Chereads / The Secret : Between You and Me / Chapter 3 - Chapter 2

Chapter 3 - Chapter 2

Emporia adalah wilayah pedagangan yang berada di dekat laut wilayah kekaisaran Deteros. Wilayah Emporia menjadi markas utama guild Thavma dan dipimpin oleh keluarga Duke Gizel. Sehingga menjadikan kota Emporia menjadi kota teramai setelah ibukota kekaisaran Deteros. Anxia yang sedang berada di pasar dekat dermaga terlihat kebingungan karena ada begitu banyak orang yang berlalu lalang dan makanan yang terlihat ingin ia beli.

Namun, karena hanya membeli makanan untuk dua orang, ia menjadi bingung harus membeli makanan apa. Sedangkan setiap pedagang selalu memanggil orang-orang yang melintasi tempat dagangan mereka secara bersamaan. Sehingga membuat Anxia yang tidak pernah melihat pemandangan ini menjadi kebingungan.

Berbelanja untuk kebutuhannya sendiri adalah hal yang baru untuk Anxia. Karena saat di tempat asalnya, Anxia hanya perlu memilih pakaian yang ia butuhkan dan untuk makanan, koki pribadi mereka sudah menyiapkan makanan kesukaannya.

Anxia menepuk kedua pipinya untuk menyadarkan diri sekaligus memberikan semangat kepada dirinya sendiri. "Ini baru hari pertama, aku pasti bisa!"

Setelah memutuskan ingin membeli apa, Anxia segera membeli makanan untuk dirinya dan Aspro, lalu ia segera pergi menuju penginapan yang telah dipesankan Aspro dengan merasakan aura dari rekan petualangannya itu. "Semoga aku tidak tersesat lagi," ucap Anxia lalu berlari mengikuti aura Aspro.

.

.

.

Anxia hanya bisa terdiam saat melihat pemandangan di hadapannya setelah mengikuti aura Aspro selama beberapa menit, ia tidak menyangkah akan salah arah karena ia dapat merasakan aura Aspro terpisah di persimpangan sebelumnya. "Hah ... aku salah mengambil jalan lagi. Aspro pasti sebelumnya kemari untuk mencari pengnapan."

Saat ini Anxia berada di distrik yang tidak seramai tempat ini membeli makanan sebelumnya. Anxia menatap kesekelilingnya dan melihat terdapat tempat bertuliskan 'Café' kata yang begitu asing bagi Anxia. Sambil menunggu Aspro datang mencarinya, ia memutuskan untuk beristirahat di tempat bertuliskan 'Café' itu.

"Selamat datang!" ucap pelayan wanita yang menyambut kedatangan Anxia. "Untuk berapa orang?"

"Eh? Hm ... satu?"

"Mari ikut saya," ucap pelayan itu tanpa menghilangkan senyuman di wajahnya lalu mengantarkan Anxia ke meja yang berada di dekat jendela besar.

Setelah mencatat semua pesanan Anxia, pelayan itu berjalan meninggalkannya. Anxia dapat melihat pelanggan yang datang ke kafe ini tidak sendirian. Meskipun kafe ini terlihat tidak begitu ramai, namun Anxia menemukan kafe ini cukup nyaman baginya. Selain itu, ia dapat melihat pemandangan di luar jendela dengan baik. Senyuman terbentuk di wajah Anxia saat melihat gadis kecil yang bru saja menerima hadiah dari orang tuanya. Senyuman gadis kecil itu yang membuat senyuman di wajah Anxia terbentuk.

"Selamat datang..."

Mendengar pelayan lain yang menyambut kedatangan pelanggan lainnya tidak menarik perhatian Anxia, ia tetap fokus menatap pemandangan di luar jendela tanpa menghilangkan senyumannya. "Akhirnya aku menemukan Anda, nona."

Mendengar suara yang cukup familiar baginya, pandangan Anxia akhirnya tertuju kepada pria berambut silver pendek dengan garis hitam di bagian poninya dan bermata biru cerah tegah menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Oh ... kau menemukanmu lebih cepat dari yang aku duga, Aspro."

Aspro yang saat ini mengambil wujud pria berusia dua puluh tahun hanya bisa mengembuskan napas pelan melihat sikap santai tuannya ini lalu duduk berhadapan dengan Anxia.Tidak berapa lama, pelayan yang sebelumnya mencatat pesanan Anxia kembali dengan membawa nampan berisikan pesanan Anxia.

Setelah selesai memberikan pesanan Anxia, pelayan itu langsung pergi karena Aspro yang tidak berencana untuk memesan menu apapun. "Hm?! Ini enak sekali!" ucap Anxia senang saat menikmati pie apel yang ia pesan.

"Hm ... kalau di pikir-pikir lagi, di Evgenis tidak ada tempat seperti ini dan sepertinya Anda menikmati camilan ini," ucap Aspro.

Anxia menganggukkan kepala dengan semangat. "Benar! Aku tidak pernah merasakan makanan yang begitu manis seperti ini."

Aspro mengembuskan napas pelan lalu menghapus sisa makanan yang ada di mulut tuannya dengan sapu tangan. "Tolong makan dengan tenang, hari ini kita tidak memiliki jadwal apapun," ucap Aspro.

Anxia hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. Aspro sungguh tidak mengerti kenapa tuannya ini memiliki sifat seperti anak kecil di saat umurnya sudah ratusan tahun. Meskipun begitu, Aspro senang karena tuannya dapat lebih bebas dibandingkan saat di Evgenis.

***

Setelah menghabiskan waktu di beberapa toko sampai sore hari, Aspro yang kembali ke wujud harimau kecilnya membawa Anxia ke penginapan yang telah ia pesan. Penginapan yang di siapkan Aspro berada di distrik dekat dengan pintu masuk dermaga sehingga membutuhkan waktu satu jam bagi mereka untuk pergi ke guild Thavma.

Namun Anxia tidak memiliki pilihan lain, karena hanya penginapan itu yang tersisa. Setidaknya, Anxia tidak perlu pergi ke guild Thavma untuk melihat jika ia lolos administrasi atau tidak. "Hah ... hari yang melelahkan," ucap Anxia sambil membaringkan diri di tempat tidurnya.

'Nona, tolong mandi dulu sebelum tidur.'

"Ugh ... kau benar juga," ucap Anxia lalu berjalan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah menghabiskan waktu di kamar mandi selaa dua puluh menit, akhirnya Anxia keluar dengan mengenakan pakaian tidurnya dan handuk yang ia usapkan di kepala untuk mengeringkan rambutnya.

Aspro yang sedang membaca buku sihir yang mereka bawa dan simpan di kantung dimensi mengubah wujudnya menjadi manusia dan membantu Anxia mengeringkan rambutnya. Sedangkan Anxia duduk di kursi dekat jendela kamarnya sambil membaca buku yang sebelumnya dibaca Aspro.

"Apa kakek dan nenek tidak mengatakan apapun?" tanya Anxia tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang ada di tangannya.

Aspro menggelengkan kepalanya pelan. "Semenjak kita tiba di Deteros, Yang Mulia tidak mengirimkan pesan apapun. Mungkin karena kita berada cukup jauh dari tanah suci, sehingga terdapat batasa mereka dapat mengirim pesan."

"Hah ... ini baru sehari kita tiba di sini. Tapi aku sudah merindukan suara mereka ... haha ... sepertinya aku harus terbiasa dan bersikap seperti manusia biasa," ucap Anxia sambil menatap pemandangan langit sore yang terlihat begitu indah dari kamar mereka.

"Nona ... apa Anda masih...."

Anxia tersenyum lembut sambil menyentuh anting berentuk pulan yang hanya tergantung di telinga kirinya. "Berkat artefak ini, aku tidak bisa mendengar isi pikiran makhluk di sini secara bersamaan, tapi aku masih bisa mendengar suara beberapa orang, dan kau seharusnya tahu jika tidak ada artefak yang bisa membuatku tidak bisa melihat mereka."

Aspro mengetahui semua kemampuan tuannya, ia tidak pernah tahu apa yang dipikirkan tuannya setiap kali wanita itu terdiam dan memandang pemandangan di hadapannya. Namun, sebagai seseorang yang melakukan kontrak jiwa dengan Anxia, ia mengetahui bagaimana perasaan wanita itu setiap kali terdiam dan menatap pemandangan di hadapannya.

"Nona..."

"Hah ... bagaimanpun, itu juga tanggung jawabku karena menerima kekuatan ini. Kau tidak perlu khawatir, aku baik-baik saja," ucap Anxia sambil menatap Aspro dan tersenyum ceria. "Baiklah, sebaiknya aku tidur lebih awal, karena besok kita harus bangun pagi untuk berkeliling dan mungkin bertemu dengan kapten Leon dan yang lainnya."

Aspro hanya bisa menganggukkan kepala dan menatap Anxia yang berbaring di tempat tidur, lalu ia pun kembali ke wujud aslinya dan berbaring di lantai samping tempat tidur Anxia.

***

Seorang pria berambut hitam tengah fokus memeriksa dokumen yang baru saja diberikan oleh Bianca. Meskipun hari bulan telah terlihat menghiasi langit malam, pria itu tetap fokus memeriksa dan melakukan seleksi pada setia pendaftar di guild Thavma dengan teliti. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang membuat aktivitasnya terhenti. "Masuk."

Pintu terbuka dan memperlihatkan sosok Bianca yang berjalan masuk dengan membawa tumpukan formulir pendaftaran yang harus ia periksa malam ini. Karena besok adalah hari pengumuman. "Permisi tuan Arvie. Ini formulir terakhir yang perlu anda periksa."

"Hah ... akhirnya formulir pendaftaran terakhir ... hm?"

Arvie terdiam saat melihat nama formulir pertama yang baru saja dibawa Bianca. "Ada apa, tuan Arvie?"

"Ah ... bukan apa-apa, aku hanya merasa pernah mendengar nama ini. Tapi aku tidak ingat dimana," ucap Arvie.

"Siapa?"

Arvie mengambil kertas formulir yang ia maksud lalu menunjukkannya kepada Bianca. "Anxi Evlogi."

Saat mendengar Arvie membacakan nama itu, seketika Bianca tersadar dan menatap wakil ketua guild itu dengan ekspresi terkejut. "Nama belakangnya sama dengan nama tuan Nico!"

Arvie langsung bangkit dari tempat duduknya dan membuat semua dokumen yang tersusun rapi menjadi berantakan. "Hahaha ... sekarang itu baru menarik!"

Arvie yang tiba-tiba tertawa lepas membuat Bianca hanya bisa mengembuskan napas dan melanjutkan kegiatannya dalam mengumpulkan lembaran formulir pendaftaran berjatuhan di lantai. Terkadang ia tidak mengerti kenapa wakil ketua guild mereka adalah orang yang aneh seperti Arvie.

Hah ... seandainya saja aku bertemu dengan ketua guild, aku ingin bertanya kepada. Kenapa harus menjadikan orang aneh ini sebagai wakil ketua guild? Batin Bianca yang menatap Arvie dengan ekspresi malas.

Setelah ia membereskan seluruh formulir pendaftaran dan Arvie terlihat masih tertawa tanpa mempedulikan Bianca. "Kalau begitu saya permisi dulu. Saya harap semua ini selesai besok pagi sebelum kita mengumpulkan lolos administrasinya," ucap Bianca lalu berjalan meninggalkan ruangan Arvie.

Arvie yang mendengar suara pintu tertutup tersadar dan menatap kearah meja kerjanya yang memperlihatkan tumpukan formulir pendaftaran yang harus ia seleksi sebelum pagi tiba. "Ah ... benar juga. Aku masih ada banyak pekerjaan," ucap Arvie yang terlihat sedih lalu kembali mengerjakan tugasnya.

Bersambung...