Chereads / Master of LYNK / Chapter 19 - Bab 2, Chapter 19: Jam Istirahat

Chapter 19 - Bab 2, Chapter 19: Jam Istirahat

Keesokan harinya.

Aruta tetap berangkat sekolah walau dipenuhi oleh perban karena pertarungannya dengan Mono kemarin. Aruta sesekali berhenti berjalan karena bekas lukanya tiba-tiba terasa sakit. Namun setelah rasa sakitnya menghilang, Aruta langsung kembali berjalan ke sekolah. Aruta terus berjalan sembari memegangi area perutnya yang masih terasa nyeri.

"Hehe, pengobatannya Kak Mona brutal sekali ya," gumam Aruta.

***

Kemarin malam Mona mengobati Aruta dengan kekuatan penuh. Mona memerban luka Aruta yang berada di perutnya namun Mona menarik perban itu dengan sangat kuat dan kasar. Aruta pun langsung terpingkal-pingkal kesakitan.

"Ayo sedikit lagi!" ujar Mona sembari menarik perbannya dengan kuat.

"Ahh SAKIT!!" teriak Aruta.

"Hey Kak, Kau mau membunuhnya atau bagaimana?" tanya Mono memegang tangan Mona yang memegang perban.

"Tentu saja tidak! Aku biasanya kalau terluka, mengobatinya begini," ujar Mona sembari kembali menarik perban Aruta membuat perban di perut Aruta menjadi sangat erat. 

"Aduh-duh-duh-duh!"

Mono pun langsung merebut perban yang ada di tangan Mona.

"Sudah-sudah, aku saja yang mengobatinya sini," ujar Mono yang mulai mengobati Aruta.

***

Kembali pada saat ini, Aruta akhirnya sampai di sekolah. Saat sedang menuju ke kelasnya dia mendengar beberapa siswa yang berbisik tentang perbannya yang begitu banyak. Namun Aruta berusaha tak mendengarkannya dan pergi ke kelasnya.

Sesampai di kelas, Kevin yang sedang duduk di atas meja pun langsung menghampiri Aruta.

"Yo, selamat pagi, Aruta," sapa Kevin. Kevin pun terkejut melihat banyaknya perban di badan Aruta. "Loh, Aruta? Kok banyak banget perban di badanmu. Kamu habis kenapa?" tanya Kevin.

"Ah itu... A... Aku habis kecelakaan," ujar Aruta dengan keringat dinginnya mulai keluar sembari berharap Kevin percaya.

"Hmm? Beneran kecelakaan? Kok kayak habis dibegal gini," ujar Kevin sembari mengangkat salah satu alisnya.

"Tenang saja aku gak dibegal kok," ujar Aruta.

"Hmm okelah. Ngeri juga kamu enggak masuk rumah sakit habis kecelakaan sampe jadi kayak gini," ujar Kevin yang setelahnya kembali ke tempat duduknya.

"Fiuh, untung dia percaya," ujar Aruta sembari menghela nafas. "Oh iya aku kemarin lupa tanya ini organisasi rahasia atau bukan. Nanti aku tanya Mono aja dah," gumamnya sembari menuju ke tempat duduknya.

***

Beberapa jam berlalu dan bel pun berbunyi. Waktunya istirahat makan siang. Aruta langsung menutup semua bukunya dan tanpa memasukkannya ke dalam tas, Aruta langsung bergegas menuju ke kantinnya.

Makanan memang hal yang tepat untuk mengisi kembali energi Aruta yang telah mengeluarkan segala kemampuannya untuk tak tertidur selama pelajaran. Karena terakhir kali dia tertidur di dalam kelas, Aruta berakhir membersihkan toilet sekolah. Dan kejadian tak mengenakkan terjadi. Aruta tak sengaja menemukan "harta karun" di dalam toilet sekolah membuat Aruta langsung trauma dan tak mau tertidur lagi. Ya walaupun dia tak tertidur, otaknya hampir hangus sih.

Saat Aruta sampai di kantin, kantin masih belum terlalu ramai karena bel baru saja berbunyi dan Aruta sudah melesat ke kantin.

Aruta melihat ke sekeliling dan melihat sebuah kios burger. Melihat posternya, Aruta pun tergiur dan langsung melesat ke kios itu.

 Sesampai di kios itu, sang penjual pun menyapa Aruta dengan ramah. "Halo dek, mau pesan apa?" tanya penjual itu.

"Menunya ada apa aja pak?" tanya Aruta.

"Itu, menunya ada di sana," ujar penjual itu sembari menunjuk ke sebuah iPad 

"iPad?" ujar Aruta menghampiri iPad itu.

"Yup, tinggal klik saja apa yang ingin kau pesan, dan aku akan langsung memasakannya," ujar si penjual.

"Wow keren!" ujar Aruta sembari menggeser-geser layar iPad itu yang menampilkan menu-menu burger yang ada. "Hmm aku pilih dulu ya," ujar Aruta.

"Silahkan silahkan," ujar si penjual.

Aruta pun mulai berfikir ingin memesan apa. Burger super pedas? Tapi Aruta tak terlalu kuat pedas. Burger ayam? Hmm sepertinya terlalu biasa. Burger daging? Tapi kayaknya mending hemat. Aruta pun masih memilih dan tanpa dia sadari antrian di belakangnya sudah sepanjang kereta.

"Hey cepatlah!" saut beberapa siswa yang ada di belakang Aruta namun Aruta sepertinya sudah terlalu tenggelam dengan menu yang ada di depannya.

"Hey ayolah! Aku tak mau istirahatku hanya digunakan untuk mengantri!" saut siswa yang ada di belakang Aruta.

"Aduh apa kita pindah kios aja ya," ujar siswa yang lain.

"Ehh dek, pesannya dipercepat ya," ujar si penjual karena iPad pemesanannya hanya ada satu.

"Baiklah, aku akan memesan burger ayam!" ujar Aruta.

"YEAYYY!!" mendengar Aruta, siswa-siswa yang ada di belakangnya pun langsung bersorak gembira.

Namun di tengah kebahagian itu, tiba-tiba terdengar suara, "Apa toping yang anda inginkan?" dari iPad yang ada di depan Aruta. Mereka semua pun terdiam dan Aruta pun kembali berfikir lagi apa toping yang dia inginkan. Wajah kekecewaan siswa yang ada di belakang Aruta pun terlihat dengan sangat jelas.

Tiba-tiba si penjual langsung mengambil iPad nya dan menekan-nekan menu yang ada. Si penjual pun mengembalikan iPad nya dan berkata bahwa Aruta cukup bayar saja.

"Aku sudah memilihkan burgermu, kau pasti akan suka," ujar si penjual sembari mengangkat jempolnya dan memberi senyuman lebar.

"Huh? O-oke," ujar Aruta.

Tak lama kemudian, burger Aruta pun tersaji dan Aruta pun membawa burgernya yang dibungkus oleh kertas itu.

"Anak itu benar-benar. Hampir saja aku tak dapat uang hari ini," gumam si penjual sembari melihat Aruta pergi. Dia pun kembali memasakkan pesanan.

***

Aruta pun berjalan mencari tempat duduk namun semua tempat duduk sudah penuh.

"Loh kantinnya kok udah rame? Perasaan tadi masih sepi," gumam Aruta yang masih belum sadar berapa menit yang dia habiskan hanya untuk memesan sebuah burger.

Dia melihat ke sekeliling dan akhirnya melihat meja dengan ada satu kursi kosong di sana. Meja itu memiliki dua kursi dan Mono duduk di salah satunya, sedang menyantap bekalnya. Ada sebuah buku dan ponsel juga yang ada di sebelah bekalnya. Aruta pun langsung menghampiri meja itu.

"Siang Mono, apa aku boleh duduk di depanmu?" tanya Aruta yang sudah di dekat Mono.

"Oh siang. Silahkan saja," jawab Mono.

Aruta pun menaruh burgernya di atas meja yang ada di situ dan duduk.

Aruta melirik ke arah Mono dan melihat perban yang cukup besar menempel di pipi Mono.

"Apa kau masih merasa sakit karena pukulanku kemarin?" tanya Aruta.

"Sedikit. Tapi tidak masalah," jawab Mono.

"Maaf ya kemarin aku memukulmu keras sekali," ujar Aruta.

"Tak apa-apa. Tak usah minta maaf," jawab Mono lalu kembali melahap bekalnya.

Aruta melihat ke arah bekal Mono dan melihat nasi, telur, sosis, dan beberapa buah anggur.

"Apa kakakmu yang menyiapkan bekal itu?" tanya Aruta.

"Tidak, aku menyiapkannya sendiri. Bisa mati aku kalau kakak yang menyiapkan bekal," jawab Mono.

"Huh? Maksudnya?" tanya Aruta.

"Uh lupakan," jawab Mono singkat dan kembali fokus ke makanannya lagi.

Aruta sempat bingung namun dia memutuskan tak bertanya lebih banyak lagi. Aruta mulai membuka bungkus burgernya. Burger daging dan telur. Saat Aruta mulai menyantapnya, rasanya tak buruk juga.

Di tengah-tengah Aruta yang sedang menikmati makanannya, batu kemarin malam pun terbesit di benak Aruta. Aruta langsung menanyakannya kepada Mono.

"Mono," panggil Aruta.

"Hmm?" Mono mengangkat kepalanya.

"Aku penasaran dengan batu yang kita kejar kemarin malam. Memangnya itu batu apa?" tanya Aruta.

"Pak Kuroto belum memberitahumu?" tanya Mono.

"Belum," jawab Aruta.

Mono mulai melihat sekeliling sebentar sebelum dia berkata, "Hmm, sepertinya tidak ada yang mendengarkan."

Mono pun meletakkan sendoknya. Dia menaruh kedua tangannya di atas meja sembari menyatukan kedua tangannya.

"Batu itu bernama 'Segel Arabes'," ujar Mono

"'Segel Arabes'?" tanya Aruta sembari mengangkat alisnya.

"Sesuai namanya, batu itu adalah segel dari penyihir terburuk yang pernah ada, Arabes Astropos. Arabes disegel oleh penyihir terkuat yang pernah ada, Arthuria Luminaire," jelas Mono.

"Arthuria Luminaire?!! Bukannya dia kaisar penguasa benua timur dan benua utara lima ratus tahun lalu?" ujar Aruta yang terkejut.

"Hehe, kau tak sebodoh yang kukira ternyata. Arthuria hidup lima ratus tahun yang lalu yang kebetulan adalah 'masa keemasan' sihir LYNK."

"Masa keemasan?" tanya Aruta.

"Jika sekarang kita jarang menemukan orang yang mampu menguasai sihir LYNK, pada masa itu paling tidak diantara sepuluh orang, kita akan menemukan satu orang yang mampu menggunakan teknik dasar," jelas Mono.

"Bagaimana kau tahu semua ini?" tanya Aruta.

"Dari catatan-catatan kuno. Penyihir juntoshi juga melakukan penyelidikan semacam itu tahu," jawab Mono. "Dan di salah satu catatan menjelaskan bahwa Arabes dan Arthuria adalah salah satu dari Master of LYNK," lanjut Mono.

"Master of LYNK?" tanya Aruta.

"Catatan-catatan kuno itu berkata bahwa Master of LYNK adalah gelar yang diberi kepada penyihir-penyihir yang sudah sangat amat kuat dan hampir tidak ada tandingannya kecuali dengan sesama Master of LYNK," jelas Mono. "Arabes disegel oleh Tuan Arthuria di sebuah batu berbentuk kotak yang dipenuhi oleh simbol. Arthuria memecah Segel Arabes menjadi bagian bagian kecil yang berjumlah dua puluh tujuh. Bagian bagian itu tersebar di seluruh dunia. Dan batu yang kau temukan beberapa hari lalu adalah salah satu dari dua puluh tujuh bagian itu."

"Lalu kenapa kau mencari cari segel itu waktu itu. Bukannya segelnya sudah sangat kuat?" tanya Aruta.

"Ya walaupun begitu tak ada salahnya jaga-jaga kan. Biar aman. Selain itu entah kenapa segel itu mulai lemah dalam meredam energi LYNK dari Arabes. Energi LYNK dari Arabes mulai keluar dari segel itu walau tidak banyak. Tapi energi LYNK Arabes sudah sangat kuat walau hanya sedikit. Energi LYNK itu membuat para junoi tertarik untuk datang," jawab Mono.

"Hmm... begitu ya," ujar Aruta sembari mengangguk

"Tapi seharusnya segel itu tidak akan terbuka. Atau mungkin bisa saja jika ada orang yang membuka paksa segel itu. Tapi sepertinya terlalu mustahil," ujar Mono.

"Begitu ya," ujar Aruta sembari kembali memakan burgernya. "Hmm Arabes sepertinya kuat sekali ya. Omong-omong burgernya besar juga ya."

Setelah Mono bercerita, Mono dan Aruta lanjut memakan makanan mereka.

***

Beberapa menit kemudian, Aruta dan Mono selesai makan. Mono meminum minumannya dari botol yang dia bawa lalu mengambil buku yang dia bawa lalu membukanya. Sedangkan Aruta sendiri langsung bersendawa dengan cukup keras.

"Ahh kenyangnya. Burgermya besar sekali," ujar Aruta sembari memegangi perutnya dan bersandar di bangkunya.

"SAKO!!" tiba-tiba terdengar suara laki-laki yang cukup keras. 

Aruta dan Mono yang terkejut pun menoleh dan melihat seorang laki-laki yang sedang berlutut di hadapan seorang perempuan. Di sekelilingnya pun juga ada beberapa gadis yang mengelilingi mereka.

"Aku menyukaimu. Apa kau mau menjadi pacarku?" tanya si laki-laki.

Tiba-tiba Sako langsung menendang laki-laki itu sampai tersungkur.

"Tch, gak sudi!" ujar Sako dengan suara judes dan menusuknya.

Sako pun beranjak pergi dari laki-laki itu.

"Woahh Sako berani banget!!" ujar salah satu perempuan di sana.

"Sako cewek mahal!" ujar perempuan yang lain.

"Aku kalo jadi kayak Sako mungkin keren banget ya!" ujar perempuan yang lain lagi.

"Njir, judes banget. Tapi kok aku gak pernah lihat dia ya?" gumam Aruta. "Hey Mono, apa kau pernah melihat gadis itu?" tanya Aruta.

"Ya, aku bersama kakakku bertemu dengannya kemarin. Dia baru pindah ke sekolah ini kemarin. Dia memang agak judes sih," jawab Mono.

***

Kemarin saat Mono sedang berjalan bersama Mona.

"Aduh aku capek banget disuruh angkat sana sini," ujar Mona yang membungkuk ke depan seperti tanaman layu.

"Semangat ya," ujar Mono sembari bermain ponselnya.

Mona pun melihat ke arah lapangan dan melihat beberapa murid yang sedang bermain.

"Wih ada yang lagi seneng-seneng nih. Aku mau ikutan ah," ujar Mona.

"Hey kau masih harus membantu guru loh. Bisa mampus nanti kalo sampe ketahuan," ujar Mono sembari menurunkan ponselnya.

"Ayolah. Kalo cuma bermain sebentar kayaknya gak bakal ketahuan," jawab Mona sembari mengangkat jempolnya dan tersenyum.

Tak lama kemudian, Mono dan Mona melihat seorang gadis yang datang dan berjalan berlawanan dengan mereka. Itu adalah Sako.

Mona pun langsung menyapanya,"Hai! Kau Yurisako Ayame ya?"

"Hehe, iya," jawab Sako dengan ramah.

"Bagaimana hari pertamamu di sekolah ini?" tanya Mona.

"Lumayan baik," jawab gadis itu. "Kamu Ketua Osis Mona Stardust ya?" tanya Sako.

"Yup benar. Sayang banget aku masih sibuk jadi tak bisa mengantarmu berkeliling sekolah," ujar Mona sembari menghela nafas. "Bagaimana kalau adikku saja yang mengantarmu? Namanya Mono," ujar Mona sembari menunjuk ke arah Mono dan Mono melambaikan tangannya.

"Oh e-eh tidak usah repot-repot," ujar Sako sembari menggerakkan kedua tangannya ke kanan dan kiri dengan cepat.

"Tak apa, tak usah sungkan," ujar Mono.

"Dih, najis," ujar gadis itu dengan nada tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat menjadi sangat judes dengan wajahnya yang seperti jijik melihat Mono.

"Njir judes banget ternyata. Judesnya milih-milih lagi," gumam Mono walau ekspresinya hanya datar.

***

Kembali ke masa sekarang.

"Ya... biarin aja," ujar Mono yang kembali menunduk dan fokus ke bukunya.

Aruta pun menoleh ke arah gadis itu lagi dan langsung terkejut ketika Sako itu sudah melihat ke arahnya. Sako pun langsung menghampirinya.

"Apa liat-liat? Apa kau berfikiran mesum?" tanya Sako dengan suara judesnya.

"Huh? hey jangan asal nuduh orang begitu dong. Kau murid baru yang bernama Sako itu kan?" tanya Aruta.

"Iya. Terus kenapa?" ujar Sako dengan nada judesnya.

Sako melihati Aruta dan dia pun melihat Aruta yang mengenakan sepatu dari salah satu tokoh dari komik Ultra X bernama Astea. Astea adalah karakter "trap" di komik itu.

"Heh? bukannya itu sepatu..." gumam Sako. "Tcih, dari sepatunya aja udah kelihatan. Sepatunya Astea lagi. Aduh mesumnya," ujar Sako.

"Hey jangan ngomong seenaknya ya. Ini sepatu langka. Aku menabung lama untuk sepatu ini," ujar Aruta.

"Tapi kenapa harus sepatu milik Astea. Ada sepatu dari karakter lain yang sama langkanya dengan sepatu itu. Mengaku saja. Kau pecinta 'trap' kan," ujar Sako sembari menggebrak meja Aruta.

"Hanya sepatu ini yang tersisa. Lagi pula dia top sepuluh terkuat di series Ultra X. Cerita masa lalunya juga bagus," ujar Aruta yang langsung berdiri menghadapi Sako.

"Haduhhhh berisiknya." gumam Mono yang langsung beranjak pergi.

"Hmph! Dari pada ngurusin orang mesum kayak kamu mending aku beli pie aja ah," ujar Sako yang mulai beranjak pergi.

"Tunggu, kau bilang pie? Itu pie spesial yang dijual hanya hari ini dengan harga yang tak masuk akal murahnya itu kan? Aku akan ikut!" ujar Aruta yang langsung melompat dan bergegas ke kios pie itu.

"Hey kau kok ikut-ikutan?" tanya Sako yang kesal Aruta tiba-tiba ikut membeli pie itu juga.

"Aku yang mau beli, ya suka-suka aku lah!" jawab Aruta.

"Kalau begitu kau harus mengantri di belakangku," ujar Sako.

"Tcih, ngapain aku harus nurut?" tanya Aruta sembari tersenyum meledek Sako.

Sako yang kesal pun tiba-tiba langsung melesatkan pukulan ke wajah Aruta. Aruta pun langsung menangkap kepalan tangan Sako. Namun di saat yang sama, Aruta juga terkejut dengan kecepatan pukulan Sako.

"Tch." Sako juga terkejut Aruta berhasil menahan serangannya.

"Dari pada ribut-ribut begini, bagaimana kalau kita menentukannya dengan tantangan saja?" ujar Aruta sembari melepaskan tangan Sako.

Sako melihat sekeliling dan melihat kios mie iblis.

"Hmm bagaimana kalau kau ku tantang lomba makan mie iblis level lima?" tantang Sako.

"Siapa takut," jawab Aruta dengan mantap "Yang menang akan mendapat pie itu," ujar Aruta dengan senyuman lebar di wajahnya.

"Hehe boleh juga nyalimu," ujar Sako dengan senyum lebar juga di wajahnya. "Siapa namamu?"

"Aruta," jawab Aruta.

Aruta dan Sako pun saling bertatap-tatapan. Mereka berdua menatap satu sama lain dengan sangat tajam seakan akan pertandingan hidup dan mati akan segera dimulai.