"Perempuan itu Ara hehe" Gerald tersenyum memandangi wajah cantik Ara, ia tidak bisa mendeskripsikan perasaannya. Untuk saat ini, ia berjanji akan membuat Ara selalu tersenyum jika bersamanya.
"Emang?" Tanya Ara sambil tersipu malu, ia mencoba mati-matian agar tidak tantrum di depan Gerald.
"Iya, ngga percaya?"
"Percaya kok" sahut Ara
Anak kelas 12 sedang melaksanakan Ujian Sekolah, membuat Ara dan Gerald sedikit berjarak. Ara memanfaatkan waktunya untuk berfikir, apakah ia benar-benar sudah jatuh hati pada Gerald? Tapi ia takut jika memang benar, apakah Gerald juga menyukainya? Ah, rasanya tidak mungkin. Ara terus bergelut dengan pikirannya, ia takut terluka, tapi ia tetap bersikukuh memantapkan hatinya bahwa ia hanya simpati, menolak perasaannya mentah-mentah karena belum siap mendapat penolakan. Tanpa sadar perasaannya semakin dalam hingga membuatnya kelimpungan.
"Bang, saudara kamu masih di Bandung?" Tanya Ara
"Dia udah balik, sakit. Infeksi Gigi, jadi harus ditangani." Jelasnya
"Ara kapan-kapan ngobrol sama saudara abang boleh?"
"Boleh, nanti yaa kalo udah sembuh" ujar Gerald
"Em okeee"
Juna Gerrard Kyler, kakak laki-laki Gerald yang memiliki kepribadian berkebalikan dari Gerald. Ia pria yang baik hati, suka merangkul dan menolong orang-orang, aura positif terpancar dari dalam dirinya. Namun sangat disayangkan, belum sempat Ara berkenalan dengan Kakak laki-laki Gerald, ia sudah dipanggil Tuhan diumurnya yeng terbilang masih sangat muda.
Gerald mengirimkan pesan berupa foto jenazah kepada Ara. Saat membaca pesan tersebut, Ara syok.
Flashback
"Abang suka begadang ya? Udah malam kenapa belum tidur?" Tanya Ara saat menerima panggilan telpon dari Gerald
"Abang lagi jagain kakak abang, dia drop."
"Semoga bang Juna cepet sembuh" Ara seolah ikut merasakan sesaknya, dapat ia pastikan perasaan Gerald campur aduk. Ia ingin menghampiri Gerald, namun hari sudah larut malam.
"Aamiin. Ara abang tutup telpon nya yaa, bang juna kayaknya tenggorokannya sakit. Good Night.."
"Too" Ara menutup telponnya dan melamun. Pasti sakit sekali di posisi Gerald, ia sungguh ikut sesak dan menangis. Ia yang terlahir dari keluarga utuh saja terkadang sering menangis, semua orang punya masalah, dan Tuhan tidak memberi ujian melainkan sesuai dengan kemampuan hambaNya. Ia diam-diam menangis, rasa sesak menggerogoti dirinya. Ia tak bisa membayangkan bagaimana kehidupan Gerald yang lahir tanpa pernah melihat ayahnya, lalu sekarang kakaknya sakit, ia hanya punya ibu dan kakaknya. Ara meneguhkan hatinya, ia berkata dalam hatinya agar selalu berusaha di samping Gerald apapun keadannya.
Ara bergegas mandi dan memakai pakaian serba hitam, lalu pergi menuju kediaman Gerald.
"Araa" panggil Gerald frustasi, ia memeluk gadis itu dengan erat. Air matanya tak terbendung, pertama kalinya Ara melihat Gerald menangis.
"Shutt.. tenang" Ara mengelus punggung Gerald, ia mencoba menenangkannya. Berusaha menahan tangis dan menyalurkan kehangatan untuk laki-laki yang ada di dekapannya. Pandangannya bertubrukan dengan netra abu milik Dolla, ibu Gerald.
Dolla Orlina Sasikirana, wanita berusia kepala empat itu tersenyum pada Ara. Ia baru melihat putranya menangis, selama ini ia begitu keras terhadap Gerald hingga membuat anaknya membencinya. Dolla hanya ingin yang terbaik untuk anaknya, namun tanpa sadar ia sendiri yang menghancurkan mental Gerald dengan tekanan-tekanan yang ia berikan. Meskipun begitu, ia cukup lega karan putranya sudah mandiri dan memiliki usaha sendiri.
Gerald masih nyaman dalam pelukan Ara, ia menduselkan wajahnya ke ceruk leher Ara.
"Bang, jangan patah semangat ya, Ara bangga sama abang, abang udah sekuat ini. Kalo mau nangis lagi ngga papa, sini Ara puk puk" ujar Ara berusaha menyemangati
Air mata Gerald menetes lagi, ia sungguh mencintai Ara. Namun sulit sekali untuk mengutarakannya. Gerald tidak pernah berpikir bahwa manusia mempunyai titik lelah. Gerald semakin mengeratkan pelukannya.
Acara pemakaman telah usai. Beberapa teman Gerald turut hadir, mereka berbincang-bincang sedikit sebelum akhirnya pamit.
"Bro, gue pamit ya. Turut berduka cita atas meninggalnya Juna. Keep strong.." Farid Dominic teman Gerald sekaligus teman Juna. Farid melirik Ara sekilas, sebelum akhirnya pergi undur diri.
"Iya bro, thanks ya udah ke sini." Sahut Gerald. Keadaan Gerald sudah cukup terkontrol, ia merasa malu setelah menangis di depan Ara. Ia langsung merubah ekspresi wajahnya menjadi mode cool.
OSIS SMA Harapan disibukkan dengan persiapan perpisahan kelas 12. Akhirnya terlepas satu beban di pundak mereka, sudah selesai tanggung jawabnya sebagai siswa/siswi SMA yang kemudian akan mengemban tanggung jawab lebih berat lagi, ada yang kuliah dan ada yang bekerja. Tiga tahun bukan waktu yang singkat, tapi memberikan kenangan yang terus melekat. Konon masa SMA adalah masa paling indah. Padahal, semua itu tergantung yang menjalaninya.
Arin dan Ara berjalan menuju kelas, mereka berangkat bersama. Arin menawarkan diri untuk menjemput Ara, sahabatnya itu terlihat lesu karena Gerald membatalkan janjinya untuk menjemput Ara. Anak kelas 12 sedang gladi bersih untuk persiapan perpisahan yang akan diadakan seminggu lagi. Gerald tidak bisa menjemput Ara karena ada urusan penting, Gerladpun tak masuk sekolah.
Di lain tempat seorang pria berkulit eksotis memperhatikan Ara dari kejauhan, matanya menatap intens, memperhatikan setiap pergerakan gadis itu. Telinganya memerah, ia mengingat kejadian tempo hari saat melihat gadis itu bersama Gerald. Lucu, pikirnya.
"Woy, lagi natap apa sih lo" tegus Adelio mengagetkan, ya mereka teman-teman Gerald. Adelio ikut menatap kearah yang sama, di sana terlihat Ara yang sedang tertawa bersama temannya, berjalan menaiki tangga menuju deretan kelas 11 MIPA. Adelio memicingkan matanya, ia melihat Ara kemudian melihat lagi ke arah Farid.
"Wah wah, kayaknya ada yang kasmaran nih" Adelio bersiul meledek Farid. Setaunya, Farid memiliki selera cewe yang cukup tinggi, tidak heran jika teman kelasnya ini menyukai Ara. Namun, ia tak bisa berpikir jika Gerald tau, apakah mereka akan bertengakar layaknya drama korea? Adelio tidak ingin jika Farid berharap lebih.
"Gue ingetin sama lo, dia cewe Gerald. Mending lo ngga usah berharap sama dia. Kalo dilihat-lihat, Ara kelihatan perduli banget sama Gerald." Terang Adelio
"Hm" Farid ingin mencoba mendekati Ara. Ia tertarik pada gadis itu.
"Si Gerald ngga masuk ya Rid?" Tanya Adelio
"Tadi gue lihat dia boncengin cewe" jawab Farid dengan muka seriusnya
"Gila lo, ngga mungkinlah. Dia kan ngga pernah deket sama cewe selain Kinara" Adelio menggaplok lengan Farid
"Ck, kalo ngga percaya yaudah. Berarti gue punya kesempatan buat deketin Ara dong?"
"Serah lu dah, kalo Ara mau sama lo, tapi gue yakin 100% lo di tolak" Ujar Adelio sambil berlari menghindari amukan Farid. Memang hobinya ini menggoda temannya.
"Awas lo Lio" teriak Farid tak terima, ia yakin bisa mendekati Ara dengan mudah.