Setelah Anxia dan Alina menghabiskan waktu tiga jam berlatih, kedua wanita itu memutuskan untuk menghabiskan waktu di kantin milik guild yang ada di dekat arena latihan. "Kamu sungguh sangat hebat dalam bertarung Alina," ucap Anxia yang membuka percakapan setelah selesai makan.
"Terima kasih. Lagipula, aku juga merasa terbantu, karena kamu sudah memberitahuku bagaimana cara menggunakan tombak lebih baik. Apa kamu juga menggunakan tombak selain menggunakan pedang saat bertarung?" tanya Alina.
Anxia menganggukkan kepala. "Benar. Tapi, jika tidak terdesak aku lebih suka menggunakan pedang."
"Apa maksud–"
Alina belum selesai bertanya maksud perkataan wanita di hadapannya itu, percakapan mereka terhenti karena mendengar suara keributan dari arah meja di samping meja mereka. "Apa maksudmu, hah?!"
Anxia dan Alina menatap dua pria yang terlihat bertengkar dengan bingung. Pria berambut biru tua dengan kesal tengah mencengkeram kerah pakaian pria berambut silver panjang yang menatap pria berambut biru tua itu dengan tatapan malas.
"Bukankah aku sudah dengan jelas mengatakan jika orang lemah sepertimu tidak pantas untuk melawanku," ucap pria berambut silver panjang sambil menepis tangan pria berambut biru tua lalu memperbaiki pakaiannya yang berantakan.
"Kau...!"
Pria berambut biru itu terlihat akan memukul wajah pria berambut silver panjang itu. Namun, pria berambut silver panjang berhasil menghindari pukulan itu, dan membuat pria berambut biru tua terjatuh dan menghancukan meja makan yang ditempati Anxia dan Alina. Kedua wanita itu dengan cepat menghindar sebelum pria berambut biru itu mendarat di meja mereka.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Anxia sambil mengulurkan tangannya untuk membantu pria itu berdiri.
Pria berambut biru itu menepis tangan Anxia dengan kesal lalu berdiri sambil menatap pria berambut silver panjang yang terlihat menatapnya dengan tatapan merendahkan. "Awas saja kau! Aku akan menghancurkanmu saat tes pertarungan besok!" ucap pria berambut biru tua itu dengan kesal lalu berjalan meninggalkan kantin guild.
"Hah ... sungguh tidak sopan," ucap Alina lalu menatap Anxia. "Apa kamu baik-baik saja?"
Anxia menganggukkan kepala. "Aku baik-baik saja."
Saat Anxia dan Alina kembali menatap pria berambut silver panjang itu, mereka tidak menemukan keberadaan pria itu. "Sungguh, ada apa dengan kedua pria itu, tiba-tiba berkelahi dan membuat kerusuhan di ini," ucap Alina sambil menggelengkan kepalanya pelan.
"Haha ... sudahlah. Bagaimana kalau kita berkeliling kota bersama?" tanya Anxia untuk menenangkan amarah dari teman barunya itu.
"Ide bagus! Kebetulan aku belum berkeliling ibukota Deteros," ucap Alina yang tersenyum ceria.
***
Setelah menghabiskan waktu bersama berkeliling kota hingga sore hari. Anxia dan Alina kembali ke penginapan mereka masing-masing. Penginapan Alina berada di wilayah distrik perdagangan. Sehingga, Anxia dan Alina harus berpisah di distrik perdagangan untuk kembal ke penginapan mereka masing-masing dan mendapatkan istirahat yang cukup sebelum tes pertarungan besok.
Saat tiba di dermaga, matahari telah terbenam dan digantikan cahaya rembulan yang terlihat begitu indah. 'Nona Anxia Anda salah jalan.'
Perkataan Aspro menyadarkan Anxia dari lamunannya karena menikmati pemandangan langit malam yang terlihat begitu indah. Anxia menatap ke sekelilingnya dan baru menyadari jika ia telah melewati jalan yang salah untuk ke penginapannya. "Ah benar juga ... hehe ... Aspro, apa kamu tahu kemana kita harus pergi?"
Aspro hanya bisa mengembuskan napas pelan untuk menghadapi tuannya yang buta arah ini. 'Sebaiknya Anda kembali ke jalan sebelumnya lalu belok kanan, di sana lokasi penginapan kita.'
"Baiklah, terima kasih~" ucap Anxia dengan ceria lalu mengikuti arah yang di tunjukkan Aspro. Namun, saat ia akan melangkah, ia melihat seorang gadis transparan yang berdiri di dekat salah satu toko mainan, ia dapat melihat jika gadi kecil yang berdiri membelakanginya itu tidak memiki kaki dan seluruh tubuhnya transparan.
'Nona, ada apa?' tanya Aspro yang bingung dengan keadaan tuannya yang tiba-tiba terdiam sambil menatap kearah toko mainan yang berada di samping mereka.
"Kita pergi ke toko mainan itu sebentar," ucap Anxia lalu berjalan masuk ke toko mainan itu dengan diikuti gadis transparan yang melayang memasuki toko mainan itu.
"Selamat datang," ucap wanita tua yang menyambutnya dengan ramah.
Anxia tersenyum ceria sambil menganggukkan kepalanya lalu berjalan mendekati rak mainan yang di jual. Ada begitu banyak jenis boneka dan mainan kayu yang dipahat dengan sangat indah dan detail. Sehingga, Anxia yang melihat itu cukup terkejut sekaligus takjub dengan karya dari toko mainan itu.
Ia melirik kearah gadis transparan yang mengikutinya masuk ke toko mainan dan memperhatikan pergerakan gadis kecil itu. Gadis kecil itu terlihat tengah melihat boneka kelinci yang mengenakan gaun berwarna merah muda dengan pita merah muda yang menghiasi kepalanya.
Anxia menganggukkan kepala lalu mengambil boneka kelinci yang menjadi perhatian gadis kecil itu. "Permisi..."
Setelah membayar boneka kelinci itu, Anxia langsung berjalan keluar dari toko mainan dan menuju kearah jalan kecil yang ada di samping toko mainan itu, dan gadis kecil itu terus mengikuti. Tiba-tiba Anxia berhenti, sehingga membuat gadis kecil yang mengikutinya juga ikut berhenti. Anxia menatap gadis kecil yang mirip dengan sosok gadis kecil di belakangnya itu dengan sedih. Ia berlutut lalu meletakkan boneka yang ia beli di depannya dan menyatukan kedua tangannya. "Semoga dikehidupan selanjutnya kamu mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya."
Setelah memberikan penghormatan terakhir kepada gadis kecil yang sudah tidak bernyawa itu, Anxia meletakkan boneka kelinci itu di pelukan jasad gadis kecil itu sambil tersenyum lembut. "Maaf karena tidak bisa membantu banyak."
Setelah mengatakan itu, Anxia berdiri dan akan berjalan meninggalkan jasad gadis kecil itu. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar suara gadis kecil yang terdengar bergitu ceria diikuti dengan tawa kecil. "Terima kasih, kak!"
Anxia berusaha menahan diri untuk tidak menangis lalu berbalik untuk berhadapan langsung dengan roh gadis kecil itu dan tersenyum ceria. Dibandingkan menunjukkan kesedihan di hari terakhir gadis kecil itu. Anxia lebih memilih untuk memberikan senyuman ceria kepada gadis kecil itu sebelum menjentikkan jarinya dan api berwarna putih membakar jasad gadis itu hingga tidak meninggalkan bekas.
'Nona Anxia...'
Anxia mengusap kepala Aspro dan tersenyum lembut. "Aku baik-baik saja, Aspro. Sebaiknya kita kembali sekarang, hari sudah semakin malam."
***
Seorang pria berambut silver tengah disibukkan dengan pekerjaannya yang tidak juga terlihat akan selesai. Meskipun ia sudah mengerjakan tugasnya dari matahari terbit hingga matahari terbenam. Sehingga membuatnya terlihat begitu frustasi dan ingin segera menyusul adik kesayangannya.
Namun, tiba-tiba bola sihir yang biasa digunakan untuk komunikasi dengan menyambungkan energi sihir kepada energi sihir pemiik bola sihir itu menyala berwarna biru. Menandakan jika ada seseorang yang menghubunginya. Pria berambut silver pendek itu menatap bola sihirnya dengan kesal sebelum menerima panggilan itu. "Apa yang kau inginkan? Aku sedang sibuk."
"Dengan pekerjaan sebanyak ini, aku tidak yakin bisa kembali dalam waktu dekat. Tapi, akan aku usahakan untuk kembali dengan cepat," ucap Nicole tanpa menghentikan kegiatannya.
"Ya, aku terlalu sibuk dengan pekerjaan di sini. Jadi, kau saja yang urus," ucap Nicole.
Mendengar penjelasan itu, membuat Nicole menghentikan aktivitasnya dan tersenyum kecil. "Hoo ... setelah berdiam diri selama sepuluh tahun. Akhirnya mereka mulai bergerak? Jika di bagian selatan kekaisaran Deteros, itu berarti mereka mulai bergerak di dekat kerajaan Gorgona. Untuk sementara awasi dulu pergerakaan mereka. Jika mereka mulai membuat kekacauan di kerajaan Gorgona, kita akan bergerak. Tugaskan Logan untuk mengurus masalah ini bersama tiga orang anggota Guild. Aku bebaskan kau untuk memilih siapa anggota yang akan ikut mengurus masalah ini."
"Apa ada lagi?" tanya Nicole sambil kembali lanjutkan aktivitasnya.
"Baiklah, informasikan kembali kepadaku mengenai hasil perekrutan besok dan anggota tim yang akan kau kirim ke Gorgona."
Setelah bola sihir Nicole kembali menjadi normal, tiba-tiba ia menghentikan pekerjaannya dan mengambil kertas yang tersimpan dengan aman di laci meja kerjanya. Ia membaca surat itu dengan tatapan tajam. "Kau akhirnya bergerak, Elena."
Bersambung...