Anxia yang sedang berdiri di depan rak senjata menatap beberapa pilihan senjata di hadapannya selama satu jam setelah mereka memasuki toko yang menjual senjata. Sehingga membuat Logan hanya bisa bersabar menunggu wanita berambut putih itu selesai memilih senjata yang ia inginkan.
"Aku akan membeli belati ini!" ucap Anxia yang akhirnya selesai menentukan senjata yang ingin ia beli. Ia segera pergi ke kasir untuk membayar sekaligus tempat dimana Logan menunggunya. "Maaf membuatmu menunggu lama, aku kesulitan menemukan senjata yang terbaik di antara senjata bagus lainnya."
"Hahaha … kau bisa saja nona. Senjata ini tidak lebih baik dibandingkan senjata buatan ibukota," ucap pria tua yang terlihat berusia enam puluh tahunan.
"Anda terlalu merendah, tuan. Setiap pandai besi memiliki keunikan tersendiri. Jadi, sedikit lebih percaya diri lah," ucap Anxia.
"Hahaha … terima kasih atas pujiannya, nona. Sebagai tanda terima kasih atas kau bisa datang kapan saja ke tokoku jika ada senjata yang ingin kau perbaiki. Akan aku berikan diskon khusus untukmu!"
"Anda tidak perlu melakukan itu, tuan…"
"Panggil saja aku Dean. Sih pandai besi Dean," ucap Dean sambil tersenyum lebar.
"Ah ya … saya Anxia, petualang baru dari guild Thavma, dan sungguh … Anda tidak perlu memberikan diskon, saya akan membayar penuh," ucap Anxia.
"Hoo … petualang baru daru Thavma, kalau kau tidak menerima tawaran yang aku berikan. Maka akan aku berikan diskon untuk setiap senjata yang baru saja kau beli. Anggap saja sebagai tanda selamat datang," ucap Dean.
Anxia menatap Dean dengan ekspresi yang khawatir dan bingung. Logan yang melihat kebingungan Anxia mengembuskan napas pelan. "Baiklah, akan kami ambil tawaran itu."
Anxia yang mendengar itu langsung menatap Logan dengan ekspresi terkejut, sedangkan Dean menatap pria berambut hitam itu dengan senyuman lebar. "Hahaha … sudah aku duga kau akan menjawab seperti itu, Logan," ucap Dean.
"Tapi…"
"Sudah terima saja Anxia, atau kau ingin menyakiti perasaan Dean dengan terus menolak tawarannya?" tanya Logan yang langsung membuat Anxia menjadi panik.\
"Ah … benar juga, baiklah. Akan saya terima tawaran Anda, terima kasih tuan Dean," ucap Anxia.
"Hahaha … sama-sama," ucap Dean.
Setelah itu Anxia dan Logan membayar semua senjata yang mereka beli, mereka langsung meninggalkan toko pandai besi setelah berpisah dengan Dean untuk menuju ke toko berikutnya. Karena mereka harus pergi ke toko selanjutnya.
***
"Silakan datang kembali!"
Alina yang baru saja keluar dari toko perlengkapan untuk berkemah pertama mereka tersenyum ceria, sedangkan Nora yang membawa seluruh perlengkapan berkemah mereka berwajah murung, namun tidak mengatakan apapun. "Kita ke sana sebentar," ucap Alina yang terlihat bersemangat dan langsung menarik Nora.
Nora hanya bisa mengembuskan napas pelan mengikuti wanita berambut biru muda itu lalu menatap kearah pedagang yang menjual perhiasan. "Selamat datang, apa kalian mencari perhiasan untuk pasangan?" tanya pedagang yang tersenyum ramah kepada mereka.
"Tidak, kami mencari untuk perhiasan untuk persahabatan? Apa ada?" tanya Alina.
"Oh … tentu saja. Saat ini di ibukota sedang terkenal dengan gelang persahabatan seperti ini," ucap pedangan yang menunjukkan gelang yang terbuat dari tali dua warna yang di kepang dengan permata berwarna hitam.
"Indah sekali," ucap Alina.
Nora yang mendengar perkataan itu menatap Alina dan gelang persahabaan itu dengan bingung. Ia tidak pernah mengerti arti dari gelang persahabatan atau keindahan dari gelang yang hanya terbuat dari tali itu. Karena, ini pertama kalinya bagi Nora mengetahui hal-hal seperti ini.
Bagi ras Niralepo, persahabatan di tunjukkan melalui adu kekuatan jika sesama jenis, jika berbeda jenis maka persahabatan di tunjukkan dengan memberikan perhiasan yang terbuat dari emas atau berlian. Karena kerajaan klan Niralepo sendiri terkenal akan hasil tambang emas dan berlian mereka. Sehingga menjadikan klan Niralepo sebagai klan yang memiliki kedudukan tinggi di antara ras campuran.
"Coba lihat ini, Nora. Cantik bukan?" tanya Alina sambil menunjukkan lima gelang persahabatan yang ia pilih.
Nora menatap Alina dengan bingung. "Dari mananya?"
Alina yang mengetahui tatapan bingung Nora hanya mengembuskan napas pelan. Ia lupa jika Nora adalah klan Niralepo, tentu saja bagi pria di hadapannya itu, gelang yang hanya terbuat dari tali adalah bukan sesuatu yang istimewa. "Hah … lupakan saja, kau tidak pernah mengetahui keindahan dari barang seperti ini," ucap Alina lalu berbalik untuk segera membayar lima gelang yang baru saja ia pilih.
Nora hanya bisa mengembuskan napas dengan ekspresi bingung lalu menatap pemandangan di sekitar mereka, dan padangannya langsung tertuju kepada Anxia yang baru saja keluar dari toko buku dengan diikuti Logan yang membawa lima buku di tangannya. "Alina, bukankah itu senior Logan dan Anxia?"
Alina yang baru saja selesai membayar mengikuti arah pandangan Nora dan menemukan sosok Anxia dan Logan yang terlihat sedang berbicara di depan toko buku. "Hm … apa yakin mereka tidak saling kenal?"
"Apa maksudmu?" tanya Nora bingung.
"Lihatlah bagaimana senior Logan menatap Anxia, dan bukankah senior Logan tidak terasa begitu dingin saat di sekitar Anxia," ucap Alina.
"Hoo … tapi, melihat bagaimana respon senior Logan saat berbicara denga Anxia, dia seperti orang yang tidak dekat dengannya. Apa ini yang di maksud dengan tubuh adalah ingatan yang lebih baik dibandingkan pikiran?" tanya Nora.
"Hm … aku tidak paham dengan maksudmu, tapi sepertinya begitu," ucap Alina.
Nora hanya bisa menggelengkan kepala lalu menatap kearah Anxia dan Logan yang berjalan mendekati mereka. "Ya … itu juga bukan urusanku," ucap Nora pelan.
"Apa kalian sudah mendapatkan semua yang dibutuhkan?" tanya Anxia saat ia dan Logan sudah berdiri di depan Alina dan Nora.
Alina menganggukkan kepala sambil menunjuk kearah barang yang di bawah Nora dengan ibu jarinya. "Kami sudah mendapatkan semuanya, sekarang apa?"
"Hm … Bagaimana jika kita menunggu kak Nicole sambil mencari tempat makan?" tanya Anxia.
"Ide bagus. Aku sudah mulai lapar," ucap Alina.
Anxia menganggukkan kepala lalu mereka berjalan bersama mencari tempat makan yang dekat dengan air mancur distrik perdagangan, sehingga akan mempermudahkan Nicole untuk menemukan mereka. 'Aspro, tolong kamu pergi dan mencari kak Nicole. Katakan lokasi kita makan.'
'Baik Nona!' ucap Aspro lalu meloncat dari pundak Anxia dan segera pergi mencari keberadaan Nicole.
***
Seorang pria berambut hitam dan bermata merah dengan mengenakan masker yang menutupi setengah wajahnya menatap kearah tumpukan mayat yang ada di hadapannya dengan tatapan dingin. "Cih … mereka tidak memberikan informasi yang berguna. Sepertinya mereka hanya bawahan yang tidak mengerti apa-apa," ucap pria itu lalu melepaskan sarung tangan hitamnya, dan meleparkannya kearah tumpukan mayat itu.
"Hah … bersih-bersih adalah sesuatu yang merepotkan," ucapnya lalu mengulurkan tangannya kedepan dan menciptakan bola api berwarna putih yang langsung membakar tumpukan mayat di hadapannya dengan cepat dan tidak meninggalkan jejak.
Mata merah yang dingin namun terlihat tandanya kehidupan kini telah redup dan hanya memperlihatkan tatapan yang kosong. Terdengar suara langkah kaki yang berjalan di belakangnya. Namun, seperti mengetahui siapa yang ada di belakangnya, pria berambut hitam itu berbalik dan berlutut di hadapan pria berambut silver pendek yang menatapnya dengan dingin.
"Kerja bagus, kau bisa pergi mengumpulkan informasi lainnya," ucap pria itu lalu menyentuh kepala pria yang kini terlihat seperti boneka tidak bernyawa. Aura berwarna putih mengalir dari kepala pria berambut hitam menuju tangan tuannya.
"Tuan Nicole," ucap seorang pemuda berambut putih dengan garis hitam di poninya yang berdiri di belakang Nicole.
Nicole melirik kearah wujud manusia dari teman petualang Anxia tanpa berhenti mengambil ingatan dari bonekanya. "Apa mereka sudah makan malam?" tanya Nicole.
"Nona Anxia meminta saya untuk menjemput Anda," ucap Aspro.
Nicole yang baru saja selesai mengambil semua ingatan bonekanya berbalik menatap Aspro dan menganggukkan kepala. "Antar aku ketempat mereka," ucap Nicole.
Aspro menganggukkan kepala lalu berubah menjadi anak harimau putih dan duduk di pundak Nicole dengan pelindung tidak terlihat yang menyembunyikan wujudnya. 'Dari sini, Anda tinggal lurus hingga bertemu dengan jalan bercabang dan belok ke kanan. Saya merasakan nona Anxia berada di restoran yang dekat dengan butik … oh, nona Anxia baru saja menghubungi saya jika mereka pindah ke tempat makan yang dekat dengan toko mainan, karena tempat sebelumnya sudah penuh."
Nicole menganggukkan kepala dan berjalan dengan mengikuti arahan dari Aspro. Ia cukup bersyukur karena dalam petualangan Anxia, Aspro akan menemani adiknya jika ia sedang tidak bisa menemani Anxia. Karena Anxia adalah seseorang yang bahkan tidak pernah keluar istana sendirian saat di Evgenis. Sehingga ia dan kedua orang tuannya cukup khawatir saat Anxia memulai petualangan pertamanya di benua Deteros.
Dengan adanya Aspro yang di ciptakan sebagai makhluk yang tidak hanya bisa melindungi Anxia, namun juga makhluk yang dapat memastikan Anxia tidak salah jalan atau masuk dalam masalah yang tidak dia sengaja. Hah … aku merasa jika Anxia tidak akan bisa hidup tanpa Aspro, batin Nicole.
'Kita sudah sampai,' ucap Aspro yang menyadarkannya dari lamunan.
Nicole menatap kearah restoran yang ada di hadapannya. Pemandangan bagian depan restoran terlihat begitu rapi dengan hiasan berbagai macam bunga yang menghiasi jendela. Ia dapat menghirup aroma yang begitu segar dari berbagai macam bunga diikuti dengan aroma manis yang berasal dari dalam.
"Selamat datang," ucap pelayan wanita yang menyambutnya dengan ramah. "Untuk berapa orang?"
"Oh … anggota timku sudah ada di dalam, apa kau melihat empat orang. Dua wanita dan dua pria, dengan satu wanita berambut silver sepertiku?" tanya Nicole.
"Mari ikut saya," ucap pelayan wanita itu.
Nicole menganggukkan kepala lalu berjalan mengikuti pelayan di hadapannya sambil menatap pemandangan di dalam restoran. Tempat itu terasa begitu nyaman dengan berbagai macam bunga yang menghiasi setiap meja. Nicole dapat merasakan aura alam yang begitu kuat di dalam restoran itu, sehingga membuatnya merasa sedikit lebih nyaman.
"Oh, kak Nicole!" ucap Anxia saat melihat kedatangan kakaknya.
Nicole menganggukkan kepala lalu duduk di samping Anxia dan memesan makanan sebelum pelayan wanita itu pergi untuk menyiapkan makanannya. "Aku baru mengetahui tempat ini. Apa ini tempat baru?" tanya Nicole setelah pelayan wanita itu meninggalkan meja mereka.
"Aku yakin tempat ini baru buka dua tahun lalu. Karena termasuk tempat yang baru dan lokasi yang cukup jauh dari keramaian, sepertinya membuat tempat ini tidak begitu di kenali. Terutama saat bagian depan restoran ini tidak memiliki tulisan apapun," ucap Logan.
"Lalu, bagaimana kalian menemukan tempat ini?" tanya Nicole bingung.
Jika memang tempat ini tidak memiliki tulisan apapun yang menunjukkan jika mereka adalah restoran yang sedang buka, lalu bagaimana keempat anggota timnya dapat menemukan restoran tersembunyi ini.
Logan yang mengerti kebingungan Nicole langsung menunjuk kearah Anxia yang sedang menikmati makanannya. "Adikmu yang menemukannya," ucap Logan.
Anxia yang merasa terpanggil menatap Logan dengan bingung lalu menatap Nicole dan menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lalu kembali melanjutkan makannya. "Hah … aku harap tidak ada masalah saat Aspro meninggalkanmu," bisik Nicole yang masih terdengar dengan jelas oleh Logan. Namun, pria itu tidak mempedulikan percakapan kedua saudara itu dan fokus dengan makanannya.
"Tentu saja tidak … memang aku selalu membawa masalah kemanapun aku pergi?" ucap Anxia pelan dengan nada kesal.
"Apa aku perlu memberikan list masalah yang kau perbuat saat di kerajaan?"
"Ugh … tidak perlu. Tapi sungguh, ini bukan masalah besar," ucap Anxia.
Nicole hanya bisa mengembuskan napas pelan saat mendapatkan respon adiknya lalu menikmati makanannya yang baru saja tiba. Huh? Masakan ini….
Bersambung…