Chereads / Petualangan Novi / Chapter 8 - Menuju Hari Pemilu

Chapter 8 - Menuju Hari Pemilu

Sebelum ujian akhir dimulai, Novi akan mengikuti pencoblosan pada tanggal 14. Novi sudah mempunyai KTP yang berarti ia sudah 17 tahun dan memiliki hak suara, karena Novi suka dengan politik. Novi mengamati dan mencari rekan jejak dari ke 3 capres dan cawapres, ia juga mempelajari setiap visi dan misi. Novi menilai setiap visi misi tersebut apakah itu mungkin dilakukan atau tidak mungkin, apakah visi misi itu menguntungkan bagi rakyat dan negara atau tidak. Setelah memasuki Masa tenang, masa tenang itu berjalan selama 3 hari. Novi mengamati watak para pendukung ke 3 calon tersebut, Novi menilai mereka dan nilai tersebut akan jadi hasil akhir siapa yang akan Novi coblos.

Novi bukan hanya pencoblosan, ia juga merupakan saksi luar dari salah satu partai. Saat hari yang ditunggu telah tiba, Novi pun menuju TPS dan bersiap untuk mencoblos. Setelah ia selesai mencoblos, Novi tidak langsung pulang melainkan mengamati sesi pencoblosan. Ia melihat para saksi dalam bertugas, ia menilai setiap saksi. Novi juga melihat para KPPS yang sedang bertugas. Novi menemukan kejanggalan dari mereka, dan ternyata pihak saksi dan KPPS tidak ada kordinasi khusus.

Novi menganggap bahwa pencoblosan tahun ini benar-benar buruk, Novi sangat menyesal karena ini merupakan pertamakali ia memiliki hak suara. Ia juga mendengar kabar dari teman jauhnya bawah pencoblosan dipersulit karena alasan yang tidak jelas, banyak para pekerja yang merantau dan belum mengganti kependudukan tidak bisa memilih hak suara.

Kenapa pemerintah tidak mengantisipasi para perantau ini, pastinya mereka tau watak masyarakat negara ini seperti apa. Seharusnya mereka tau ekonomi mereka ini seperti apa, mungkin saja mereka tidak pulang kampung karena tidak punya ongkos transportasi. Ataupun mereka ini buta politik, bukannya pemerintah tau rata-rata IQ negara ini berapa. Kalau dibandingkan dengan negara berkembang lain, negara kita ini merupakan negara dengan IQ terendah. Seharusnya para pemimpin tau bahwa masyarakatnya memiliki sifat malas dan santai, tapi kenapa kesalahan tersebut terus terulang kembali.

Novi pun menghela nafas, mungkin saja pemikiran saya ini salah. Dan menganggap bahwa dirinya kurang wawasan, " ya sudahlah pemahaman aku masih sebutir debu" Novi pun memendam kekecewaan tersebut dan memilih terus mempelajari dan memperdalam ilmu politik, ya memang benar Novi memiliki sedikit kemampuan berpolitik. Novi tau bahwa politik itu merupakan sebuah permainan yang mempermainkan hukum dan kekuasaan.

Sebelum ujian akhir dimulai, Novi akan mengikuti pencoblosan pada tanggal 14. Novi sudah mempunyai KTP yang berarti ia sudah 17 tahun dan memiliki hak suara, karena Novi suka dengan politik. Novi mengamati dan mencari rekan jejak dari ke 3 capres dan cawapres, ia juga mempelajari setiap visi dan misi. Novi menilai setiap visi misi tersebut apakah itu mungkin dilakukan atau tidak mungkin, apakah visi misi itu menguntungkan bagi rakyat dan negara atau tidak. Setelah memasuki Masa tenang, masa tenang itu berjalan selama 3 hari. Novi mengamati watak para pendukung ke 3 calon tersebut, Novi menilai mereka dan nilai tersebut akan jadi hasil akhir siapa yang akan Novi coblos.

Novi bukan hanya melakukan pencoblosan, tetapi ia juga merupakan saksi luar dari salah satu partai. Saat hari yang ditunggu telah tiba, Novi pun menuju TPS dan bersiap untuk mencoblos. Setelah ia selesai mencoblos, Novi tidak langsung pulang melainkan mengamati sesi pencoblosan. Ia melihat para saksi dalam bertugas, ia menilai setiap saksi. Novi juga melihat para KPPS yang sedang bertugas. Novi menemukan kejanggalan dari mereka, dan ternyata pihak saksi dan KPPS tidak ada kordinasi khusus.

Novi menganggap bahwa pencoblosan tahun ini benar-benar buruk, Novi sangat menyesal karena ini merupakan pertamakali ia memiliki hak suara. Ia juga mendengar kabar dari teman jauhnya bawah pencoblosan dipersulit karena alasan yang tidak jelas, banyak para pekerja yang merantau dan belum mengganti kependudukan tidak bisa memilih hak suara.

Kenapa pemerintah tidak mengantisipasi para perantau ini, pastinya mereka tau watak masyarakat negara ini seperti apa. Seharusnya mereka tau ekonomi mereka ini seperti apa, mungkin saja mereka tidak pulang kampung karena tidak punya ongkos transportasi. Ataupun mereka ini buta politik, bukannya pemerintah tau rata-rata IQ negara ini berapa. Kalau dibandingkan dengan negara berkembang lain, negara kita ini merupakan negara dengan IQ terendah. Seharusnya para pemimpin tau bahwa masyarakatnya memiliki sifat malas dan santai, tapi kenapa kesalahan tersebut terus terulang kembali.

Novi pun menghela nafas, mungkin saja pemikiran saya ini salah. Dan menganggap bahwa dirinya kurang wawasan, " ya sudahlah pemahamanku masih sebutir debu" Novi pun memendam kekecewaan tersebut dan memilih terus mempelajari dan memperdalam ilmu politik, ya memang benar Novi memiliki sedikit kemampuan berpolitik. Novi tau bahwa politik itu merupakan sebuah permainan yang mempermainkan hukum dan kekuasaan.

politik itu tidak bisa disebut baik dan buruk. Mereka biasanya melakukan segala cara untuk kepentingan dirinya sendiri, dan hal tersebut diajarkan. Novi juga kesal dengan masyarakat negara ini, kenapa mereka golput. Ya, Novi tau pemikiran mereka ini, mereka berfikir bahwa setiap presiden itu sama aja.

Mengaggap bahwa tidak akan ada perubahan dalam diri mereka, tapi sepertinya mereka sudah lelah berharap terhadap para pemegang kekuasaan. Karena setiap berganti pemimpin mereka terus saja di khianati, mungkin karena itulah mereka golput." Huhhh politik negara ini bobrok, masyarakat dan para pemegang kekuasaan ini sama saja"

"Amanda, kamu sudah siap untuk mencoblos? Rasanya tegang banget ya."

"Iya, Novi. Aku juga merasa cemas. Banyak yang bilang pemilu kali ini penuh masalah." Amanda merasa bahwa pemilu kali ini benar-benar buruk.

"Bener banget. Aku merasa banyak yang tidak beres. Saksi dan KPPS di sini sepertinya tidak ada koordinasi."

"Serius? Itu mengkhawatirkan. Aku dengar banyak orang yang kesulitan untuk memilih." Amanda masih ragu terhadap calon yang akan ia pilih.

"Iya, terutama para perantau. Kenapa pemerintah tidak memikirkan mereka? Seharusnya mereka tahu karakter masyarakat kita."

Dengan rasa muak Amanda mengutarakan semuanya kepada NoviĀ "Betul. Banyak yang tidak bisa pulang karena alasan yang tidak jelas. Rasanya semua ini bikin frustrasi."

"Aku jadi berpikir, apakah pemimpin kita tidak paham kondisi masyarakat? Kita ini negara dengan banyak masalah sosial."

"Kadang aku merasa masyarakat sudah lelah berharap. Golput jadi pilihan karena mereka merasa semua calon sama saja."

"Iya, itu yang bikin aku kesal. Setiap pemimpin baru, harapan baru, tapi hasilnya tetap sama. Kenapa kesalahan ini terus terulang?" Novi kesal akan janji manis, meskipun begitu Novi memiliki kewajiwan sebagai rakyat untuk memilih calon peminpin masa depan.

"Mungkin karena mereka merasa tidak ada perubahan. Atau mungkin karena pendidikan politik yang kurang."

Novi: "Aku juga merasa begitu. Tapi kita tidak boleh menyerah. Meskipun pemahamanku masih sebutir debu, aku ingin terus belajar."

Amanda: "Setuju! Kita harus berusaha jadi bagian dari perubahan, meskipun kecil."

Novi: "Ayo, kita buktikan bahwa suara kita penting. Kita tidak bisa hanya mengandalkan orang lain."

Amanda: "Semoga saja ada harapan di tengah semua ini. Kita harus tetap optimis!"

Amanda: "Tapi, Novi, kadang aku merasa semua usaha ini sia-sia. Dengan semua kejanggalan dan ketidakadilan yang terjadi, apakah suara kita benar-benar berarti?"

Novi: "Aku paham perasaanmu, Amanda. Terkadang, semua ini memang terasa berat. Namun, jika kita tidak berjuang untuk suara kita, siapa lagi yang akan memperjuangkannya? Kita harus percaya bahwa setiap suara adalah langkah kecil menuju perubahan. Mungkin kita tidak bisa merubah semuanya dalam sekejap, tapi jika kita terus berusaha, mungkin suatu saat nanti, harapan itu akan terwujud."

Dengan semangat yang mulai menyala kembali, mereka melanjutkan pembicaraan, bertekad untuk tidak membiarkan kekecewaan menghalangi langkah mereka dalam memperjuangkan masa depan yang lebih baik.

Novi dan Amanda berdiri di tengah keramaian tempat pemungutan suara, dikelilingi oleh para pemilih yang tampak cemas dan tegang. Meskipun suasana di sekitar mereka penuh dengan harapan, ada nuansa ketidakpastian yang menyelimuti hati mereka. Novi merasakan beban yang berat ketika mengingat semua kejanggalan yang ia amati, sepertinya saksi yang tidak berkoordinasi dan para pemilih yang terpaksa golput karena alasan yang tidak jelas. Amanda, di sampingnya, mengungkapkan kegalauan yang sama, mempertanyakan apakah suara mereka benar-benar berarti dalam sistem yang tampaknya bobrok. Namun, di tengah semua keraguan itu, mereka saling memberi semangat untuk terus berjuang, percaya bahwa setiap suara yang mereka berikan adalah langkah kecil menuju perubahan yang lebih baik, meskipun perjalanan itu tampak panjang dan penuh rintangan.

Setelah mencoblos, Novi dan Amanda melangkah keluar dari TPS dengan perasaan campur aduk, namun ada secercah harapan yang menyala di dalam hati mereka. Mereka saling berjanji untuk terus berjuang dan tidak menyerah meskipun tantangan di depan tampak berat. Dalam perjalanan pulang, mereka berbicara tentang pentingnya pendidikan politik dan kesadaran masyarakat, bertekad untuk menjadi agen perubahan di lingkungan mereka. Meskipun hasil pemilu nanti mungkin tidak sesuai harapan, mereka sepakat bahwa partisipasi mereka adalah langkah awal untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Dengan semangat yang baru, mereka melanjutkan langkah, siap menghadapi segala kemungkinan dan berkomitmen untuk terus belajar dan berkontribusi demi bangsa yang lebih baik.