Semakin jauh berjalan, aku tiba di ujung lorong yang mengarah pada sebuah pintu gerbang besar. Pintu itu menjulang di depanku, seolah menantang imajinasiku dengan keberadaannya yang mencegah akses ke ruangan di belakangnya. Kehadiranku merespons pintu tersebut dengan daun pintunya sendiri yang perlahan terbuka, memancing rasa penasaranku akan apa yang tersimpan di balik pintu. Dengan hati berdebar, aku melangkahkan kakiku ke dalam ruangan yang tak terjangkau sebelumnya.
Langkahku menyusuri ruangan, tak menyadari ada sesuatu di bawah kaki. Saat aku menyadari keberadaannya, pandanganku terpaku pada sebuah lingkaran sihir yang terlihat samar di lantai. "Lingkaran sihir lagi? Astaga, hampir saja aku menginjaknya."
Kuselidiki pola lingkaran sihir tersebut dengan rasa ingin tahu yang memuncak, berusaha membaca tulisan-tulisan relik kuno yang terukir di sana.
"O sundimtar i natyrës, bëje këtë rreth një lidhje midis vendeve që kanë qenë të lidhura, Teleportimi," sambil mulutku komat-kamit memahami arti tulisan tersebut.
(Sumber dari terjemahan bahasa Albania)
"Hmm... Jadi ini adalah lingkaran teleportasi," gumamku sambil menelaah tulisan kuno itu. Terjemahan relik itu artinya "Wahai penguasa alam, buatlah lingkaran ini menjadi sebuah hubungan antara tempat-tempat yang telah terikat. Teleportasi."
Meskipun tulisan relik itu terlihat cukup usang dengan tulisan seperti cacing kepanasan, untungnya masih bisa kubaca. Aku menyimpulkan bahwa orang-orang sebelumku pasti menginjak lingkaran sihir ini tanpa berpikir dua kali. Betapa bodohnya mereka.
"Aku tidak menyangka mereka akan mengalami nasib seperti itu. Sepertinya mereka masih hidup, hanya saja berteleportasi ke tempat lain," pikirku sambil berharap hal yang terbaik.
Kemudian, aku memperhatikan sudut ruangan yang gelap. Tidak terlihat apa pun di sana, hanya kegelapan yang menyelimuti. Saat ku mengaktifkan sihir cahaya, alisku terangkat tinggi saat melihat tumpukan emas dan perhiasan yang mengilap. Terdapat pula sebuah peti harta yang menarik perhatianku. Rasanya seperti menemukan harta karun yang tersembunyi di sini.
"Questku adalah menyelidiki tempat ini. Ternyata ada hal semacam ini ya. Aku harus melaporkan temuan ini ke guild. Tapi untuk harta karun ini, mana mungkin aku serahkan ke guild. Yang benar saja, rugi dong," ucapku sambil tersenyum lebar mendekati tumpukan harta itu.
Dengan perlahan, aku menyentuh tumpukan emas tersebut dan mulai menyedotnya ke dalam item box milikku. Kegembiraan dan keinginan untuk meraih kekayaan muncul begitu saja. Dengan rasa puas, aku merenungi segala harta yang telah kumpulkan selama petualanganku, tambahan ini pastinya akan memastikan kehidupanku layak selama ratusan tahun tanpa harus bekerja.
Sebenarnya emas-emas ini tidaklah begitu penting bagiku. Yang paling utama dan dinantikan adalah membuka peti harta. Menurut catatan peninggalan guruku, dalam peti harta terdapat sebuah rahasia yang tersimpan di dalamnya, dan mungkin juga menyimpan kitab sihir langka. Tentu saja hal ini membuatku bersemangat meskipun potensinya sangat kecil. Meskipun demikian, potensi itulah yang akan mengubah dunia sihir. Setelah selesai memindahkan seluruh harta ke dalam Item Box, aku mulai beralih ke hidangan utama.
"Hehem... Inilah yang kucari selama ini. Ayo kita lihat kitab sihir langka apa yang tersimpan di dalamnya..."
'HAAP'
*Terdengar suara keras saat membuka peti*
Ketika aku mencoba membuka peti harta karun, tiba-tiba aku diserang oleh peti mimic. Aku terdiam sejenak...
"Huuaaaaaaaaaa gelap.... takuuuutttttt... Argh, ih, uh"
Aku terus berontak berharap mimic ini melepaskan gigitannya, namun semakin ku bergerak semakin dalam ku terjebak. Aku tahu keputusan ini akan semakin merugikan ku.
"Ahh.. tidak jangan area itu..." tanpa diduga lidah mimic itu menyentuh area sensitif ku. "Ahh.. aku mohon siapapun tolong aku... Ah argh.. ahhh.." Rasa nyeri dan geli tak tertahankan membuatku tak bisa menahan desahan yang terus keluar dari mulutku. Setiap gerakan liar lidahnya membuat ku tak tertahankan "Argh... Ah.. oh tidak... aku ngompol..." Gerakan lidah itu membuatku area sensitif ku geli dan membuatku kecing dicelana.
Uh.. aku benci menceritakan hal memalukan ini, tapi author memaksa ku. (Jangan ngeluh, lanjutkan ceritanya!!) Aaahhhh... Jahat...
Sebenarnya, ini bukanlah pertama kalinya aku terjebak oleh mimic. Sebagai seorang petualang yang telah menjelajahi banyak dungeon, aku sering kali jatuh ke perangkap makhluk ini. Kemampuan mimic untuk menyamar menjadi peti harta sungguhan memang membuatnya sulit dibedakan.
"Aku benci melakukannya, tapi tak ada pilihan lain!! Aku akan meledakkanmu, mimic sialan!!! Explosion!!!"
'DEGR!!!'
Dengan cepatku melepaskan sihir ledakan dari dalam untuk menghancurkan makhluk itu, agar terbebas dari cengkramannya. Ledakan yang kuat menghancurkan peti mimic itu hingga tidak bersisa. Namun, dampak ledakan juga melukai diriku sendiri. Aku terkena luka bakar yang cukup serius, menyebabkan rambutku ikal dan wajahku gosong.
"Yah, rambutku_~" keluhku sambil merapikan rambut yang kini tak lagi lurus seperti semula.
Meskipun luka bakar yang kualami dapat dengan mudah sembuh dengan sihir pemulihan, yang paling membuatku kesal adalah kerusakan rambutku. Memulihkan kerusakan rambut membutuhkan perawatan ekstra dan waktu berbulan-bulan. Meskipun hitungan bulan bagi seorang Elf mungkin terasa singkat, namun dalam urusan perawatan rambut, bulan bisa terasa seperti ribuan tahun. Bagi seorang wanita, rambut adalah mahkota yang harus dijaga dan dirawat dengan seksama.
"Uhh.. bagaimana ini, aku tak berani bertemu orang-orang dengan penampilan seperti ini_~" desisku sambil merenungkan bagaimana cara mengatasi kerusakan rambutku.
***
Setelah menyelesaikan quest tersebut, aku segera mencatat setiap temuanku di selembar kertas kosong. Aku mencatat tentang lingkaran sihir teleportasi dan peti mimic yang menyebalkan itu, serta menggambarkan sketsa bentuk ruangan sebagai bukti. Sebagai seorang penyelidik, dokumentasi yang jelas sangat penting agar informasi dapat terperinci.
Meskipun ada pikiran untuk mencoba masuk ke lingkaran teleportasi, namun aku urungkan niat karena kerusakan rambutku. Jadi, rencanaku selanjutnya adalah kembali ke permukaan terlebih dahulu.
Fun Fact : Penyidik di abad pertengahan sering membuat gambar sketsa sebagai bagian dari penyelidikan mereka karena metode fotografi belum lagi ditemukan pada masa itu. Gambar sketsa membantu penyidik dalam mendokumentasikan dan mengenali saksi, tersangka, atau bukti secara visual. Dengan menggambar sketsa, penyidik dapat mencoba merekam penampilan seseorang atau detail objek yang dapat digunakan dalam penyidikan selanjutnya. Meskipun teknik ini mungkin kurang presisi daripada fotografi, gambar sketsa saat itu merupakan alat bantu yang berguna dalam menyampaikan informasi visual dan memperkuat catatan penyidikan.
Sumber : https://www.medievalists.net/2023/06/forensic-sciences-middle-ages/
Setelah kembali ke kota dan mendatangi guild. Aku berhasil mengejutkan seluruh anggota guild dengan penampilan baruku yang 'unik'.
"Ya ampun, Nona, apa yang terjadi dengan rambutmu?" tanya resepsionis guild dengan ekspresi terkejut.
"Ah, ini? Hanya kenangan dari petualangan hari ini_~" jawabku sambil menghela nafas.
"Aduh, kasian sekali, apa Anda terluka?" tanya resepsionis dengan keprihatinannya melihat diriku yang berantakan.
"Tidak apa-apa, aku baik, kok. Hanya saja penampilanku berantakan karena sihir ledakan. Rambutku jadi keriting berulir_~" ucapku dengan nada sedih, sambil mencoba tersenyum.
"Syukurlah Anda baik-baik saja, tapi bagaimana dengan misi Anda, apakah berjalan lancar?" tanya gadis itu dengan rasa ingin tahu yang jelas terpancar dari matanya.
"Justru aku datang untuk melaporkan perkembangannya," balasku dengan mantap.
"Kalau begitu, mari kita bahas di ruang laporan, mari ikuti saya," ucap resepsionis itu sambil mempersilakan aku mengikuti ke ruangan laporan.
Kami berdua pun berdiskusi panjang mengenai temuanku di lantai sepuluh. Aku menyerahkan berkas laporan dokumentasi yang sudah ku tulis di dungeon tersebut. Informasi yang telah aku lampirkan dengan baik diterima olehnya. Sementara pembahasan mengenai lingkaran sihir teleportasi masih menjadi misteri saat ini.
"Lingkaran sihir teleportasi yang Anda sebutkan sepertinya merupakan jebakan yang mengarahkan langsung ke lantai lain secara acak. Kemungkinan para petualang itu terjebak di lantai terdalam di dungeon tersebut," jelas resepsionis itu dengan serius, mencoba menganalisis situasi.
"Benarkah? Seberapa yakin bahwa itu benar?" tanyaku ingin mendapatkan kepastian.
"Saya tidak dapat memastikannya. Namun, menurut beberapa catatan dokumentasi serupa, ada juga petualang yang berhasil menemukan salah satu lingkaran sihir teleportasi mirip seperti yang Anda maksudkan tadi," katanya dengan serius, menunjukkan keyakinannya pada analisisnya.
Aku mengerutkan keningku, mencoba memecahkan misteri yang membingungkan ini. "Sepertinya peluang hidup para petualang itu sangatlah kecil. Aku sudah pernah menjelajahi dungeon sampai lantai 53 dan monster yang menghuni lantai terdalam sangat sulit dikalahkan untuk sekelas petualang seperti mereka," jelasku dengan penuh pertimbangan.
"Eh, apa? Lantai 53? Apakah saya salah dengar? Setahu saya, hanya satu orang yang pernah sampai ke lantai tersebut dan itu sudah lama sekali!" Resepsionis itu mengangkat alisnya ketika mendengar pernyataanku. Padahal aku yakin sudah berbicara dengan jelas.
"Benarkah itu? Lalu siapakah dia?" tanya ku.
"Orang itu tidak lain adalah Pahlawan Sihir Freina," jawab resepsionis itu sambil memanggil namaku. Ketika dia menyebut namaku, dia tampak terkejut. "Tunggu sebentar, bukankah nama Anda juga Freina? Apa jangan-jangan..." lanjutnya sambil menatapku dengan intens. Ekspektasinya terlihat jelas terpantul di matanya yang tajam.
Aku tersenyum kecil melihat reaksinya, "Aku tidak mengaku bahwa itu aku!" jawabku dengan percaya diri.
"Oh ya ampun, maafkan atas kelancangan saya, Nona Pahlawan!!" tiba-tiba resepsionis itu berdiri dari tempat duduknya dan langsung bersimpuh di hadapanku.
Hal ini lah yang paling tidak kusukai. Aku tidak ingin terlihat mencolok, karena orang-orang akan sungkan terhadapku. Oleh sebab itu, aku selalu merendah sampai ke inti Astren, hanya istilah saja.
"Jangan terlalu keras, nanti yang lain mendengar kita!" tegurku dengan lembut, berharap agar tidak menarik perhatian yang tidak diinginkan.
Resepsionis itu segera bangkit dan menepuk-nepuk roknya untuk membersihkan debu, "Maafkan saya sekali lagi, Nona. Saya hanya tidak bisa menahan diri karena kejutan tadi. Tapi saya akan merahasiakan identitas Anda, jangan khawatir," ucapnya dengan wajah yang penuh penyesalan.
"Lagian, aku sekarang bukanlah lagi seorang pahlawan. Baiklah, jadi sekarang apakah aku sudah bisa mendapatkan reward misinya?" tanyaku dengan antusias.
"Ah tentu! Tunggu sebentar Nona, saya akan membawakan rewardnya!" gadis itu menjawab, lalu pergi sebentar meninggalkanku. Tak berselang lama, ia kembali dengan membawa sebuah kantung koin.
"Akhirnya, ini bayaran atas misiku," ucapku sambil menerima kantung koin yang disodorkan padaku. Aku pun mulai menghitung setiap jumlah koin emas, perak, dan perunggu yang terdapat di dalamnya. Walaupun ini tidak sebanding dengan harta yang aku temukan di ruangan itu.
"Bagaimana Nona? Apakah uangnya cukup?" tanya resepsionis itu, ingin memastikan kepuasan hatiku.
"Ya, ini sesuai dengan yang tertera di kertas quest. Aku terima ya!"
"Dengan senang hati Nona," balasnya sambil tersenyum ramah.
Bersambung...
Chapter selanjutnya rilis tanggal 10 Agustus 2024 antara jam 18.00 atau 19.30 WIB 📌