Terbukanya mata hati hanyalah untuk mencintai walaupun itu pedih untuk kujalani. Tiada kata sempurna bagi tubuhku yang rentah, karena semuanya terasa hampa bagaikan noda yang tak kunjung sirna.
Semuanya telah sirna bagaikan ditelan gerhana. Menatap purnama seakan tak mampu untuk menemukan jawaban yang sama.
Aku ada untuk setia, memikat cinta dengan asmara, menjadi satu dalam suka meski harus mengenang namanya sepanjang masa. Walau kehampaan kerap kali melanda dada, tiada alasan bagiku untuk memperjuangkan cinta pertamaku padanya.
Kau tahu bahwa engkaulah kekuatanku. Seperti jantung yang di aliri oleh darah, seperti mentari yang di kelilingi oleh semesta, yang mampu menyimpan sejuta harapan disetiap langkah demi meraih adanya impian yang tercipta.
AKINA SENSEI My Teacher My First Love
Shinwa High School, adalah sekolah menengah atas yang dikenal dengan presentasi siswanya dalam meraih kejuaraan internasional. Tak heran jika sekolahan tersebut mendapatkan gelar kesuksesan dalam meraih bidang pendidikan terbaik di kota Mizuka.
Suatu hari, para siswa berkumpul di aula untuk mengikuti rapat yang diselenggarakan oleh Kepala Sekolah. Saat itu, kami sebagai siswa harus menerima kabar bahwa wali kelas 2B harus dipecat karena batasan usia yang berlaku.
Kepala sekolah Yamato terlihat lesu saat memberikan ceramah di atas podium di gedung aula. Pria paruh baya itu sesekali menatap sekumpulan siswa yang berbaris rapi di hadapannya.
"Hadirin yang saya hormati, Bapak dan Ibu Guru, serta para siswa dan siswi. Saya ingin memberitahukan bahwa Bapak Kaito harus mengundurkan diri karena usianya yang telah lanjut. Sebagai penggantinya, saya sebagai Kepala Sekolah telah menunjuk wali kelas baru untuk mengajar di sekolah ini," tegas Kepala Sekolah Yamato.
Chelsea yang pendiam terdiam setelah mendengar kabar dari Kepala Sekolah. Sementara itu, siswi di sebelahnya terlihat berbisik-bisik pada telinga gadis itu.
"Chelsea, apakah menurutmu pengganti wali kelas kita itu laki-laki atau perempuan?" tanya siswi di sebelahnya.
Manik cokelat Chelsea melirik ke arah siswi yang berdiri di sisinya. "Entahlah," jawabnya sambil menggumam pelan. Dengan ekspresi ragu, Chelsea memperhatikan wajah siswi yang bertanya dengan penuh kekhawatiran.
Sementara itu, Kepala sekolah Yamato tersenyum riang menyambut datangnya wali kelas yang di sebutkan.
Sementara itu, Kepala Sekolah Yamato tersenyum gembira menyambut kedatangan wali kelas yang disebutkan.
"Inilah dia, Guru yang akan mengajar di kelas 2B. Yoshihiro Akina...." ucapnya dengan penuh semangat, sambil menunjuk ke arah sosok Guru yang baru datang.
Pandangan semua guru teralihkan ke arah podium aula saat melihat kedatangan seorang pria. Tepuk tangan meriah terdengar mengiringi setiap langkah seorang pemuda yang mengenakan kemeja putih dan jas hitam yang elegan.
Seorang lelaki dengan rambut hitam terurai dan kacamata bening yang menambah pesonanya, adalah Yoshihiro Akina. Lelaki itu menghormat dengan membungkukkan tubuhnya di hadapan para guru sebelum memperkenalkan diri di podium aula.
"Perkenalkan, saya Yoshihiro Akina, berusia 30 tahun. Saya memiliki pengalaman mengajar di bidang sastra bahasa Indonesia. Hari ini, saya diberi kesempatan untuk mengajar di kelas 2B. Saya berharap kalian semua dapat menerima saya dengan baik seperti wali kelas sebelumnya, untuk mengajar mata pelajaran yang sama. Jika ada pertanyaan, jangan ragu untuk mengajukannya. Terima kasih."
Beberapa siswa menatap kagum pada ketegasan Akina dari balik meja pidatonya. Sebagian dari mereka bertepuk tangan dengan senyum indah yang memikat, sementara pandangan mata mereka terfokus ke depan.
Kazumi, seorang siswi yang berdiri di dekat Chelsea, tersenyum sambil menggoda gadis itu dengan mengelitik pinggangnya. Chelsea, yang merasa terganggu, akhirnya mengangkat tangan ke udara, menarik perhatian Akina untuk menatap ke arahnya.
Akina segera memicingkan mata, pandangannya terpaku pada Chelsea Matsuda yang mengangkat tangan ke udara. Sementara itu, lelaki itu sedikit mendongak.
"Kamu di sana," Akina menunjuk sepasang siswa yang menatapnya. "Siapa namamu dan apa yang ingin kamu tanyakan padaku?"
Semua siswa memperhatikan Chelsea Matsuda, seorang siswi kelas 2B yang terkejut setelah diperhatikan oleh Guru Akina. Sementara itu, gadis di sebelahnya menahan tawa sambil menutupi bibirnya. Gadis itu menundukkan kepala dengan poni yang hampir menutupi sebagian wajahnya.
"Anoo, Sensei..." lirih Chelsea. Gadis itu terdiam, terhalang oleh perasaan canggung yang mulai menguasai dirinya.
Kazumi Himawa, gadis yang sebelumnya menahan tawa sambil menutupi bibirnya, melihat keadaan canggung yang dialami temannya. Dengan inisiatif, Kazumi berbisik pada telinga Chelsea Matsuda.
"Kenapa kamu tidak saja bertanya pada Akina-sensei mengenai statusnya. Apakah dia sudah menikah, atau masih lajang?" bisiknya.
Alih-alih menghindari ajakan Kazumi, Chelsea, gadis polos yang manja, langsung angkat bicara di depan para siswa yang memperhatikannya.
"Anoo, apakah Akina-sensei sudah menikah?" tanya Chelsea.
Pertanyaan Chelsea tidak mendapat tanggapan serius dari Akina; malah, sebagian siswa justru tertawa. Kejadian itu membuat Akina terpaksa menelan ludah karena melanggar privasi.
"Eh, saya belum memikirkan hal itu. Sejujurnya, saya masih lajang dan belum menikah," ungkap Akina sambil mengendorkan dasinya. Keringat dingin mulai mengalir di dahinya.
Seorang siswi bernama Kazumi Himawa tiba-tiba mengangkat tangannya ke udara. "Sensei, mungkin calon istri yang cocok bagimu adalah Chelsea Matsuda, selain polos... dia juga masih perawan, hehehe."
Chelsea terkejut sejenak. Matanya membulat, sambil menutupi dadanya dengan kedua tangan. "Anoo, saya tidak tertarik untuk menikah dengan seorang guru. Selain itu, mereka sering bersikap angkuh."
Akina hanya bisa menggeretakkan gigi di balik meja pidatonya. Pria muda itu terlihat kesal, berusaha menahan amarahnya. Namun, ia sadar bahwa tidak mungkin melepaskan emosinya kepada siswa pada hari pertama kerja.
"Baiklah. Itu saja yang dapat saya sampaikan hari ini. Jika tidak ada pertanyaan lain, saya akan pamit undur diri. Terima kasih."
Setelah rapat selesai, para siswa diminta masuk ke gedung sekolah. Pagi itu, semua murid terlihat ceria, terutama Kazumi Himawa dan Chelsea Matsuda, yang bergegas menuju kelas mereka di lantai dua.
Beberapa menit berlalu, suasana kelas masih gaduh dengan siswa yang saling lempar kertas dari bangku masing-masing.
Gadis cantik dengan rambut hitam panjang dan poni yang hampir menutupi dahinya terdiam, teringat masa lalu yang menghantuinya. Matanya terpaku pada jendela berlapis kaca, lengan ditekuk dengan dagu ditopang oleh punggung tangan.
Chelsea terbuai dalam lamunannya, mengingat wajah tampan Akina saat berada di podium. Dia hampir tersenyum saat sinar matahari menyinari wajahnya, tenggelam dalam lamunan yang tak kunjung hilang.
Pintu kelas terbuka, memperlihatkan sosok pemuda mengenakan jas hitam melangkah masuk ke dalam ruangan. Suasana hening kembali tercipta saat pemuda itu berdiri di depan para siswa.
Pemuda tersebut memiliki kacamata bening yang menambah pesonanya, rambut hitam dengan poni yang hampir menutupi dahinya. Dialah wali kelas baru, Akina-sensei.
Pandangan tajam Akina menjelajah ke berbagai arah, memperhatikan kegaduhan di ruangan yang sama. Namun, tidak seorang pun siswa yang bersuara. Sorot matanya kemudian tertuju pada seorang remaja yang terlihat sedang melamun di bangkunya.
Kazumi duduk di sebelah Chelsea, namun ia hanya bisa menundukkan kepala saat Guru Akina menatapnya. Bagi Kazumi, Yoshihiro Akina adalah Guru yang tegas dan bisa memberikan hukuman tanpa ampun.
Akina segera mengambil sebatang kapur tulis dari meja dan melemparkannya ke arah salah satu siswanya yang sedang bersandar dengan punggung tangan di pipi.
*Klootack!
Chelsea terkejut saat kapur tulis mendarat di dahinya. Dia melihat ke sekeliling, namun tidak ada siswa yang berani menatapnya. Seorang pemuda dengan jas hitamnya diam-diam memperhatikan reaksi siswanya.
Merasa kesal dengan perilaku salah satu siswanya, Akina mengacungkan jari telunjuknya ke arah Chelsea Matsuda.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" Suara tegas Akina membuat seluruh siswa merasa tertekan, sehingga mereka hanya bisa menundukkan kepala di tempat duduk masing-masing.
Chelsea merasa canggung dan hanya bisa menundukkan kepala, enggan menatap mata tajam Akina yang terus memperhatikannya.
"Anoo, sensei..." Suara lirih Chelsea hampir tak terdengar oleh Akina yang berdiri agak jauh darinya.
Akina menghela nafas panjang dan menurunkan tangannya. "Mari ke depan, kita perlu berbicara."