Bunyi alarm terdengar nyaring membuat gadis yang baru tidur jam 3 pagi itu terbangun.
"Hoammm. Perasaan baru tidur, kok udah pagi aja" keluhnya sambil menggeliat.
Buru-buru ia bangkit dan berjalan gontai ke kamar mandi, mengambil air wudhu, lalu melaksanakan Shalat subuh. Setelah melaksanakan shalat subuh, Ara tertidur lagi. Matanya tak kuasa menahan kantuk.
Jam menunjukkan pukul 06.30
Ara tersenyum melihat pantulan dirinya di kaca, ia menuruni anak tangga, bersiap untuk berangkat ke sekolah. Ia sudah kelas 11, sebentar lagi akan melaksanakan ujian kenaikan kelas.
"Pagi kak.. lagi masak apa?" Tanya Ara pada temannya. Ia tinggal di Apartemen bersama Aca, kakak tingkatnya. Mereka dekat semenjak ikut lomba.
"Eh Ara, Ini Gue lagi bikin ayam kecap. Lo mau berangkat?" Aca menggoreng ayam kecap yang terlihat lezat.
Melihat ayam kecap kesukaannya, membuat air liurnya hampir menetes.
"Jadi laper" batin Ara
"Hehe iya, udah siang juga. Gue buru-buru kak, duluan yaa" ujarnya menimpali. Ara tak sempat sarapan pagi, ia merutuki dirinya, menyesal setelah shalat bukannya mandi malah tidur lagi.
Ara siswa 11 MIPA 2 di SMA Harapan, banyak orang yang menyukainya. Ia selalu saja meninggalkan sarapan paginya, bangun kesiangan karena tugas sekolah yang makin hari rasanya makin banyak saja.
Dari kejauhan ia melihat Gerald, ia masih kukuh dengan niatnya, ingin menghampiri namun ia harus segera ke kelas.
"Hi Rin" sapa Ara pada temannya.
"Hi juga Ra. Lo hampir terlambat, untung aja gurunya belum dateng. Semalem Lo ngapain aja? Baca novel kan Lo?" tuduh Arin dengan pertanyaan yang beruntun
"Hehe tau aja Lo rin, ya gimana ya, secara cowok fiksi gue ngga nyakitin dibanding cowok real life" ujarnya dengan tersenyum lebar hingga gingsulnya tampak, satu kata untuk gadis ini, manis. Ara mengerjakan tugas sekolah sambil membaca novel di aplikasi wattpad, sudah menjadi kebiasaannya, supaya tidak terlalu pening katanya.
"Semerdeka Lo deh Ra" Arin sudah biasa dengan sahabatnya yang sangat menggilai cowok fiksinya, semoga saja cowok fiksi yang Ara impikan itu menjadi nyata.
Mata pelajaran pagi ini Matematika, cukup menguras pikiran. Ara dan Arin termasuk deretan Siswi berprestasi dan cerdas, mereka masuk kelas unggulan.
"Ra, mau makan di kantin ngga? Lo kan belum sarapan, ntar asam lambung Lo kambuh lagi. Ayooo" Arin menggaet tangan mungil Ara, mereka pergi menuju kantin.
"Ish.. jangan cepat-cepat jalannya Rin" Ara kewalahan mengimbangi langkah Arin, temannya itu terlalu bersemangat.
"Lagian Lo lesu banget" ujar Arin
"Heumm" aura dinginnya keluar.
"Yaelah, sok cool lo" Arin menjitak kepala Ara
"Kenapa? Cerita sini, kemarin ada kejadian apa pas gue ngga masuk?" Tanya Arin penasaran, desas desusnya Edgar yang dulunya pemilik sekolah sekarang pindah ke Bogor.
"Lo tau Gerald?"
"Oh cowo yang dingin dan sinis itu ya? Anak kelas 12 IPS 1 yang suka berantem dan ngga suka cewe karena menurutnya mengganggu" jelas Arin yang sepertinya lebih tau soal Gerald dibanding Ara.
"Iya deh lambe turah" ujar Ara tak heran
"Makannya gosip, lo diajak ghibah selalu ngga mau"
"Pala lo, dosa gue udah banyak ngga mau nambah lagi" Ara memutarkan bola matanya kesal. Ia typikal cewe yang tidak begitu memperhatikan lingkungan, acuh, dan tidak suka ikut campur urusan orang. Namun entah kenapa, ia sangat ingin tau tentang Gerald.
"Iye ustadzah" balas Arin sambil menangkupkan tangan didepan dada
"Tumben banget lo kepo soal cowo? Jangan-jangan.." Arin menyipitkan matanya, menyelidiki, seperti ada yang janggal dengan sahabatnya ini.
"Apaan sih, gue ngga suk Gerald yaa" ujar Ara tanpa sadar
"Cie cieee, belum juga gue tanya, kayaknya lo beneran suka Gerald deh" pasalnya Arin tak pernah melihat Ara memikirkan hal-hal selain pelajaran.
"Ngga lah, hati gue cuma ngerasa ngga tega. Tau ngga, kemarin Dewi di bully Edgar dan Gerald nyelametin Dewi, awalnya Gerald mau di keluarin dari sekolah, eh malah Edgar yang keluar, plot twist banget. Terus gue nyari temen deket Gerald, pas banget gue ketemu Adelio dan gue tanya soal Gerald ke dia, terus gue samperin Gerald di rooftop. Lo tau ngga?" Jelasnya sambil menerawang ke depan
"Tau apa? Belom juga di kasih tau, mana gue tau maemunah"
"Gue.. lihat mata dia, rasanya kaya ikut sakit. Mata elang yang teduh, tapi juga hangat. Gue ngga ngerti kenapa bisa gitu, tapi seolah dia minta tolong ke gue" jawabnya sambil memakan bakso yang tadi di pesannya.
"Dih bisa gitu? Perasaan lo aja kali Ra, Gerald tuh dingin dan ngga bisa ketebak jalan pikirannya. Mungkin aja sih kalo dibalik sifat dinginnya dia mendem masalahnya sendiri" Arin menimbang nimbang ucapannya, kalau dipikir secara logika, bisa jadi sih.
"Nah, gue juga mikir gitu. Gue mau jadi temennya, mau bantu dia keluar dari masalah hidupnya, seenggaknya hidup dia berwarna, ngga suram. Menurut lo gimana Rin?" Tanya Ara meminta pendapat
"Gue terserah lo. Tumben banget kan lo gini, gue rasa lo cinta pandangan pertama deh. Apapun itu, intinya selama itu baik lakuin aja ngga papa, tapi jangan sampe lu ikut terluka juga ya Ra. Gue ngga mau sahabat gue kenapa-napa, lo kan masih polos bego, takutnya lo cinta beneran lagi" ujar Arin
"Lo mah gitu dih, gue emang masih bingung sama perasaan gue tapi, masa sih cinta pandangan pertama beneran ada? Hm, gue yakin gue cuma simpati" Ara meyakinkan dirinya.
Bel pulang sekolah berbunyi, Ara buru-buru keluar kelas dan pergi menuju rooftop. Ia mendapat pesan dari Adelio bahwa Gerald lagi kacau. Ya, saat di kantin Adelio memberikan nomor WhatsApp nya ke Ara, tak lupa nomor Gerald pun ia kirim. Namun Ara belum berani untuk sekedar menyapa Gerald di aplikasi hijau itu. Adelio melihat kesungguhan Ara, mata indahnya memancarkan ketulusan, membuat Adelio hanyut dengan tatapan matanya. Adelio membantu Ara agar dekat dengar Gerald, ia juga sudah tak sanggup memberi nasihat pada Gerald, ucapannya hanya dianggap angin lalu. Adelio berharap, semoga Gerald bisa menjadi Gerald yang dulu. Adelio tak mengatakan pada Ara bahwa Gerald sudah menyukai Ara sejak Ara kelas 10, tepatnya setahun yang lalu, gengsinya yang tinggi membuat Gerald menutupi perasaannya dengan rapi, terlihat acuh dan tidak perduli. Tujuan Adelio adalah agar Gerald bisa kembali merasa hidup dan bahagia.
Ara membuka pintu rooftop dengan kencang, ia melihat Gerald yang sepertinya mabuk, botol alkohol tergeletak di meja rooftop.
"Lo mau?" Tawar Gerald saat melihat gadis yang sudah tak asing di matanya. Gerald terkekeh, sepertinya ia sudah hilang akal.