"Nona Freina, tunggu sebentar!!" suara seorang wanita memecah keramaian sore. Aku berhenti sejenak dan menoleh. Di belakangku, seorang wanita berpenampilan rapi dengan seragam resepsionis guild mendekat. Wajahnya tampak familiar.
"Aku ingat dia, resepsionis yang bertugas di guild tempat ku terdaftar." pikir ku.
"Ada apa mencariku?" tanyaku dengan nada penasaran, sambil menyisir rambutku yang sedikit berantakan akibat angin sore.
Ekspresinya berubah dari cemas menjadi lega seiring aku menghampirinya. "Akhirnya saya berhasil menemukan Anda! Maaf jika saya mencari Anda ke setiap sudut kota. Begini, kami sangat membutuhkan bantuan Anda. Apakah Anda bersedia menyelidiki lingkaran teleportasi yang Anda temukan di dalam dungeon beberapa waktu lalu? Informasi itu sangat penting bagi kami."
Kata-katanya membuatku teringat akan kejadian di dungeon, saat aku menemukan lingkaran teleportasi misterius yang mungkin dapat mengarah ke lokasi yang tidak diketahui. Namun, hatiku berdesir ketika aku mengingat rencana yang sudah kusiapkan.
"Aku minta maaf," kataku dengan sopan, "aku sudah berencana untuk meninggalkan kota besok pagi."
"Benarkah?" wajahnya tampak kecewa. "Ada urusan penting?"
"Ya," aku menjelaskan. "Aku diundang untuk menghadiri jamuan minum teh di istana kerajaan Elceria. Ini adalah kesempatan langka, dan aku tidak bisa melewatkannya."
Dia menghela napas, terlihat seolah menghadapi sebuah dilema. "Kami sangat menghargai jika Anda bisa mempertimbangkan kembali. Lingkaran itu mungkin berhubungan dengan kejadian aneh yang terjadi di sekitar sini. Jika Anda pergi, kami mungkin tidak akan mendapatkan informasi penting yang bisa menyelamatkan banyak orang."
Aku merasakan beban tanggung jawab di atas kata-katanya, tetapi ku tahu betul bahwa kesempatan untuk menemui sahabat ku di kerajaan mungkin takkan datang dua kali. "Aku mengerti kekhawatiranmu," jawabku tegas. "Namun, aku harus memprioritaskan kesempatan ini. Mungkin setelah jamuan, aku bisa membantu kalian atau kalian bisa cari petualang lain saja."
Resepsionis itu mengangguk meski matanya menunjukkan kekecewaan. "Baiklah, Nona Freina. Saya harap Anda bisa kembali dan membantu kami setelah itu. Kesempatan ini juga berpotensi mengubah banyak hal."
Kami bertukar salam, dan aku melanjutkan langkahku menuju penginapan, sambil merenungkan pertemuan tersebut. Dalam benakku, fluktuasi antara rasa tanggung jawab dan ambisi mulai bergulir, menuntut untuk dipikirkan lebih dalam.
***
Saat berjalan menuju penginapan, mataku tertarik pada sebuah toko buku kecil dengan papan nama yang sudah usang namun tetap memancarkan pesona klasik. Jendela toko itu dipenuhi dengan buku-buku tebal yang berjajar rapi, memancarkan aura misterius. Rasa penasaran segera merasukiku, siapa tahu, di dalamnya ada kitab sihir langka yang hanya bisa ditemukan di tempat-tempat seperti ini.
Tanpa berpikir panjang, aku mendorong pintu kayu berderit dan melangkah masuk. Aroma khas kertas tua dan kayu yang menua menyambutku, seolah membawa kembali kenangan masa lalu yang entah sudah berapa lama tersimpan.
"Selamat datang, Nona! Silakan lihat-lihat sesuka hati," sapa seorang nenek dengan senyum hangat. Wajahnya penuh keriput, namun matanya memancarkan kebijaksanaan yang telah teruji oleh waktu.
Aku tersenyum tipis dan mendekat. "Maaf, Nona, apakah di sini ada menjual kitab sihir langka?" tanyaku, mencoba menyelidiki dengan harapan besar.
Nenek itu tertawa kecil, suaranya serak namun penuh kehangatan. "Khehehe, jika yang kau cari adalah kitab sihir langka, aku mohon maaf, Nona. Toko kecilku ini tidak menjual barang semacam itu. Tapi..." Dia mengarahkan jari keriputnya ke sudut ruangan yang sedikit tersembunyi. "Di sana, di pojok rak itu, kau mungkin menemukan sesuatu yang menarik dan berguna untukmu."
"Hee~," gumamku, mengikuti arah telunjuknya.
Nenek itu menatapku dengan mata yang tampak seolah mampu menembus jiwaku. "Tampaknya kau lebih tua dari penampilanmu, Nona Elf," ucapnya bergurau, tapi ada nada pengertian dalam suaranya.
Aku tersenyum samar, perasaanku sedikit tersentuh oleh kepekaannya. "Ya, seperti yang kau lihat. Menjadi seorang Elf memang memberikan kelebihan umur panjang. Namun, di sisi lain, hidup terlalu lama sering kali menjadi beban. Terlalu banyak kenangan yang menumpuk, terlalu banyak kehilangan yang harus ditanggung."
Sejenak, suasana menjadi hening, hanya diisi oleh gemerisik lembut halaman buku yang tertiup angin dari jendela kecil di sudut toko. Ada sesuatu yang menenangkan dalam keheningan itu, seolah toko buku ini adalah tempat yang aman untuk sementara melupakan dunia luar.
"Ya, begitulah cara kami memandang dunia. Kami yang berumur pendek dan engkau yang berumur panjang, memiliki sudut pandang yang berbeda. Bagi kami manusia, umur panjang adalah impian, sesuatu yang sangat didambakan. Namun, kurasa hidup sepanjang itu tidaklah mudah, terutama ketika begitu banyak peristiwa terjadi sepanjang hidup," ucap nenek itu dengan senyum hangat yang mencerminkan pemahaman mendalam.
Aku mengangguk pelan, merasakan kehangatan dari perkataannya. "Terima kasih atas pengertianmu, Nona," balasku dengan tulus.
Nenek itu tertawa kecil, suara seraknya terdengar menenangkan. "Khehehe, sudah lama sekali aku tidak dipanggil 'Nona,' terutama di usia senja seperti ini. Rasanya seolah aku kembali muda lagi, berkatmu, Nona Elf! Nah, silakan habiskan waktumu di sini sebelum hari mulai larut."
"Baiklah, Nona," jawabku sambil tersenyum.
Aku kemudian berjalan menuju sudut ruangan yang telah ditunjuk oleh nenek itu sebelumnya. Sudut itu dipenuhi dengan rak-rak kayu yang sedikit usang, dan di atasnya berjajar buku-buku tebal yang tampak lusuh, beberapa bahkan tertutup debu tipis. Perlahan, aku mulai melirik beberapa di antaranya, membuka halaman-halaman yang berdesir pelan saat disentuh jari-jariku.
Namun, semakin lama aku melihat, semakin jelas bahwa tidak ada satu pun buku yang benar-benar menarik perhatianku. Kebanyakan adalah kitab sihir dasar, ilmu yang sudah lama tidak lagi kubutuhkan. Ada beberapa yang mencantumkan sihir tingkat tinggi, tetapi sayangnya, semua jurus di dalamnya sudah pernah kupelajari dan kuasai dengan baik.
Dengan sedikit kecewa, aku menutup buku terakhir yang kubuka dan memutuskan untuk tidak membeli apapun. Aku kembali ke meja tempat nenek itu berjaga, merasakan aroma kayu tua yang semakin kuat di udara.
"Bagaimana, Nona? Sudah ada buku yang membuatmu tertarik?" tanya nenek itu dengan mata penuh harap.
Aku menggeleng pelan, "Tidak ada, Nona_~"
Nenek itu tertawa kecil lagi, kali ini dengan nada sedikit menggoda. "Khehehe, aku sudah katakan padamu. Tapi jika engkau berminat, aku bisa memberikan mu ilmu sihir yang telah diwariskan turun-temurun dalam keluargaku, Nona."
Mendengar tawaran itu, telingaku langsung berkedut dengan antusias. "Ajarkan aku!" seruku, mataku berbinar-binar penuh semangat.
Nenek itu tersenyum hangat, melihat betapa bersemangatnya aku. "Ya, dengan senang hati!"
Dia kemudian mengambil sebuah kaca mata satu lensa dari sakunya dan meletakkannya di mata kirinya. Dengan gerakan yang tenang, dia meraih selembar kertas kosong dari bawah meja, lalu menatap kertas itu dengan penuh konsentrasi. Perlahan, dia mulai menggerakkan tangannya di atas kertas, seolah-olah sedang menulis di udara.
Secara ajaib, kertas kosong itu mulai dipenuhi dengan rentetan tulisan indah yang tampak seolah-olah diukir dengan pena tak terlihat. Tulisan-tulisan itu muncul begitu halus dan rapi, memancarkan aura misterius. Aku tak bisa mengalihkan pandanganku dari pemandangan tersebut. Keindahan sihir ini begitu memukau, seolah-olah setiap kata yang muncul di kertas itu adalah bagian dari sebuah karya seni.
Beberapa saat kemudian, kertas itu sudah penuh dengan tulisan tangan yang indah. Aku mendekat, berusaha melihat lebih jelas. Tulisan itu begitu rapi, memuat informasi yang tampaknya sangat penting tentang ilmu sihir yang ingin dia ajarkan padaku. Aku merasa begitu kagum, terutama pada efisiensi sihir ini, sebuah cara untuk menghemat banyak tinta, yang biasanya sangat mahal dan sulit didapatkan.
"Bagaimana kau melakukan ini, Nona?" tanyaku penuh kekaguman.
Nenek itu tertawa pelan, penuh kebijaksanaan. "Khehehe, inilah sihir yang kubicarakan tadi. Dengan sihir ini, kau tak perlu lagi menulis menggunakan tinta. Cukup pusatkan pikiranmu pada media yang ingin ditulis, dan dengan begitu, kau bisa menuliskan banyak hal hanya dengan kekuatan pikiranmu."
"Wah, berapa harganya?" tanyaku, masih takjub dengan ilmu sihir yang baru saja ditunjukkan.
Nenek itu tersenyum hangat, matanya memancarkan rasa tulus. "Aku berikan ini gratis untukmu, Nona!"
Aku mengerutkan alis, merasa tak enak menerima hadiah begitu saja. "Ah, aku merasa tidak enak jika menerimanya begitu saja!"
Nenek itu tertawa kecil, suaranya terdengar menenangkan. "Jangan dipikirkan, anggap saja ini sebagai bagian dari balas budi ayahku atas apa yang pernah kau lakukan di masa kejayaanmu. Berkatmu, ayahku bisa menjadi penulis terkenal karena kisah heroik kalian, para Pahlawan Tujuh Bintang, Nona Freina!"
Mendengar dia menyebut nama asliku, aku terkejut. "Dari mana kau tahu itu aku?"
Nenek itu kembali tertawa kecil, kali ini dengan nada penuh kenangan. "Khehehe, mungkin kau sudah lupa. Tapi aku takkan pernah melupakan Pahlawan yang pernah menyelamatkan toko kecil ini dari kekacauan 80 tahun lalu, saat aku masih anak-anak. Ingat?"
"Kekacauan 80 tahun lalu?" gumamku, mencoba menggali kembali ingatan yang sudah lama terkubur.
Pikiranku mulai menelusuri momen itu 80 tahun yang lalu, kota ini tiba-tiba dilanda kekacauan ketika seekor naga merah mengamuk tanpa alasan yang jelas. Naga itu menghancurkan hampir setengah kota, menghanguskan bangunan dengan napas apinya yang menyala-nyala. Saat itu, aku sedang menjelajahi sebuah dungeon di bawah kota ini.
Penjelajahan yang telah membawaku hingga lantai ke-53 harus kuhentikan ketika ada fenomena aneh didalam dungeon. Monster yang biasanya selalu muncul dihadapan, seakan bersembunyi karena takut. Selain itu aku juga merasakan aura kehadiran yang sangat familiar diatas permukaan.
Aku ingat bagaimana aku bergegas kembali ke permukaan, meninggalkan segala urusan di dalam dungeon. Saat aku tiba, aku melihat naga yang mengamuk itu, dengan sayapnya yang besar dan sisik merah menyala, melayang-layang di atas kota.
"Sudah kuduga, itu pasti kau betina sialan!" ucap ku waktu itu. Mengetahui yang mengamuk adalah musuh bebuyutan ku.
Tanpa ragu, aku melawannya dengan seluruh kemampuan yang kupunya, memaksa makhluk raksasa itu untuk mundur dan akhirnya meninggalkan kota ini.
Namun, di tengah kekacauan itu, aku tidak menyadari bahwa aku telah menyelamatkan toko kecil ini dan kehidupan seorang anak kecil yang kini telah menjadi nenek tua yang berdiri di hadapanku.
Setelah perbincangan singkat dengan nenek itu, aku mengangguk dengan penuh rasa terima kasih. Meskipun hatiku sedikit berat meninggalkan kota tanpa menyelidiki lingkaran teleportasi, kesempatan untuk memperoleh ilmu sihir berharga ini membuatku merasa lebih baik. Aku mengangkat kertas yang telah diisi dengan tulisan indah oleh nenek itu, memandangi setiap kata yang terukir di atasnya dengan rasa kagum.
"Kau akan melihat betapa bermanfaatnya ilmu ini," kata nenek itu, menyadari betapa tertarikkannya aku pada penawaran ini. "Gunakanlah dengan bijaksana. Dalam dunia ini, pengetahuan sering kali menjadi kunci untuk menyelesaikan berbagai masalah."
Aku mengangguk, berterima kasih atas kata-katanya yang penuh bijaksana. Saat aku hendak meninggalkan toko, nenek itu memanggilku sekali lagi.
"Oh, Nona Freina," ucapnya dengan nada lembut. "Jika kau mengalami kesulitan dalam perjalananmu, jangan ragu untuk kembali ke sini. Meskipun toko ini kecil, aku mungkin bisa membantu dengan cara lain. Banyak hal yang bisa kita pelajari dari setiap pengalaman, bahkan dalam kehidupan sehari-hari."
Aku tersenyum, merasa hangat dengan tawaran kebaikan itu. "Terima kasih, Nona. Aku akan mengingatnya."
Saat melangkah keluar dari toko, aku merasa lebih ringan. Meskipun perjalanan ke istana kerajaan Elceria akan menjadi prioritas utama, penemuan ini memberikan dorongan semangat baru untuk melanjutkan petualangan. Pengetahuan baru tentang sihir ini bisa jadi sangat berguna, terutama ketika menghadapi situasi tak terduga di masa depan.
Aku melanjutkan langkahku menuju penginapan dengan perasaan campur aduk antara rasa tanggung jawab dan keinginan untuk menikmati kesempatan langka di istana. Namun, di dalam hati, aku merasa yakin bahwa apapun yang akan terjadi selanjutnya, telah mempersiapkan diriku dengan lebih baik.
Saat malam tiba dan bintang-bintang mulai bersinar di langit, aku duduk di sudut kamar penginapan, merenungkan pengalaman hari ini. Ilmu sihir yang baru kupelajari akan menjadi teman berharga dalam perjalanan akan datang, dan aku siap menghadapi apa pun di masa mendatang.
Karena akan sibuk dengan persiapan dan fokus ke CPNS2024. Author akan semi-Hiatus mungkin selama pelaksanaan. Selama itu kemungkinan akan di upayakan untuk update bab di hari yang tidak menentu. Doakan ya guys biar bisa lolos seleksi. 🔥📌