Gerald berjalan gontai menghampiri Ara, keringat dingin membasahi tubuh Ara. Ia sungguh takut, namun buru-buru ia tepis rasa takut itu. Tiba-tiba tubuh tegap itu ambruk, Ara berusaha menahan badan Gerald, mengaitkan lengan Gerald di lehernya dan memapah Gerald yang sudah hilang kesadaran.
Gerald mengerjapkan matanya, pantulan cahaya masuk ke retinanya, kepalanya masih berdenyut nyeri, pusing sekali.
"Lo udah sadar?" Ck, pertanyaan bodoh macam apa itu Ara. Jelas-jelas Gerald udah buka mata, berarti dia udah sadarlah.
"Gue dimana?" Tanya Gerald, pandangannya menyusuri tempat yang terasa asing baginya.
"Eh.. maaf, gue ngga tau rumah lo. Jadi gue bawa lo ke apartemen gue." Sebelum membawa Gerald ke apartemennya, ia menelpon Aca agar segera pulang. Jujur saja Ara masih takut, agak ngeri jika hanya berdua. Ara menyuruh Aca berjaga-jaga di ruang tamu. Kebetulan apartemen Ara mempunyai ruang tamu dan ruang makan yang menyatu.
"Jangan panggil Lo, panggil gue abang" ujar Gerald
"Hah, abang?" Tanya Ara dengan muka cengo
Gerald terkekeh geli, lucu sekali muka Ara, perpaduan manis dan imut. Tersadar dari kebodohannya, ia mengembalikan mimik wajah dinginnya.
"Iya mulai sekarang panggil gue abang, ngga sopan panggil lo lo an, gue senior lo"
"Cielah, senior katanya? Siap salah" gumam Ara yang masih bisa di dengar Gerald.
"Baiklah" ujar Ara pasrah
"Makasih" ucap Gerald dengan sedikit gengsi
"Sama-sama, santai aja bang" Ara terkekeh melihat Gerald yang terlihat ogah-ogahan mengucapkan kata itu.
"Gengsi aja terosss di gedein" batin Ara
"Oh ya, tadi gue buatin lo, eh, maksud gue, tadi gue buatin abang bubur" kok agak aneh ya, Ara merasa geli dengan panggilan itu. Ia belum terbiasa.
"Suapin"
"Apa?" Ara rasa telinganya harus di kerok lagi, ia tak salah dengar?
"Suapin Ra" Gerald tak suka berbicara dua kali, namun dengan Ara, dia merasa berbeda. Sebenarnya ia sudah tak bisa lagi memendam perasaannya. Tapi akan sangat konyol jika tiba-tiba ia mengatakan itu. Sepertinya semesta sedang berpihak padanya, sehingga kejadian tempo hari membuatnya lebih dekat dengan Ara.
"E-eh, iya iya. Nih, Aaa.. buka mulutnya" sendok itu terbang seperti pesawat, Ara merasa sedang menyuapi balita.
"Hihi, lucu" pikirnya
Ara sengaja bangun kesiangan karena hari ini libur sekolah. Ia sedang memainkan ponselnya, membuka aplikasi WhatsApp. Ia baru ingat, belum chat Gerald. Jarinya mengetikan sesuatu, namun di hapus lagi. Ara merasa bimbang, ia tidak pernah seperti ini, ia gengsi. Tapi..
abcdefgj
Assalamualaikum kak
Ting
Bunyi pesan masuk membuat Gerald beranjak dari lamunanya. Ia mengambil ponselnya dan melihat pesan WhatsApp.
Gabriella❤️
Assalamualaikum kak
Gerald tanpa sadar tersenyum melihat pesan itu. Kontak yang ia sematkan sejak lama, foto profile yang selalu ia lihat saat sedang merasa kacau, sekarang room chatnya menampilkan pesan yang Ara kirim, benar-benar di luar nalarnya. Gerald mengaku dirinya kalah, ia tak bisa menyangkal bahwa ia jatuh hati pada gadis itu. Sejak pertama kali ia melihat gadis itu menangis saat MPLS, lucu, imut, manis. Ia menyukainya, namun tak berani mendekati Ara, ia berpikir dirinya terlalu keras untuk Ara yang begitu lembut dan cengeng. Ya, selama ini ia memperhatikan dan menjaga Ara diam-diam.
Gerald 🐣
Waalaikumsalam manis
Ara mengerjabkan matanya. Pipinya bersemu merah. Ia terkejut dengan balasan Gerald.
"Manis?" Gumamnya
Jantungnya berdebar kencang, lagi-lagi ia merasa aneh. Selama ini jantung Ara tidak pernah berdebar sekencang ini, Ara bahkan biasa saja saat dekat dengan laki-laki. Namun apa ini?
"Murahan banget hati gue arghjemsmsm" teriak Ara.
"Ngga-ngga, pasti dia lagi ngelindur. Atau mungkin salah kirim? Oh iya, kok dia ngga nanya ini siapa, kok tau itu gue? Bodo ah, ini kenapa jantung gue masih berdebar njir" gumamnya sambil memegang dada bagian kirinya, jantungnya berdetak seperti habis lari maraton.
"Ngga mungkin kan gue suka dia?" Ara bingung dengan perasaannya sendiri, sedari awal Ara tidak menyadari perasaannya. Yang ia tau, ia hanya merasa simpati, tidak lebih dari itu. Ia selalu bersikukuh dalam hati, bahwa ia tidak mungkin menyukai Gerald.
Gabriella❤️
Salah kirim bang?
Senyum Gerald luntur, apa katanya? Salah kirim? Gerlad menormalkan kembali perasaannya, salahnya juga tiba-tiba seperti itu, pasti Ara kaget.
"Bodoh, kalau kaya gini bisa-bisa Ara ilfeel sama lo Gerald" batinnya
Gerald 🐣
Pesan ini dihapus
Gerald 🐣
Siapa? Kenal?
"Kok sesak ya?" Batin Ara
"Kan, pasti salah kirim. Gerald udah punya cewe kah? Aish, bukan urusan lo Ara." Ara berdebat dengan dirinya sendiri
Membaca pesan Gerald membuatnya tidak mood. Ara menimbang-nimbang, bales pesan Gerald atau tidak.
Gabriella❤️
Ini Ara bang, maaf ya hehe tiba-tiba chat.
"Bagus Ra, terus aja basa basi, terus, terus aja" Ara mengomeli dirinya sendiri
Di kamarnya, Gerald memandangi ponselnya. Wajahnya tampak lebih hidup daripada sebelum ia membaca chat dari Ara. Ia bingung menanggapinya, selama ini yang ia bisa lakukan hanya mencintai Ara dalam diam, menjadikannya alasan untuk bertahan hidup. Ia, sungguh butuh pelukan.
Gerald 🐣
Ara?
Sejak saat itu Gerald dan Ara mulai dekat. Gerald semakin hari semakin menunjukkan ketertarikannya, ia bersikap manja seperti saat ini.
"Gerald minta maaf ya Ara"
"Kenapa?" Ara pura-pura bertanya, jujur saja ia gemas pada Gerald, lucu sekali, ingin ia karungi. Sampai sekarang mereka belum menyatakan perasaannya masing-masing. Ara sudah mulai aneh dengan dirinya sendiri, semalam ia kesal sebab di cueki oleh Gerald, ia merasa di selingkugi oleh game yang menyebalkan itu, tidak seharusnya Ara begitu, memangnya dia siapa?
"Gerald minta maaf, semalam buat Ara nunggu tapi ngga jadi."
Flashback
"Abang mau cerita" ujar Gerald, membuat Ara penasaran.
"Apa coba?"
"Nanti ya, mau main game dulu" Gerald kembali fokus dengan gamenya, sampai tidak sadar Ara sudah kesal menunggu berjam-jam.
Ara menahan kantuk, ia berbaring di sofa. Ini malam minggu, Gerald main ke apartemennya. Aca sedang pergi dengan pasangannya. Mereka hanya berdua, yang satu cemberut, yang satu tidak peka dan terus mengumpat dengan tangan lincah memainkan game di ponselnya. Setelah mendapat kemenangan, Gerald mengerjabkan matanya, ia baru ingat sedang berada di apartemen orang. Ia melirik Ara yang menahan kantuk.
"Ara ngantuk? Gih tidur, abang pulang ya." Ujarnya tanpa merasa bersalah
"Tadi katanya mau cerita, aku udah tungguin loh" Ara cemberut
"Ara tidur, ceritanya besok aja ya"
Ara langsung masuk ke kamar dan mengunci pintu kamarnya, ia tak mengatakan sepatah katapun. Ia kesal, mengapa ada sedikit rasa kecewa? Padahal ini hal sepele. Ara mulai khawatir pada dirinya, ia mulai berpikir sudah menaruh harapan pada Gerald. Ini tidak benar, Ara bertekad untuk menjauhi Gerald.
Mereka sedang duduk di bangku yang ada di taman belakang sekolah.
"Sebenernya Gerald mau cerita. Kemarin Gerald mimpi perempuan" jelasnya
Ara hanya diam mendengarkan, menunggu Gerald melanjutkan ceritanya. Hatinya tiba-tiba panas, apa ini? Ah tidak, ini pasti karena cuaca siang hari, jadi Ara merasa panas.
"Mau tau ngga siapa perempuan itu?" Tanya Gerald
"Siapa?" Sahut Ara singkat, Ara masih bingung dengan perasaannya sendiri.