Chereads / Echoes of Eternity : The Journey of Freina / Chapter 3 - CHAPTER 2 : Menjelajahi Dungeon

Chapter 3 - CHAPTER 2 : Menjelajahi Dungeon

Aku segera menarik kertas misi tersebut dan memberikannya pada resepsionis dengan antusias.

"Aku ingin mengambil quest ini!" ucapku semangat.

"Bukankah itu!?" ekspresi wajah resepsionis berubah saat melihat kertas misi yang aku pilih. "Sepertinya Anda salah mengambil misi! Di sana tertulis bahwa misi tersebut diperuntukkan untuk petualang peringkat Perak bintang empat keatas. Sedangkan Anda baru saja mendaftar dengan peringkat terendah, saya sarankan untuk mengambil misi yang lebih ringan terlebih dahulu!"

Aku tetap teguh dengan pilihan ini, "Tidak apa-apa, aku bisa mengatasinya. Serahkan misi ini padaku!" ucapku penuh keyakinan.

Resepsionis tampak ragu namun akhirnya menyerahkan kertas misi itu kepadaku dengan sedikit kekhawatiran.

"Baiklah, sepertinya Anda cukup kuat untuk mengalahkannya. Memang jarang sekali ada petualang berperingkat rendah yang mau mengambil misi berbahaya tersebut. Melihat karakter Anda adalah seorang Elf, pastinya Anda adalah seorang yang hebat di masa lampau. Saya yakin kekuatan Anda cukup mampu mengalahkannya!" kata resepsionis itu dengan penuh pengertian, sambil memberikan semangat kepada ku.

"Yup, tidak ada yang kau ragukan dariku, kan? Aku akan segera kembali dengan bukti!" balasku dengan mantap, memberikan keyakinan bahwa aku akan menyelesaikan misi tersebut dengan sukses.

"Tapi jika Anda keberatan, saya menyarankan untuk membentuk party dengan petualang lain. Dengan begitu, tingkat kesuksesan misi ini akan semakin besar!" tambahnya memberikan saran yang bijak.

Aku mempertimbangkan usulan tersebut. "Membentuk party, ya? Sebenarnya aku lebih suka sendiri daripada harus berkelompok," pikiranku berputar, mencoba memutuskan langkah terbaik untuk misi ini. Setelah memikirkannya sejenak, aku lantas menolak usulan tersebut dengan tegas.

"Tidak perlu, aku sendiri pun cukup!" kataku sambil berjalan pergi dengan senyuman lebar, menegaskan keputusanku untuk menjalani misi sendirian.

"Baiklah, Nona. Jika itu keputusanmu, maka berhati-hatilah!" ucap resepsionis itu dengan nada khawatir, memberikan peringatan yang mengindikasikan kepedulian terhadap keselamatanku.

Aku membalasnya dengan hanya melambaikan tanganku tanpa menoleh ke belakang, menunjukkan sikap teguh dan percaya diri dalam pilihan yang telah kubuat. Tidak lama kemudian, sebuah gangguan muncul di hadapanku. Sekelompok petualang yang terlihat genit padaku. Mereka memandangiku dengan penuh gairah, membuat ku merasa terusik. Meskipun aku sudah mengenakan pakaian tertutup, namun tetap saja dilecehkan lewat pandangan busuk itu.

"Tunggu, Nona Elf yang cantik! Apakah kau mau membentuk party dengan kami?" Salah seorang pria diantara mereka yang terlihat genit itu berani melontarkan permintaan tersebut, membuatku semakin merasa terganggu oleh perilaku mereka.

"Tidak, terima kasih!" Aku dengan tegas menolak tawaran mereka. Tanpa basa-basi, aku berusaha untuk meninggalkan mereka, namun pria genit itu menghalangi langkahku.

"Jangan remehkan aku, biarpun tampang ku seperti bandit, tapi rank ku cukup membuat mu kaget menjerit!" katanya dengan penuh percaya diri.

"Oh ya!? Apa aku peduli? Minggir sebelum aku berkata dua kali!" ancam ku.

Namun gertakan ku hanya terdengar seperti lantunan nada yang sama sekali tidak membuatnya bergeming.

"Oh ayolah, rank rendah seperti mu tak akan sanggup menjalankan misi peringkat tinggi seperti itu!" ujar salah seorang dari rekannya berucap meremehkan ku.

"Wah, benarkah? Kau sangat perhatian sekali ya, sampai mengetahui misi apa yang aku ambil. Sepertinya kau cukup kuat," ucap ku dengan senyuman palsu.

"Ha ha ha, tentu saja, Nona Elf!" balas pria itu dengan sikap sombong. Sementara itu, resepsionis yang menyaksikan dari kejauhan memberikan tatapan cemas, khawatir dengan situasi yang sedang terjadi.

Tiba-tiba, sebuah ide muncul dalam pikiranku. Aku pun mencoba menenangkan diri sejenak, mencari cara untuk menghadapi situasi ini dengan kepala dingin. Sambil berusaha menahan emosi, aku mencoba mengajak mereka untuk berbicara dengan lebih baik. Aku menyadari bahwa serangan balik verbal mungkin tidak akan berhasil, jadi aku memutuskan untuk mencari cara lain untuk menjauh dari situasi yang tidak nyaman ini.

"Wah, beruntungnya aku bertemu dengan kalian yang begitu perhatian. Aku merasa senang bisa mendapatkan bantuan kalian. Baiklah, mari kita selesaikan misi ini bersama-sama!" ucapku dengan rasa antusias.

"Tapi sebelum itu, tunjukkan kehebatan kalian dengan menyentuhku terlebih dahulu!" tambahku dengan tegas.

"Menyentuh mu? Hanya itu saja? Baiklah jika itu mau mu!" Pria genit itu terkejut dengan permintaanku, namun melihat senyum sindiran di wajahku, ia pun dengan penuh percaya diri mendekat untuk menyentuhku.

Tapi sebelum dia bisa melakukannya, aku dengan cepat memasang sihir barier di sekitar tubuhku, siap untuk melindungi diri dari serangan tiba-tiba. Saat pria itu mencoba menyentuhku, ia terpental jauh ke belakang karena sihir barier yang kuat.

'BLASHH'

Suara keras terdengar saat ia terhempas ke dinding, yang membuat orang-orang di sekitar melirik ke arah kami dengan tatapan penuh keheranan.

"ARGH!" erang pria itu saat ia berusaha bangkit dari posisinya yang terjatuh. Wajahnya terlihat kesakitan.

Aku mengangkat alis dengan nada sinis, "Sepertinya kau terlalu percaya diri dengan kekuatanmu. Apa, ada lagi yang mau mencobanya?"

Semua rekannya terbelalak kaget melihat pria genit itu terpental ke belakang, dan seketika wajah mereka menampilkan ekspresi ketakutan. Saat mereka melihatku, para rekannya berlarian meninggalkanku sendirian. Meski begitu, wajahku tetap memperlihatkan rasa senang saat aku memutuskan untuk meninggalkan aula guild dan melangkah pergi menuju dungeon. Langkahku mantap, senjata siap di tangan, dan tekadku bulat untuk menyelesaikan misi dengan baik.

***

"Sudah banyak berubah ya, padahal belum lama ini aku tinggal," gumamku sambil melangkah mendekati mulut dungeon. Tempat itu terlihat seperti goa yang menganga, memancarkan aura misterius di sekitarnya. Di sekitar lokasi ini, para pedagang berjualan, menciptakan suasana layaknya sebuah pasar kecil. Padahal dahulu ketikaku pertama kali menyambangi tempat ini, belum ada apa-apa.

Dengan sorot mata penuh perhatian, aku melihat berbagai macam peralatan yang dijual, siap memenuhi kebutuhan para petualang yang hendak menjelajahi dungeon. Berbagai barang dagangan tersusun rapi diatas meja dan ditata cantik di toko-toko kecil yang berjejer di sekitar sini. Sungguh, tak mudah untuk merinci semua yang terdapat di sini, karena ragamnya.

Sejumlah petualang tengah bersiap-siap untuk menjelajahi dungeon, tampaknya ada yang sibuk menyiapkan peralatan untuk menambang sumber daya alam, sedangkan yang lainnya sibuk mengerjakan berbagai quest. Suasananya ramai dan sibuk, membuat tempat ini menjadi surga bagi para pedagang yang tak kekurangan pembeli.

Tanpa berpikir lama, aku menapaki mulut goa tersebut dan memasuki dungeon. Di dalam sana, aku melawan beberapa monster dengan mudah, mengayunkan tongkat sihir kardinalku dengan terampil. Setiap gerakan bertujuan memastikan kelancaran perjalanan dan menyelesaikan tugas dengan sempurna.

Aku menjelajahi setiap sudut dungeon dan dengan mudah mengalahkan setiap monster yang menghadang. Tongkat sihir kardinalku berkilauan ketika menyapu segala halangan di depanku. Semakin dalam aku menjelajahi lantai demi lantai, semakin kuat pula monster yang harus kukalahkan.

***

Singkat cerita, aku telah mencapai lantai kesepuluh, di mana ada bos monster menantiku. Dengan tenang, aku menatap makhluk raksasa itu, seekor kalajengking berukuran besar dengan capit yang mengancam dan sengat yang tajam. Monster ini nampaknya telah melalui banyak tahap evolusi, menjadi ancaman serius bagi para petualang yang memasuki dungeon ini.

Dari pengalaman ku dulu ketika pertama kali memasuki dungeon. Aku menyadari bahwa monster yang menghuni tempat seperti ini bukanlah makhluk asli, melainkan tiruan yang dihasilkan oleh sihir. Aku tahu bahwa banyak petualang telah membunuh makhluk-makhluk ini, namun mereka selalu muncul kembali setelah beberapa jam karena hanya replika sihir.

Aku melihat lingkaran sihir di lantai, menandakan bahwa semua jenis monster di lantai 10 berasal dari sana. Sama halnya dengan dungeon ini, lantai sihir ini berasal dari peninggalan era raja iblis kuno yang pernah melakukan invasi. Detail-detail kecil seperti serpihan catatan dan artefak-arteafak kuno berserakan di sekitar lingkaran sihir, menambahkan nuansa misterius dan sejarah yang kaya pada dungeon ini.

Tanpa ragu, aku mengarahkan tongkat sihir kardinalku ke arah monster tersebut, memusatkan energi Mana untuk menghasilkan sihir terkuat. Bola cahaya biru dan merah berputar, menciptakan gelombang energi ungu yang menggetarkan udara di sekelilingnya. Saat petir ungu menyambar ke area sekitar, sebuah dentuman keras menggema di seluruh dungeon, menciptakan getaran yang melanda tembok-tembok kuno.

'BEAMMMM'

Saat energi bola itu dilepaskan, monster kalajengking raksasa itu menyipitkan matanya yang hitam, sebelum akhirnya lenyap dalam kilatan cahaya yang membutakan. Aroma belerang yang menyengat pun menyelubungi ruangan, saat monster itu menghilang, dan ketegangan terasa menyelubungi udara dalam dungeon yang sunyi.

"Sepertinya aku terlalu berlebihan_-" gumam ku.

Tak lama setelah monster kalajengking dikalahkan, muncul sebuah lingkaran sihir lain di ujung ruangan. Aku merasa heran, karena ketika pertama kali mengalahkan monster ini, tidak pernah ada jejak lingkaran sihir seperti itu.

Saat melihatnya, ingatanku langsung terhubung dengan informasi yang tercatat di kertas quest. "Lingkaran sihir, ya?" ucapku heran, sambil mencoba mengingat kembali isi catatan quest tersebut.

Menurut catatan quest, beberapa waktu lalu ada sekelompok petualang yang menemukan lingkaran itu. Mereka penasaran dengan misteri di balik lingkaran itu, dan akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalamnya. Namun, dari laporan yang ada, tak seorang pun pernah kembali. Informasi ini didapat dari salah seorang di antara party mereka yang tidak ikut serta saat masuk ke dalam lingkaran itu. Ia dikabarkan ditugaskan untuk berjaga-jaga di luar lingkaran, menjaga kemungkinan buruk seperti ini.

Aku berjalan menuju lingkaran sihir itu. Setelah berdiri di atasnya, sinar cahaya memenuhi ruang di sekelilingku. Dalam sekejap, aku dipindahkan ke suatu tempat yang tak dikenal. Udara lembab dan dingin menyambut kedatanganku. Saat langkahku menapaki lantai, rentetan kristal menyala dengan cahaya keunguan di dinding lorong yang gelap.

"Hee... menarik. Aneh rasanya, baru kali ini aku menemukan tempat seperti ini setelah bertahun-tahun lalu menjelajahinya."

Teringat akan pengalaman masa lalu. Tepat 80 tahun yang lalu saat aku berhasil mencapai lantai 52. Namun ternyata, di lantai 10 ini, terdapat keajaiban yang baru saja kutemui. Aku merenung sejenak tentang nasihat seseorang yang pernah ku kagumi.

***

Tepatnya saat ku menjelajahi dangeon lain bersama Party Pahlawan dulu.

"Sepertinya tangga lorong ini menuju ke lantai berikutnya," kata seorang pemuda yang menggunakan perisai ditangannya. Ia terlihat seperti pahlawan sejati dengan pakaian dan senjata kardinalnya.

"Sepertinya kita salah jalan, ayo kita putar balik!" ucap pria yang memimpin party kami. Penampilannya rapi, modis, dan keren, sekaligus memancarkan aura kebijaksanaan yang membuat aku terpukau. Wajah tampannya dipadu dengan gaya rambut stylish yang disisir klimis membuatnya semakin keren.

"Oh, ayolah! Kita tidak bisa membuang-buang waktu lagi, cuma tangga ini satu-satunya rute kita," ucap sahabat ku si Pahlawan Pedang yang juga seorang wanita. Ia Mengenakan armor lengkap dan ditambah dengan warna rambut ungunya yang khas membuatnya terlihat cantik, kuat, dan anggun.

"Benar, kita tidak bisa selalu begini," protes ku ikut terdengar.

Pria itu hanya menyunggingkan senyuman. "Kalian tidak mengerti ya, setiap lantai harus dijelajahi seutuhnya, baru bisa ke lantai berikutnya, itulah aturan dasar petualang," balasnya percaya diri.

"Kau terdengar konyol," kata ku ketus.

Pria itu kemudian memandang kebawah dan berkata. "Aku ingin kita menikmati setiap momen ini sampai akhir, berpetualang dengan riang tanpa ada hal yang membebani. Memasuki labirin, lalu memburu monster, dan mendapatkan harta kartun. Eh, tahu-tahu sudah menyelamatkan dunia. Bukankah itu keren," jelasnya dengan lembut. "Dan siapa tahu, mungkin kita menemukan kitab sihir langka di ruangan tersembunyi di lantai ini, Freina," lanjutnya sambil menatap ku hangat yang seketika menambahkan semangatku.

Ketika ia selesai menjelaskan, aku langsung berbalik arah, memimpin dengan semangat. "Tunggu apa lagi, ayo kita balik lagi," kata ku bersemangat sambil menunjuk arah yang kami lalui tadi dengan tongkat sihir kardinal ku.

***

Kalau dipikir-pikir moment itu cukup berkesan bagiku. Meskipun sepele ternyata cukup meninggalkan bekas di ingatan ku.

Saat aku merenung, suara langkahku menjadi sorotan di lorong gelap itu. Aku terus melangkah, semakin penasaran dengan keadaan tempat ini. Pikiranku pun melayang pada orang-orang yang pernah menjelajahi tempat ini sebelumku. Kemanakah mereka sekarang? Apa yang mereka temukan di tempat seperti ini? Aku pun melanjutkan langkahku, siap untuk menjelajahi setiap sudut ruangan ini dengan hati-hati.

Dengan tekad yang semakin kuat, aku melanjutkan perjalanan dalam dangeon ini, menyadari bahwa setiap langkahku adalah bagian dari petualangan yang penuh dengan tantangan menantang yang harus kulakukan.