Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

WOUNDED

🇮🇩urtype
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.7k
Views
Synopsis
Gabriella Aquilla Kinara, gadis mungil yang mencoba menolong seorang laki-laki keluar dari kesakitan namun ia justru ikut terjerat dan merasakan sakitnya. Hati dan mentalnya di permainkan semesta. Apakah ia mampu melanjutkan hidupnya? Gerald Eldric Nathanael Gultom, laki-laki bermata elang yang tak takut pada siapapun kecuali Tuhan, ia jatuh hati sekaligus membenci gadisnya. Ia merasa terancam dan tidak ingin terluka sendirian.
VIEW MORE

Chapter 1 - Part 1

Gerald berjalan menyusuri koridor, mata elangnya menatap tajam kedepan. Orang-orang yang berlalu lalang merasa terancam dengan aura intimidasinya.

Brak

"Bangsat" Ia membanting pintu rooftop lalu duduk di sebuah kursi yang sudah ia klaim menjadi miliknya. Mengambil puntung rokok, membakarnya, lalu menghisapnya dengan frustasi. Wataknya yang keras membuatnya tak bisa mengendalikan emosi. Nafasnya naik turun menahan amarah.

"Gue? Mau di keluarin cuma karena ngebogem anak pemilik sekolah?" Ia tersenyum devil. Sayang sekali, Gerald hanya membuatnya kritis, harusnya ia bunuh saja sekalian.

Flashback

"Ngga mau kak, tolong jangan paksa aku" ujar Dewi dengan wajah menunduk, ia tidak ingin terlihat lemah, namun apalah daya, ia gadis cupu dan miskin yang bisa bersekolah di SMA Harapan karena mendapat beasiswa.

SMA Harapan adalah sekolah elit di Jakarta, siswa siswinya dari kalangan atas dan berkualitas.

"Lo berani nolak gue?" Tangan Edgar mencengkeram dagu gadis yang ada di depannya. Ia tidak suka penolakan, ini sekolah miliknya, semua siswa harus mematuhi aturannya. Selama ini belum ada yang berani menentangnya. Edgar selalu bersikap bak binatang, menyuruh siswi lain membelikan makanan untuk makan siangnya, membully anak beasiswa dan masih banyak lagi.

Bugh

Sebuah bogeman mendarat di wajah Edgar. Bibirnya sobek dan sedikit mengeluarkan darah, pukulannya cukup membuatnya meringis.

"Siapa lo? Ngga usah jadi pahlawan kesiangan" ujarnya dengan tampang songong

"Lo kalo ngga bisa memanusiakan manusia mending pergi ke neraka" ujar seorang laki-laki yang sedari tadi muak memperhatikan Edgar yang semena-mena.

"Kurang ajar lo"

Edgar yang akan mendaratkan pukulannya namun laki-laki itu dengan gesit menghindar dan balik memukul Edgar dengan membabi buta. Ya, laki-laki itu bernama Gerald Eldric Nathanael Gultom. Suasana hatinya sedang buruk, ia tidak menyukai orang yang berbuat seenaknya, mood nya hancur saat memasuki kantin, ia yang moodyan langsung saja tersulut emosi dan berakhir di ruang kepala sekolah.

"Gerald kamu ini selalu saja membuat keributan, apa tidak bisa di selesaikan baik-baik?" Tanya kepala sekolah

"Orang macam dia ngga bisa di baikin pak" ujarnya kesal

"Sudah 3 kali surat pelanggaran yang kamu terima, orang tua Gerald tidak terima anaknya di hajar sampai masuk rumah sakit, kamu di keluarkan dari sekolah" ujar kepala sekolah

"Dikeluarin? Siapa yang berani ngeluarin gue? Gue beli sekolah ini!" Teriak Gerald

"Gerald !" Panggil kepala sekolah, namun tak di hiraukan.

Gerald keluar dari ruang kepala sekolah lalu berjalan menyusuri koridor.

Suasana di kantin begitu riuh, ramai siswa siswi membubarkan diri setelah menyaksikan perkelahian tadi. Seorang gadis manis terlihat sedang mencari seseorang. Kepalanya ia rotasikan dari depan ke belakang untuk mengamati keadaan.

"Adeliooo" teriak Ara sambil melambaikan tangan ke arah laki-laki yang terlihat buru-buru.

"Lo manggil gue?" Ujarnya sambil menunjuk dirinya sendiri

"Hehe iya, maaf, kak?" Ara reflek memanggilnya. Ia dengar, Adelio adalah orang yang cukup dekat dengan Gerald. Ia sungguh sangat tertarik dengan Gerald, penasaran dengan kehidupannya.

"Kenapa?" Tanya Adelio

"Emm.. gini, jadi tuh, hehe, gue mau nanya soal Gerald. Lo temen Gerald kan? Gerald orangnya gimana sih kak?" Tanya Ara to the ponit.

"Lo mau tau aja atau mau tau banget?" Ujar Adelio dengan tampang menyebalkan. Ia cukup terkejut, Ara most wanted girl SMA Harapan, menanyakan Gerald, temannya. Adelio duduk di bangku sebelah Ara.

"Yee lo mah, gue serius nanya kak sekaligus mau minta maaf ke dia soal kejadian tadi" Ara merasa bersalah. Dewi adalah temannya, ya.. Ara cukup ramah dengan semua orang, ia berteman pada siapa saja, namun untuk menjadi teman dekatnya, ia cukup pemilih karena ia takut dikhianati kembali.

"Em gimana yah, dia tuh orangnya keras, omongan abangnya aja dia tolak mentah-mentah. Sebenarnya dia baik, cuma mungkin dia butuh kasih sayang? Gue juga ngga ngerti kenapa dia sekarang gitu, dia orangnya sangat tertutup, jarang cerita soal masalahnya. Ayah dia udah meninggal."

"Innalillahi, jadi sekarang dia tinggal bareng ibu dan abang nya?" Tanya Ara memastikan

"Abang nya kuliah di Bandung, dia tinggal sama ibunya. Eh Ra udah dulu ya, gue mau nyamperin Gerald takutnya dia buat masalah lagi" Adelio bangkit dari duduknya, belum sempat melangkahkan kakinya, ia sudah di cegah duluan.

"Eehh, kak.. Gerald dimana? Biar gue aja yang nemuin dia, gue mau minta maaf juga" Ara mencekal tangan Adelio.

"Lo yakin? Dia serem loh kalo marah" ujarnya menakuti

"Ngga takut" ujar Ara, padahal dalam hatinya ketar ketir. Ia juga tidak tau kenapa sebegitu penasaran dengan kehidupan Gerald, ia merasa iba, ia ingin menolong Gerald. Baru kali ini Ara simpati dengan lawan jenis, padahal ia sangat menghindari laki-laki.

"Hm iya deh. Gerald kayaknya di rooftop. Biasanya kalo lagi emosi, dia selalu nenangin diri di situ"

"Okeyyy, makasih kak." Ara melambaikan tangan dan berlari menuju rooftop.

Saat sampai di rooftop, Ara ragu untuk membuka pintu, jantungnya berdebar kencang, keringat dingin membasahi pelipisnya.

"Duh.. kok gue takut ya? Tarik nafas Ra" Ara menarik nafas dari lubang hidungnya yang mungil lalu menghembuskannya perlahan. Pelan-pelan ia membuka pintu rooftop, pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah tubuh tinggi, tegap, dengan potongan rambut two block, laki-laki itu memejamkan mata menikmati semilir angin. Ara terpaku, lidahnya kelu. Mata yang terpejam itu pelan-pelan terbuka dan menatap gadis manis yang berdiri tak jauh darinya. Mata elangnya mengamati gerak gerik gadis itu.

"Siapa?" Tanya Gerald dengan nada dingin

"G-gue.. Ara" ara mengulurkan tangan.

"Ngapain?" Singkat, padat, dan jelas. Gerald tidak menerima uluran tangan itu, ia memalingkan mukanya dari Ara.

"Gue mau minta maaf soal kejadian di kantin dan makasih udah nolongin temen gue. Gue denger lo mau di keluarin dari sekolah? Makannya gue cari lo, gue.. mau bantu lo" ujar Ara tak yakin, sedari tadi jantungnya berdebar kencang. Sepertinya sepulang sekolah ia harus memeriksa dirinya ke dokter, aneh sekali. Tangan yang tadi ia ulurkan, ia tarik kembali, jarinya saling memilin gugup. Kurang ajar, kenapa dia bersikap bodoh?

"Ngga perlu, udah beres." Yang Gerald katakan memang benar, tadi setelah emosinya mereda, ia menelpon bawahannya untuk membeli sekolah ini. Gerald, anak kedua dari pasangan Almarhum Robert dan Dolla. Di umurnya yang masih muda, ia sudah mempunyai bisnis yang ia bangun dari nol bersama teman kecilnya.

"Gue juga minta maaf" lanjutnya

"Minta maaf?" Ara mengerjabkan matanya, bingung. Kenapa minta maaf?

"Ngga, lupain." Gerald merutuki ucapannya, tiba-tiba lidahnya kelu, ia sendiri bingung kenapa mengucapkan hal itu. Padahal ia tergolong manusia tergengsi sedunia. Mengucapkan kata maaf dan terimakasih adalah sebuah penghargaan untuknya.