"Mungkin butuh waktu bagi kita untuk menjadi lebih baik lagi," kata Nam Joori. "Tapi sekarang kita telah memulai kehidupan baru dan harus melupakan masa lalu yang buruk."
"Kau benar, Joori," balas Yoo Aeran yang merupakan ibu dari Nam Joori.
Nam Joori memeluk tubuh ibunya.
"Ibu, tidak perlu khawatir, dan tidak usah merasa bersalah. Bagaimanapun juga kau adalah ibuku. Orang yang melahirkanku dan merawatku dari kecil hingga aku bisa menjadi perempuan tangguh seperti ini. Ibu tidak punya salah. Yang salah itu Kim Jihoon. Aku tahu bahwa kau sebenarnya tidak ingin melakukan hal itu. Hanya saja dia memaksamu dan membuatmu terjatuh dalam godaannya. Sehingga membuatmu jatuh dan dimanfaatkan olehnya."
Yoo Aeran menangis dalam pelukan anaknya.
"Maafkan, ibumu yang telah melakukan tindakan tercela. Maafkan ibumu ini yang telah menikung dirimu."
"Sudah aku bilang, bahwa aku memaafkanmu, Bu. Bagaimanapun juga kau adalah ibuku dan aku bukanlah anak durhaka." Nam Joori menyeka air mata yang membasahi wajah cantik ibunya dengan sebuah handuk kecil. "Ternyata ibu cantik juga. Pantas saja banyak orang yang menyukainya walaupun usia ibu 44 tahun," pikir Nam Joori. "Mari kita lupakan masa lalu yang buruk dan kita mulai hidup yang baru sebagai pasangan Ibu dan Anak yang saling melengkapi satu sama lain."
Yoo Aeran hanya tersenyum tipis dan mengangguk mendengarkan kalimat yang diucapkan oleh sang anak perempuan. Sementara bagi Nam Joori, kalimat tersebut merupakan kalimat pernyataan cinta secara tidak langsung. Karena setelah menyeka air mata ibunya dan menatap wajah cantik sang Ibunda. Nam Joori merasa bahwa dirinya telah jatuh cinta kepada ibunya. Walaupun dia tahu dan sadar bahwa cinta antara Ibu dan anak adalah hal yang terlarang dan tabu. Tapi dia tidak ambil pusing akan hal tersebut, karena sekarang dia, dan Ibunya hidup di Amerika di mana LGBT adalah hal yang legal di sana. Dan dia meyakini bahwa jika dia menikahi Ibunya, maka itu akan diizinkan oleh negara.
.
.
Nam Joori pulang setelah selesai bekerja di sebuah Elementary School, mengingat sebelumnya Nam Joori kuliah di Fakultas Keguruan Jurusan Pendidikan Guru Bahasa Inggris. Nam Joori kini bekerja sebagai seorang Guru di sebuah Elementary School alias Sekolah Dasar.
"Bagaimana kegiatan hari ini, Ibu Guru?" tanya Yoo Aeran menggoda puterinya.
"Ini hari yang menyenangkan. Lingkungan baru, pekerjaan baru, rekan kerja baru, dan kehidupan baru yang akan lebih indah ke depannya. Aku suka kehidupan baru ini," jawab Nam Joori.
"Syukurlah jika kau senang. Ibu juga turut senang juga."
"Sepertinya kau memasak bibim guksu, Bu."
[Bibim guksu, hidangan salad mie dingin yang dicampur dengan bubuk cabai dan saus khas Korea.]
"Ah, aku tidak bisa melupakan Korea, meskipun kita terpisah oleh jarak ribuan kilometer."
"Ternyata ibu bisa juga mengucapkan kalimat yang cukup puitis," goda Nam Joori.
"Kau ini, Joori," balas Yoo Aeran dengan wajahnya yang sedikit memerah. "Mandi dulu, lalu kita makan bareng."
"Baik," balas Nam Joori dengan begitu riang gembira.
Dia segera berjalan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Yoo Aeran dan Nam Joori tengah menikmati bibim guksu sebagai hidangan makan malam. Nam Joori merasa senang bisa makan berdua dengan ibunya, setelah sekian lama mereka tidak melakukan hal tersebut.
"Ibu tetap terlihat cantik jelita layaknya seorang gadis. Meskipun usinya 44 tahun," pikir Nam Joori. "Ibu, bagaimana jika kita saling menyuapi satu sama lain. Hal ini merupakan salah 1 cara terbaik untuk meningkatkan hubungan antara Ibu dan anak agar lebih baik lagi," ujar Nam Joori.
"Tentu saja boleh," balas Yoo Aeran.
Yoo Aeran menyuapi Nam Joori, begitupula dengan Nam Joori yang menyuapi ibunya. Ibu dan anak perempuan itu saling menyuapi makanan mereka hingga habis.
Mereka berdua tertawa puas setelah saling menyuapi satu sama lain.
"Kita sudah seperti pasangan kekasih saja, yah," goda Nam Joori sedikit bercanda sekaligus mengungkapkan rasa cintanya kepada ibunya secara tidak langsung.
"Sepertinya tidak mungkin. Mengingat kita ini ibu dan anak," balas Yoo Aeran.
"Aku paham, Ibu," balas Nam Joori. "Bolehkah aku nanti malam tidur sekasur denganmu, Bu. Aku ingin bercerita banyak hal dengan dirimu."
"Baiklah, aku akan mendengarkan ceritamu dengan baik," balas Yoo Aeran.
.
.
Yoo Aeran tengah berbaring di kasurnya dengan hanya mengenakan kaos lengan pendek berwarna putih dan celana pendek di atas lutut berwarna abu-abu.
Nam Joori memasuki kamar ibunya dan berbaring di samping ibunya. Dia hanya mengenakan kaos lengan pendek berwarna putih dan celana pendek di atas lutut berwarna merah.
"Apa yang ingin kau ceritakan kepadaku, sayang?" tanya Yoo Aeran membelai lembut wajah puteri semata wayangnya.
"Aku ingin kita hidup bukan sebagai ibu dan anak. Aku ingin kita hidup sebagai pasangan hidup yang saling mencintai satu sama lain. Ibarat seperti suami-istri, tapi ini sesama perempuan. Ibu yang akan memerankan perempuan dan aku yang akan berperan sebagai lelaki dalam hubungan ini," jawab Nam Joori.
Yoo Aeran benar-benar kaget akan kalimat yang diungkapkan oleh anaknya.
"Aku benar-benar tidak mengerti, Joori," kata Yoo Aeran yang segera bangkit-terduduk dari posisinya yang sebelumnya berbaring di atas kasur.
Nam Joori terduduk di atas kasur sambil kedua tangannya memegang kedua pundak ibunya.
"Intinya adalah bahwa aku ini benar-benar mencintaimu dan aku ingin kita hidup layaknya suami-istri," jelas Nam Joori.
"Kenapa harus dengan aku? Bukankah masih banyak laki-laki baik di dunia ini," tanya Yoo Aeran.
"Kita berdua hanyalah korban dari hawa nafsu para lelaki. Aku dikhianati oleh suamiku dan ibu dua kali dipermainkan oleh laki-laki," ungkap Nam Joori. "Aku ingin kita hidup layaknya suami-istri karena aku ingin melindungimu. Dengan ibu menjadi istriku, maka aku harap tidak ada laki-laki yang mendekati ibu. Karena aku tidak ingin ibu tersakiti dan menderita. Aku tahu dan sadar bahwa hal ini adalah tabu. Tapi sekarang kita ini hidup di Amerika. Di mana LGBT dilegalkan dan ibu-anak yang saling mencintai diizinkan untuk menikah. Karena cinta itu tidak mengenal batasan."
"Tapi aku ini tetap ibumu!" tegas Yoo Aeran yang menangis kecil.
"Dan aku akan tetap mencintaimu, Bu. Dengan segala kelebihan dan kekuranganmu. Aku sudah muak dengan para lelaki dan hanya Ibu yang aku cinta. Jadi, aku mohon, Bu. Terimalah cintaku dan menikahlah denganku."
"Jika itu membuat Joori bahagia. Ibu menerima cintamu dan siap menikah denganmu," balas Yoo Aeran dengan air mata bahagia yang membasahi kedua matanya yang indah.
Nam Joori benar-benar bahagia ketika sang ibu menerima cintanya sekaligus tawaran untuk menikah dengan dirinya. Nam Joori segera memeluk tubuh sang ibu yang memiliki gunung kembar yang berukuran besar. Dia memberikan ciuman singkat pada bibir sang Ibu.
"Terima kasih telah menerima cintaku dan terima kasih telah menerima tawaran untuk menikah denganku. Dengan ibu menjadi istriku, maka ini adalah caraku untuk melindungimu. Karena bagaimanapun juga ini adalah satu-satunya cara bagiku untuk melindungimu, Bu. Selain itu, aku tidak ingin ibu tersakiti, dan menderita. Karena hanya ibulah satu-satunya yang aku miliki untuk saat ini," jelas Nam Joori.
"Aku juga berterima kasih padamu, sayang. Kau adalah satu-satunya alasan ibu untuk hidup sejauh ini. Terima kasih atas kepedulianmu dan rasakasih sayangmu yang begitu besar padaku. Sebenarnya aku merasa canggung kalau aku menikahimu. Mengingat pernikahan antara ibu dan anak atau hubungan inses itu terlarang," jelas Yoo Aeran.
"Kita hidup di Amerika, Bu. Di mana LGBT itu dilegalkan. Lagian tidak salah jika aku menjadi seorang lesbian. Karena menjadi lesbian juga merupakan hak asasi manusia. Sehingga tidak masalah jika di Amerika sesama perempuan itu saling mencintai satu sama lain, termasuk jika itu antara ibu, dan anak," jelas Nam Joori akan orientasi seksualnya saat ini.
"Ternyata kau telah berubah menjadi lebih baik, Joori," kata Yoo Aeran.
"Aku melakukan ini semua untuk ibu yang aku sayangi," balas Nam Joori.
Yoo Aeran dan Nam Joori saling berciuman. Ciuman itu begitu panas hingga lidah mereka saling bertautan dengan penuh nafsu. Setelah berciuman dengan penuh nafsu dalam waktu yang cukup lama.
Nam Joori mencengkram sepasang gunung kembar milik ibunya.
"Ternyata mereka berdua adalah titik sensitifmu, yah," kata Nam Joori. "Kau hanya perlu jujur selama bersamaku, ibu. Aku tahu kau sebenarnya menyukai berhubungan seks dan aku juga sama sepertimu. Lagian apa salahnya kita berhubungan seks, mengingat kita saling mencintai satu sama lain."
Sambil meremas-remas sepasang gunung kembar milik ibunya. Nam Joori menciumi bibir ibunya dengan penuh nafsu. Tindakan yang dilakukan oleh Nam Joori hanyalah sebuah penegasan bahwa dirinya benar-benar mencintai sang ibu dan dia ingin berhubungan seks dengan ibu yang dia cintai.
"Joori, kamu benar-benar kelewat batas. Tapi entah kenapa, aku rasa tidak buruk juga menjalin hubungan cinta dengan anakku sendiri. Apalagi dia adalah anak perempuan semata wayangku. Terlepas perubahan sikap dan orientasi seksualnya. Selama itu membuat anakku bahagia. Aku akan selalu bersama anakku," pikir Yoo Aeran dalam hatinya.
Baik Nam Joori maupun Yoo Aeran sama-sama merasakan nafas yang terputus-putus setelah mereka saling berciuman untuk waktu yang cukup lama. Nam Joori benar-benar menunjukkan perubahan orientasi seksualnya dan benar-benar menunjukkan bahwa dia mencintai ibunya.
"Karena aku seorang tomboy, aku berperan sebagai butchy alias pria dalam hubungan lesbian. Sedangkan ibu adalah femme, sosok perempuan yang sesungguhnya dalam hubungan lesbian. Mengingat kau adalah sosok yang memancarkan aura kecantikan yang bukan hanya membuat lelaki jatuh hati. Tapi perempuan seperti aku juga jatuh hati padamu," jelas Nam Joori.
"Aku baru tahu ada peran dalam hubungan lesbian. Tapi kurasa kita memang cocok untuk menjadi sepasang kekasih yang saling mencintai satu sama lain," balas Yoo Aeran. "Aku rasa kita sepertinya lebih cocok sebagai pasangan yang saling mencintai satu sama lain daripada ibu dan anak."
Nam Joori secara tiba-tiba melucuti kaos ibunya sehingga membuat sang ibu panik. Kedua tangannya memegang sepasang gunung kembar milik ibu yang dia cintai.
"Kebetulan aku haus, Bu. Bolehkah aku meminum susu langsung dari sumbernya," kata Nam Joori dengan seringai mesum yang menghiasi wajahnya.
"Kau seperti anak kecil saja," balas Yoo Aeran terkekeh.
Nam Joori segera menggigit dada kanan milik Yoo Aeran dan mengulum puting sang ibu. Tangan kirinya masih mencengkram dengan keras dada kiri ibunya.
Yoo Aeran hanya bisa pasrah dan meringis. Walaupun adegan ini mengingatkan akan apa yang dilakukan oleh mantan menantu lelakinya. Tapi bagaimanapun juga Yoo Aeran merasa nyaman diperlakukan seperti ini oleh Nam Joori.
Secara bergantian Nam Joori menggigit kedua dada sang ibunda dan meminum air susunya.
Kedua tangan Yoo Aeran membelai dengan lembut Nam Joori yang tengah menikmati betapa segarnya air susu ibu yang kaya akan gizi.
"Waktu berlalu dengan begitu cepatnya. Hubungan kita yang berada dalam sebuah gejolak sebelumnya. Kini telah disatukan dalam sebuah ikatan cinta terlarang yang begitu suci. Walaupun kita ibu dan anak perempuan, aku menerima segala cintamu. Segala yang kau lakukan ini demi kebaikan diriku sebagai ibumu, dan aku menerimamu dengan sepenuh hatiku," gumam Yoo Aeran dalam hatinya.
Bagi Nam Joori, ini adalah malam terindah yang tidak akan pernah dia lupakan. Sebuah malam di mana sang ibunda menerima cintanya dan siap untuk menjadi pasangan hidupnya. Juga sebuah malam yang indah di mana dia merasakan betapa sucinya kasih sayang yang diberikan oleh sang ibunda kepada dirinya.
Setelah meminum air susu ibunya. Nam Joori tertidur dalam pelukan sang ibunda yang dia cintai.
"Kamu tetaplah Nam Joori kecilku yang aku sayangi," kata Yoo Aeran sambil membelai lembut tubuh anaknya. Dia memeluk tubuh anaknya seolah-olah dia tidak ingin kehilangannya. Yoo Aeran memberikan sebuah ciuman singkat pada bibir Nam Joori. "Aku akan selalu mencintaimu, Nam Joori kecilku."