Setelah itu ada penginapan hangat kecil dekat sana dan mereka masuk.
Neko awalnya ragu dengan melihat sekitar sementara Felix masuk ke kamar duluan melepas mantel dan semua baju tebalnya hingga ia hanya memakai kemeja putihnya lalu duduk di kasur kamar itu.
"Kemarilah," tatap nya pada Neko yang perlahan berjalan mendekat.
"Aku ingin tahu, saat kau mengatakan kau pernah tidur bersama satu lelaki pertama... Di mana kau tidur bersama nya?" tatap Felix yang seketika menarik tangan Neko.
Neko berwajah terkejut dan ia sekarang di pangkuan Felix di atas kasur itu.
"Aku tidak ingat apapun," Neko membalas sambil melihat ke arah yang lain.
Felix juga ikut terdiam lalu ia membelai pipi Neko dengan tangan nya.
"Apa yang kau pikirkan, tentang aku?" tatap nya.
". . . Kau adalah... Penghancur pertamaku dan aku tidak tahu akhir dari apa diri kau untukku," kata Neko yang memegang tangan Felix yang masih berada di pipinya, dia mencium telapak tangan Felix lalu menggigitnya. "(Menjadi lebih baik dari semuanya, ini tidak lah yang ku inginkan,)" dia terdiam menatap mata Felix yang terus memandangnya dengan adanya darah mengalir dari tangan nya, lalu Felix mencium bibirnya dengan dalam. "Aku sudah bilang beberapa kali padamu, kau sudah di tanganku, aku pemegang ketiga dan terakhirmu, tak ada pemegang ke empat sekarang, berakhirlah hanya di depan dan di tanganku saja, aku juga akan berusaha membuatkan yang terbaik untukmu dan kau juga harus berusaha menerima dengan maksimal dari apa yang aku berikan padamu," bisik Felix.
Lalu Neko terdiam dan memegang kedua pipi Felix.
"Aku tidak bisa... Mengatakan sesuatu yang akan mengatakan semua isi pikiran dan hatiku begitu saja padamu, aku sedang putus asa di sini, apa yang harus kau lakukan?" tatap nya. Lalu Felix yang jadi terdiam memandangnya.
"Baiklah, aku akan menunggu itu di ucapkan oleh perkataan mu," kata Felix lalu ia mendekat mencium bibir Neko.
Tapi mendadak lampu di kamar itu mati membuat ruangan itu sangat sangat gelap dan mereka menjadi terkaku.
Lalu dari luar terdengar teriakan pemilik penginapan kecil itu. "Mohon maaf listrik padam, tidurlah hingga esok hari, terima kasih!!"
"Resiko inap murah," kata Felix dengan wajah tidak enak nya.
Tapi ia terdiam ketika merasakan Neko mencium bibirnya secara agresif.
"(Gadis ini?.... Aku mengerti, dia ingin melakukan nya huh,)" Felix menjadi mengangkat satu alisnya lalu mencium dan mencumbu Neko di ruangan yang gelap itu.
"Kau ingin aku memasukan nya?" tanya Felix.
Neko hanya terdengar bernapas panas. Lalu ia memeluk Felix. "Aku tak mau.... Aku tak mau bercinta.... Hanya.... Cumbui aku..." kata Neko.
"Sesuai permintaan mu," Felix membalas dan mencium leher Neko. Dia melakukan itu hingga benar benar membuat Neko telanjang. Tubuh yang seperti permen membuat nya terus saja tercium dan tergigit mulut Felix.
"Ah... Jangan ada, bekas lagi...."
"Kenapa? Bukankah aku memberikan mu krim penyembuhan bekas luka itu, pakailah setiap saat agar bekas luka yang aku buat tidak membekas, jika di bagian punggung aku yang akan melakukan nya karena kau tidak akan sampai," kata Felix.
"Ter.... Terserah... Aku tak peduli itu..." Neko masih bernapas panas.
--
Malam yang panjang itu Felix terbangun dengan ruangan gelap tanpa lampu itu, ia bangun duduk dan melihat Neko tertidur di sampingnya dengan menghadap ke arahnya tidur.
Dia mendekat menarik pelan helai rambut Neko yang panjang lalu menciumnya. "(Aku pertama untukmu dan aku juga yang akan menjadi terakhir untukmu.)"
Ia lalu berdiri dan memakai baju atasnya karena dia telanjang dada hanya memakai celana saja lalu berjalan pergi.
Tak lama kemudian Neko terbangun sambil meraba bagian sampingnya lalu bangun duduk. "(Dia tidak ada, apa dia pergi,)" dia melihat sekitar lalu mengambil bajunya yang ada di samping ranjang.
Ia lalu berjalan keluar tapi rupanya Felix ada di luar penginapan sambil merokok.
Felix menoleh dengan mata datarnya dan baru sadar itu adalah Neko. "Kau terbangun, haruskah aku membuatmu tidur lagi?" tatap nya.
"Aku tidak ingin tidur."
"Kalau begitu aku akan mengambil barang dan kita akan kembali, tunggulah aku di mobil," kata Felix yang berjalan kembali masuk ke penginapan itu.
Neko terdiam lalu berjalan sambil melihat sekitar. "(Saat aku terbangun tadi, aku pikir kau akan meninggalkanku, kenapa aku menjadi sangat takut,)" ia berhenti di samping pagar dermaga melihat bawah dimana air laut terlihat di sana. "(Aku ingin tahu rasanya mati terbawa ombak.)"
"Kau mau langsung, atau masih ingin tetap di sini?" kata Felix yang sudah membuka mobil.
Hal itu membuat Neko menoleh. Tapi ia terdiam membuat Felix juga terdiam.
"(Mungkin, aku sudah memiliki banyak ketakutan terbesar termasuk takut apapun yang akan terjadi nantinya....)" Neko lalu berjalan mendekat dan masuk ke bangku yang sudah di buka kan pintunya oleh Felix.
"Kau tidak terlihat seperti biasanya memang karena sesuatu telah terjadi, tapi apa kau akan memikirkan hal ini terus menerus, seharusnya kau sudah tenang bisa melihat kebebasan di sini," tatap nya. Tapi Neko hanya terdiam dan menoleh menengadah menatap Felix. "Aku merasa aku bukan satu satunya milik mu," tatap nya seketika Felix terdiam.
Ia lalu menghela napas panjang. "Tunggulah di sini," kata Felix, ia keluar dan menutup pintu mobil membuat Neko masih berada di dalam mobil sendirian.
Dia berjalan ke bagian dermaga cargo sambil merokok dan berhenti berjalan dengan menatap ke bulan yang terlihat di atas laut.
"(Aku tidak tahu dia akan mengatakan hal itu nantinya, dan sekarang, dia benar benar mengatakan nya.... Ini memang sudah jelas dia adalah satu satunya milikku, bukan milik orang lain... Kecuali jika maksud nya adalah dia gadis satu satunya milikku, tapi mau bagaimana lagi sebelum dia pastinya masih ada wanita lain,)" pikir Felix sambil menghembuskan napas rokoknya.
Di sisi lain tepatnya di dalam mobil, Neko terdiam menatap Felix yang jauh dari jendela mobil.
"(Aku tidak berpikir dia akan pergi menjauh seperti itu hanya karena mendengar pertanyaan ku tadi,)" ia terdiam dengan wajah datarnya. Tapi ia terkejut akan sesuatu di perutnya.
Ia terkejut sampai sampai mata miliknya melebar. "(Apa yang baru saja terjadi?... Apa bayi nya baru saja bergerak?!)"
Lalu Felix membuka pintu supir dan masuk duduk di samping Neko yang memegang perutnya.
Felix menoleh dan melihat Neko memegang perutnya.
"Ada apa? Apa kau ingin sesuatu lagi?" tatap nya dengan ikut memegang dan mengelus pelan perut Neko.
"Dia baru saja bergerak," kata Neko.
". . . Bukankah pada kehamilan pertama bayi bergerak di usia kandungan 6 bulan?"
"Tapi aku baru saja merasakan nya."
"Ya baiklah, kau merasakan nya," balas Felix. Neko menjadi terdiam, ia melihat wajah tenang dan senyum kecil milik Felix yang selalu terpasang di wajahnya.
"(Aku tidak tahu, pria yang terlihat mengerikan seperti dia... Lama kelamaan memiliki wajah yang terlihat sangat baik, aku benar benar tidak tahu apa apa lagi dan tidak akan pernah mengerti soal ini,)" Neko terdiam berpikir.
"Apa kau ingin sesuatu?" tawar Felix sambil memakai sabuk pengaman nya sendiri dan menyalakan mobil.
"Aku...." Neko menjadi lambat menjawab dengan wajah ragu.
Lalu Felix terdiam dan menatap padanya menunggu perkataan Neko.
"Aku ingin..... Kue apel," kata Neko.
"Kue apel lagi? Apa bayi kecil itu suka pada kue apel? Benar benar sangat manis, aku akan mampir membelinya," balas Felix.
"(Ini hampir memalukan,)" Neko membuang wajah nya dengan wajah yang merona.
Lalu Felix menyalakan mesin dan berjalan meninggalkan dermaga itu meskipun masih malam yang menjelang pagi.
Setelah sampai di tempat toko kue. Felix mematikan mobilnya, ia terdiam ketika dari tadi Neko diam tak menoleh ke depan maupun padanya. Felix menatap Neko dengan dekat yang rupanya Neko tertidur miring dekat ke jendela.
"Itu tidak akan enak saat kau bangun nanti," Felix keluar dari bangkunya dan membuka pintu Neko, ia membenarkan bangku Neko dengan agak menekuk bangku Neko agar ia bisa tidur nyaman.
Setelah dikira nyaman, Felix melepas mantelnya sendiri dan menyelimuti Neko dengan mantelnya yang besar, ia lalu memegang tangan Neko dan mencium nya. "(Aku akan segera kembali.)"
Lalu Felix kembali menutup pintu dan berjalan masuk ke toko kue itu. Ia berniat tetap membelikan Neko kue apel meskipun Neko tertidur.
Ketika akan masuk ke dalam toko kue, mendadak ada yang memanggil nya. "Tuan Park," panggil suara itu membuat Felix menoleh dengan liriknya.
Rupanya itu Acheline. "Apa yang kau lakukan di sini, Bos?" dia berjalan mendekat.
Tapi ia sudah sadar sendiri dimana Felix berjalan ke toko kue dan di dalam mobil terlihat ada seorang Neko.
"Ah, begitu ya rupanya haha...."
"Kembalilah ke tempat mu, kenapa kau ada di sini?"
"Ah, aku hanya ingin melihat suasana luar saja setelah banyak bekerja, dan rupanya bertemu atasan ku sendiri... Oh iya, bagaimana keadaan gadis itu? Apakah dia baik baik saja bersama bayi nya?" Acheline kembali menatap.
Tapi Felix hanya terdiam dingin dan berjalan pergi membuat Acheline bingung. "(Hm.... Aku terlalu mengganggu...)"
Tapi ia menoleh ke mobil Felix dan terlihat Neko bergerak di sana yang menandakan dia bangun. Ia lalu tersenyum kecil dan berjalan mendekat.
Sementara rupanya Neko memang bangun, dia melihat di bangku supir tak ada Felix. "(Ah kemana dia! Apa dia meninggalkan ku sendiri??)" dia panik akan keluar tapi ada yang memegang kaca pintunya tiba tiba membuat nya terkejut menoleh.
Rupanya Acheline. "Halo..." dia menyapa dari kaca yang tertutup membuat Neko terdiam kaku melihat nya.
Lalu Acheline membuka pintu dan menatapnya. "Halo Akai... Bagaimana keadaan mu? Kamu baik baik saja? Bagaimana dengan perut mu itu, aku ingin menyentuh nya," Acheline akan mendekat tapi mendadak dia tertarik keluar dan rupanya Felix menarik kerah belakang nya ke atas seperti kucing yang tergigit leher belakang nya.
"Sedang apa?" Felix menatap tajam.
"Ahahaha.... Hehe...." Acheline hanya bisa berkeringat dingin.
Tak lama kemudian, Neko membawa kue apel itu. "Te... Terima kasih..." ia menatap Felix yang fokus mengemudi. "Makan lah selagi masih hangat, karena itu baru saja di buat tadi...." balas nya membuat Neko terdiam.
"(Kenapa dia bersikap begitu baik.... Kupikir dia membunuh orang tua ku dengan sikap yang buruk....)"