"Ayo-ayo dibeli dibeli dibeli!!" seru si penjual mie iblis sembari menyiapkan pesanannya.
"Pak! mie gorengnya level dua Pak!" saut seorang siswa.
"Pak! mie kuahnya level satu Pak!" saut siswa lainnya.
"Iya-iya sabar ya," ujar si penjual.
Beberapa saat pun berlalu dan siswa yang mengantri pun akhirnya habis.
"Fiuh banyak juga ya yang beli hari ini," ujar si penjual sembari mengusap keringatnya.
Namun tak lama kemudian, tiba-tiba terdengar suara hentakan-hentakan keras. Dari suaranya, sepertinya suara itu mendekat ke kios mie iblis itu.
"Huh? Ada apa ini? Gempa?" gumam si penjual sembari menjulurkan kepalanya keluar dari kiosnya dan mengintip.
Baru saja kepala penjual itu keluar, tiba-tiba ada dua orang yang melompat masuk menimpa si penjual sampai mereka terjatuh.
"Aduh aduh aduh," desis penjual tadi sembari memegangi kepalanya yang sakit.
Penjual itu membuka matanya dan melihat Aruta dan Sako yang sedang menimpanya.
"Tolong mie iblisnya dua Pak!!" ujar Aruta dengan suara keras dan mendekatkan kepalanya ke kepala penjual itu.
"Tolong super pedas Pak!!" ujar Sako yang sama kerasnya dengan Aruta dan juga mendekatkan wajahnya ke wajah si penjual.
"Lebih pedas dari yang pernah kau buat!!" ujar Aruta dengan suara yang lebih keras.
"Keluarkan mie terpedas yang pernah ada!!" ujar Sako dengan suara yang juga lebih keras.
"E-eh?! O-oke," ujar penjual itu.
"Baiklah pak! kami tunggu ya. Awas aja kalau pedasnya cuma biasa. Gak cocok dipanggil mie iblis kalo begitu," ujar Sako.
"Huh?! Kau meremehkan mie iblisku??" tanya si penjual kesal.
"Hmph! Ayo menunggu di luar, Aruta," ujar Sako.
Sako dan Aruta keluar dari kios orang itu sembari meremas kerah baju satu sama lain.
"Berani sekali mereka meremehkan mie iblisku. Aku sudah berlatih bertahun-tahun untuk membuat mie ini. Kakekku sudah melatihku membuat mie yang lezat dengan rasa pedas yang membara. Akan ku kasih pelajaran mereka. Akan kubuat mie iblis ter-'iblis' yang pernah ada. Aku yakin jika orang biasa memakannya, hanya satu sendok saja sudah cukup membuat mereka diare!" gumam Penjual itu sembari mengepalkan tangannya erat dan wajahnya memerah karena emosi.
***
Aruta dan Sako duduk di bangku namun masih menggerutu dan melihati satu sama lain dengan tatapan tajam.
"Tch, palingan baru sampai ujung sendok dia udah pingsan," gumam Sako sembari menyatukan kedua tangannya di atas meja dan menempelkannya di mulutnya
"Hmph, palingan baru nyium aromanya saja dia sudah gak kuat," gumam Aruta sembari melipat tangannya di depan dadanya.
Namun tak lama kemudian, suara perut pun terdengar diiringi dengan suara kentut. Itu berasal dari Aruta. Aruta tiba-tiba mulas ingin buang air besar. Dia pun memegangi perutnya sembari membungkukkan badannya.
"Sialan, apa karena burger tadi?" gumam Aruta yang mulai berkeringat sembari menahan kotorannya yang hampir bocor keluar.
"Hmm? Dia nahan berak?" gumam Sako.
Aruta yang sudah tak kuat pun akhirnya berkata, "Maaf, aku mau ke toilet dulu sebentar!" Aruta pun langsung berlari kencang ke toilet setelah mengatakannya.
"Huh? Belum juga makan mie nya udah berak duluan," gumam Sako yang melihat Aruta yang langsung melesat ke toilet. "Hmm tapi sepertinya ini kesempatan," gumam Sako dengan senyuman nakal.
Sako langsung melesat ke kios penjual mie iblis tadi. Setelah sampai, dia langsung memperlambat jalannya dan mengendap-endap masuk ke dalam kios. Di dalam kios, penjual tadi dengan wajah geram namun juga serius sedang memasak pesanan Sako dan Aruta. Sako mengendap masuk dan mengambil sebungkus garama. Dan di saat yang sama, Sako melihat mie pesanannya sudah selesai dan ditaruh di meja kios. Si penjual pun berbalik dan mengambil sumpit dan sendok.
Sako pun dengan sunyi namun cepat, langsung menuju ke dua mangkuk mie itu. Sako dengan senyum lebar di wajahnya pun menuangkan sebungkus penuh garam yang dia pegang ke dalam salah satu mangkuk mie di sana.
"Hihihi aku sebenarnya gak terlalu kuat pedas. Tapi paling tidak, aku bisa menang dengan cara lain," ujar Sako sembari menuangkan garam itu.
Setelah garam di bungkus itu habis, Sako pun langsung membuangnya ke tempat sampah yang ada di dekat sana dengan senyumannya yang masih belum hilang dari wajahnya. Namun saat itu juga Sako langsung mematung setelah mendengar suara penjual mie iblis tadi memnanggilnya.
"Nona, ngapain senyum senyum begitu?" tanya si Penjual.
"Eh?!! eh... tidak apa apa kok," ujar Sako dengan keringat dingin yang langsung keluar.
"Hmm... " si penjual mengangkat salah satu alisnya sedangkan Sako hanya bisa tersenyum berharap si penjual tak bertanya-tanya lagi.
"Hmm baiklah kalau begitu. Pesananmu sudah siap," ujar si penjual.
"Oh, terima kasih," ujar Sako sembari mengambil nampan pesanannya. "Berapa harga-" belum sempat Sako selesai berbicara, tiba-tiba penjual itu memotong perkataan Sako.
"Mie Iblis super pedas!. Mie ini langsung dibuat dari kaldu bla bla bla bla," ujar Penjual. Penjual itu mengoceh sangat lama hingga membuat kaki Sako bergetar karena berdiri terlalu lama.
"Dan itu membuat mie ini sungguh spesial," kalimat terakhir Penjual itu.
"I-iya. Jadi harganya berapa?" tanya Sako yang sudah lelah berdiri.
"Oh, maaf bapak kebawa suasana. Ini notamu." Sako pun membayar mienya sekaligus membayar mie milik Aruta.
***
Setelah selesai membayar, Sako pun berjalan kembali ke mejanya.
"Mienya dia kubayarin dulu ah. Nanti baru ku tagih," gumam Sako sembari berjalan ke mejanya dan membawa nampan mie nya.
Sesampainya di mejanya, Sako melihat Aruta yang sudah ada di sana.
"Oh? Kau sudah selesai berak?" tanya Sako.
"Ya. Dan omong-omong, kenapa kau tadi berdiri lama sekali?" tanya Aruta.
"Ya... penjualnya agak cerewet," jawab Sako. "Baiklah tunggu apa lagi. Langsung saja kita ke tantangannya!" ujar Sako.
Sako memberikan salah satu mangkuk mie iblis itu kepada Aruta. Namun saat Sako mengangkat mangkuknya dan akan memberinya ke Aruta, di saat itu juga Sako sadar dua mangkuk mie itu punya motif yang sama dan Sako lupa mie yang mana yang dia beri garam tadi karena ocehan si penjual yang terlalu lama.
"Sialan... mana tadi yang aku kasih garam? Apa mie yang itu?" gumam Sako mulai panik.
Aruta pun menerima mie yang diberi Sako dan meletakkannya di depannya. Di sisi lain, Sako menaruh mie-nya di dekatnya dan duduk di kursinya.
Sako mengambil sendok dan mulai sedikit mencicipi kuah dari mie yang ada di depannya. Dan Sako pun semakin berkeringat dingin setelah merasakan betapa asinnya mie miliknya. "Sialan ternyata yang ini. Bagaimana ini?"
Aruta mulai mengambil sumpitnya dan menyumpit mienya. "Baiklah, ayo mak-."
Tiba-tiba Sako menendang kursi Aruta hingga Aruta terjatuh. Saat Aruta masih terjatuh di tanah, dengan cepat Sako langsung dengan menukar mie Aruta dengan mie-nya.
"Aduh... Hey kenapa kau menendangku? Untung saja mie-nya tidak tumpah," ujar Aruta kesal sembari kembali berdiri. Aruta memberdirikan kursinya dan kembali duduk.
"Aku melihat nyamuk tadi. Sudah ayo makan saja," ujar Sako.
"Baiklah, ayo makan," ujar Aruta. Aruta kembali mengambil sumpitnya dan langsung melahap mie iblis yang ada di depannya. Aruta pun langsung terkejut betapa asinnya mie yang ada di dalam mulutnya. Seketika kecepatan makan Aruta pun menurun drastis.
"Sialan kok asin sekali," gumam Aruta.
Di sisi lain Sako masih berusaha menahan pedas sembari terus memakan mie-nya.
"Mwehehe. Tinggal tunggu dia sempoyongan dan aku akan membeli pie itu," gumam Sako sembari mengusap keringatnya yang keluar karena kepedasan.
Aruta terus berusaha memakan mie-nya yang sangat asin namun akhirnya tak kuat dan terkapar di meja dengan kepalanya yang bersandar di atas meja itu.
Melihat itu, Sako langsung berdiri dan melesat meninggalkan Aruta menuju kios pie. "Akhirnya! Pie itu akan menjadi milikku!" gumam Sako sembari berlari ke kios pie itu. Dari kejauhan Sako melihat hanya tersisa satu pie yang ada di etalase kios itu.
"Sialan. aku harus cepat!" gumam Sako sembari mempercepat larinya.
Sako terus berusaha berlari dan semakin dekat dengan kios itu.
"Ayo sedikit lagi!"
Tiba-tiba penjual kios itu mengambil pie itu, menaruhnya di piring dan memberikannya ke orang di depannya.
"Terima kasih banyak sudah datang," ujar Penjual kios pie yang menjual pie terakhirnya. Sako yang sudah dekat dengan kios itu langsung mematung di tempat seketika setelah pie terakhir itu terjual.
Tak lama kemudian, seseorang datang dan melihat Sako yang mematung itu.
"Huh? Apa kau baik-baik saja?" tanya Mono sembari memakan pie yang ada di tangannya.