy menyaksikan Norven yang dengan cepat mengangkat kedua tangannya keatas. Saat itu juga, langit mulai berubah. Perlahan-lahan, cahaya matahari tersapu, digantikan oleh kegelapan yang merayap seperti selimut malam yang tebal.
Norven menoleh sedikit ke arah Dorothy, menyiratkan bahwa ia tahu jika Veridith-tak sembarang makhluk bisa menghadapinya, namun apa yang akan terjadi sudah tertulis di takdir mereka. "Hari ini akan melelahkan, Rendle, kita akan membunuh sang pelindung Edenfell terkuat! Golden Soul Veridith!" ujar Norven, suaranya menggema. "Law II: Endless Night."
✦✦✦
Kini Veridith menyadari bahaya yang datang. Ia segera menggerakkan sayapnya dengan keras, menciptakan gelombang udara yang mengguncang tanah di bawah mereka. Lalu awan hitam berkumpul, menutupi langit Edenfell seolah dunia hendak tenggelam oleh malam.
Kemudian ia secepatnya bereaksi untuk melawan mantra tersebut dengan "Law III: Radiant Shield," kekuatan yang dapat menciptakan perisai pelindung dari sehelai sayapnya. "Kau berniat menyingkirkanku hanya karena obsesimu terhadap mereka?"
"Kekuatan sebesar ini, darimana sebenarnya asalmu?" gumam sang Guardian, ia sadar kegelapan milik Norven ini menyerap semua cahaya di sekitar yang menjadi sumber kekuatannya.
Norven tersenyum puas seolah menyambut kemenangan, "sayap emas milikmu, tidaklah setara dengannya."
Dorothy yang berdiri disamping Norven tidaklah diam, ia merapalkan mantra pamungkasnya sejak awal, "Law III : Cloak of Enigma." Sehingga keberadaan, serta pertarungan mereka tak dapat dirasakan oleh makhluk lain disekitarnya.
Setelah lama menahan kekuatan gelap yang mencoba menelannya, Veridith memutuskan terbang menjauh dari sana. Ia melesat dengan sangat cepat, mencoba keluar dari malam tanpa akhir ini. Tetapi sial, Veridith tak sejengkal pun pindah dari tempat dirinya dan Norven berada.
Sang Suksesor menahan tangannya agar mantra tetap berjalan, sementara Dorothy lah yang menjaganya dari serangan sang Guardian. Beberapa kali Veridith menyerang mereka dengan "Law III : Luminous Burst." yang dapat melepaskan gelombang energi dari tubuhnya, namun cahaya sekitar telah redup.
Kini langit malam lah yang mengambil alih, semua upaya Veridith seolah terserap oleh kemampuan Norven. "Kau hanya mencoba mengulur waktumu, Norven!" teriak Veridith menggema, ia memutar tubuhnya di udara, merapatkan sayapnya hingga kilauan emas tersorot di sekeliling tubuhnya. "Law II: Heaven's Wrath."
Terpancarlah sinar-sinar putih yang melesat ke segala arah, seperti kilat surgawi yang menghujani lawan. Setiap bulu-bulu dari sepasang sayap seakan membakar udara, memotong ruang kegelapan dengan kecepatan yang luar biasa.
Dorothy, segera mengangkat tangannya, menciptakan sebuah domain yang melingkupi dirinya dan Norven, "Law III: Aegis of Shadows." menyerap sebagian serangan Veridith yang menghujam terus menerus. Meskipun dengan pertahanan pamungkas Dorothy, dampaknya tetap terasa kuat-tanah di sekitar mereka meleleh oleh panasnya cahaya, dan udara bergetar oleh gelombang kejut yang dilepaskan.
Sementara mantra "Endless Night" milik Norven, dapat memperlemah kekuatan fisik maupun magis pada lawannya, kemampuan itu juga memperkuat Dorothy yang berada dalam jangkauan Norven. Lalu setelah ia melihat Veridith yang kian mendekat, dengan gerakan anggun, ia memainkan jari-jemarinya.
"Jawab panggilanku, Umbra Noctis." suara Norven semakin dalam, seolah menembus ruang kehampaan.
✦✦✦
Dari dalam lipatan-lipatan bayangan, sesuatu mulai bergerak. Angin berhenti. Bahkan suara gemerincing sayap Veridith seketika lenyap, tenggelam oleh kesunyian yang menyeramkan. Veridith melihatnya, makhluk itu muncul dari celah di antara kegelapan.
Sosok bayangan absolut, entitas yang berasal dari kekosongan. Mata Umbra Noctis adalah dua bola cahaya ungu yang tidak memancarkan sinar, melainkan justru menyerapnya. Sepasang tanduk melengkung keluar dari kepala sang makhluk. Ekor panjangnya berayun perlahan, meninggalkan jejak gelombang bayangan di tanah sekitar.
Secara tiba-tiba makhluk itu kemudian melayang, serta terbang dengan bebas di dalam mantra "Endless Night." menyatu dengan sempurna oleh kabut di sekitarnya. Veridith tak tinggal diam, ia melejit untuk memberi pukulan kuat yang diarahkan tepat pada Norven, mencoba menghentikan sang Suksesor dengan satu serangan mematikan.
Namun, secepat cahaya yang ia ciptakan, bayangan dari Umbra Noctis menyusup dari balik kegelapan, bergerak bagaikan gas yang tiba-tiba berubah padat. Dua lengan mulai terbentuk dari tubuh amorf makhluk itu, dan kini menahan pukulan Veridith sebelum dapat menyentuh Norven.
Terdengar suara dentingan yang aneh-bukan logam bertemu logam, melainkan suara seperti udara yang diremuk oleh bayangan. Gerakan Veridith terhenti hingga terpental sedikit ke belakang. Mata ungu Noctis bersinar samar, menyerap sisa energi dari pukulan itu. Sementara tubuhnya kembali menyebar, menyelimuti Norven dalam perlindungan.
Perlawanan Veridith tidaklah sia-sia. Meski pukulannya dihentikan, kini Norven terkena dampak yang mematikan. Seluruh tubuhnya terasa panas seolah dibakar hidup-hidup, ini merupakan teknik dari Veridith bernama "Law II: Scorch of Aether." serangan Veridith sebelumnya, hanyalah untuk menyebar energi Aether murni agar mengalir dan terkonsentrasi pada satu titik-tepat di tubuh musuh yang telah ia targetkan.
Begitu terkunci, lawan merasakan tekanan luar biasa yang seolah-olah gravitasi di sekitar tubuhnya berubah. Dorothy mengamati perubahan yang halus namun terasa jelas dalam perasaannya. Cincin di jarinya. Saat ini ia merasakan gejolak di dalam hati Norven-entah itu amarah, kegelisahan, atau ketidakpastian.
"Ugh... Kemampuan tingkat tinggi, berapa banyak lagi yang ia miliki?" pikir Norven sembari meneteskan darah pada batuknya.
Segera Dorothy memberi efek dari mantra "Law IV: Ethereal," pada Norven. Cahaya lembut berwarna biru memancar melalui tangannya, mengalir seperti air sungai jernih. Teknik ini memiliki kekuatan penyembuh dan penetral, diciptakan untuk memperbaiki kerusakan fisik maupun magis yang diterima oleh sang pengguna serta sekutunya.
"Aku tak bisa memastikannya tuan, teknik ini semestinya berada di tingkat II atau bahkan, tingkat I." sahut Dorothy yang menempatkan pergelangan tangannya ke belakang punggung Norven.
Veridith, yang menyadari efek kenampuannya mulai berkurang, tak berniat memberikan mereka jeda. Dengan sayap emasnya yang terbentang, sang Guardian kembali meluncur ke arah Norven, siap melayangkan beberapa serangan lanjutan. Namun kali ini, Umbra Noctis, bergerak lebih cepat dari kecepatan cahaya miliknya.
Noctis menjebak Veridith dalam cengkeraman bayangannya, tangannya menjerat tubuh sang Guardian, serta menariknya lebih dalam pada awan yang berputar di sekitar mereka. Veridith mengepalkan tinjunya, melayangkan pukulan ke arah kepala Noctis. Namun, setiap perlawanan yang ia lancarkan seolah menabrak kekosongan.
Tubuh Noctis bergetar dan memecah menjadi kabut, sebelum dengan cepat menyatu kembali, tak terpengaruh oleh serangan itu. Sementara itu, Norven berdiri beberapa langkah di belakang Noctis, menyaksikan perjuangan Veridith. Mata dinginnya memancarkan kepuasan.
"Kedamaian yang panjang berhasil membuat pedangmu menumpul," suara serak Norven seakan menusuk hati Veridith.
Umbra Noctis merupakan iblis yang hidup dalam ruang kekosongan, lebih tua daripada bintang-bintang. Dalam legenda kuno, makhluk ini telah mati berabad-abad lalu. "Selesai tuan, pembatas telah disempurnakan!" ujar Dorothy.
Namun dibawah kendali Norven, separuh jiwanya dipanggil kembali bersamaan dengan mantra "Endless Night." Dan kini, Noctis baru saja menerima perintah untuk melepaskan serangan pamungkas yang dapat menyerap tubuh dan eksistensi Veridith selamanya.
Sekarang, Veridith dan makhluk bayangan itu berada dalam kubah pembatas yang menutupi wilayah sekitarnya. Dengan perlahan, Norven menarik satu tangannya yang sedari tadi terangkat untuk mengendalikan mantra, serta menunjuk tepat kearah kepala sang Guardian.
"Law I: Abyssal Blast."
✦━━━✦