TIBA SAATNYA KAMI BERDUA menginjakkan kaki di rumah sakit itu. Aku berjalan dengan Nahye di samping ku. Sejak tadi, Nahye terus menyemangati ku agar tak gugup dalam tugas pertama ini. Hm, seperti yang di katakan Nahye kemarin, kami akan melakukan pemeriksaan terhadap seorang wanita korban pelecehan. Saat memasuki ruangan, yang sedikit minim pencahayaan. Aku sedikit terkejut melihat tubuh tak bernyawa berbaring lemas tak berbusana yang hanya ditutupi kain dari ujung kaki hingga dada nya. Tanganku tanpa sengaja mulai bergetar, aku gugup untuk pertama kalinya.
"Selamat datang Dokter. Kau Musa yang di tunjuk untuk membantu rumah sakit ini, kan?" sapa salah satu perawat yang menunggu kami di sana.
"Ya, itu benar. Saya datang bersama asisten saya"
Nahye tersenyum pada perawat itu seperti biasanya.
"Baiklah, kalian boleh langsung melakukan pemeriksaan nya. Setelah selesai tolong berikan data pemeriksaannya padaku. Nama ku, Meera" dia memperkenalkan dirinya dengan sopan. Aku pikir usia nya tidak jauh dari ku dan Nahye. Wajah nya masih terlihat muda.
"Namaku Nahye, senang berkenalan dengan mu. Aku juga seorang perawat"
"Wah, benarkah? saya pikir hanya sebatas asisten saja. Ah, kalau begitu saya permisi dulu, ada banyak yang harus saya kerjakan" dia pamit pergi meninggalkan kami berdua dengan tubuh korban ini.
Aku memfokuskan diri pada tubuh korban itu. Nahye menarik kain yang menutupi tubuhnya, memperlihatkan semuanya. Aku tidak bisa tidak terkejut melihat ini semua. Tak ada satu pun bagian tubuh yang terlepas dari luka serius. Banyak bekas lebam di sekitar tangan dan kaki. Wanita ini pasti sering di pukuli.
"Nahye.. menurut mu apa yang terjadi padanya?" aku sengaja bertanya seperti ini padanya.
"Bukannya sudah jelas? di bagian kakinya banyak bekas cambukan. Dan juga dia area pergelangan tangan nya yang memerah, dia sebelumnya pasti di ikat dengan sangat kencang. Lalu bekas tamparan di wajah nya ini? wanita ini pasti sempat memberontak tapi karena kalah kekuatan, pelaku nya menampar nya. Ini pasti tak hanya sekali, bahkan berkali kali"
Nahye memang sangat teliti jika sudah serius seperti ini. Semua yang dia katakan memang benar.
"Tapi.. wanita ini, pelaku nya bukan satu orang saja" kataku dengan berat hati.
"Aku tahu maksud mu, tidak hanya satu orang saja. Bahkan mungkin lebih dari lima orang.."
Nahye memperhatikan tubuh wanita ini dengan raut wajah miris. Aku berharap pelaku nya segera di temukan dan dihukum mati. Karena korban pembunuhan di kota ini selalu terjadi pada seorang wanita muda dan gadis remaja. Sialan, aku jadi tak tahan dengan semua ini.
"Musa, apa kau ingin melanjutkan nya atau aku saja?" dia menawarkan bantuan, ya dia memang terlalu peka padaku.
"Kau saja, biar aku yang mencatat laporan nya. Terimakasih atas bantuan mu, seharusnya aku yang melakukan nya.."
"Tidak apa-apa. Aku tahu kau belum terbiasa bekerja di bagian yang seperti ini" dia berkata seraya mengusap punggung ku. Aku merasa sedikit tenang mendengar nya.
"Baiklah, aku akan mengawasi mu dari sini. Silakan lakukan.. "
Setelah beberapa jam lewat, aku dan Nahye selesai melakukan pemeriksaan rinci pada korban. Aku juga sudah memberikan semua hasil pemeriksaan yang di butuhkan kepada Meera.
Nahye dan aku berencana mampir ke cafe yang terletak tak jauh dari sebrang rumah sakit. Kafe itu terlihat tua dan sepi, tak banyak pengunjung yang datang.
Tapi itu tak masalah bagi kami, karena aku sangat penasaran dengan kafe itu. Nahye juga tak menolaknya.

Kami tiba di kafe lama itu. Terlihat bartender berumur menyambut kami dengan senyum nya, "Ah, selamat datang Nona-nona tercinta. Aku belum pernah melihat kalian. Apa kalian orang asing?"
Orang asing? Apa maksud dia orang luar atau apa.
"Ya, Tuan. Kami baru di kota ini" Nahye menjawab nya santai. Dia menarik lengan ku duduk di depan meja bartender.
"Jarang sekali ada pengunjung asing di kota ini. Apa yang membuat kalian tertarik menginjakan kaki di sini?" tanya nya ramah, nada suara sangat tenang. Justru itu yang ku takutkan.
"Ya, kami--" aku memotong nya. "Berikan saja kami menu terbaik disini" hampir saja Nahye memberitahu nya.
Aku tidak ingin ada yang tahu tentang identitas kami di kota ini, siapapun itu bisa menjadi ancaman. Nahye juga seperti menyadari kenapa aku menyela nya. Bartender itu segera menyiapkan pesanan kami. Dia menyuguhkan kami dua gelas kopi hangat, aroma kopi nya sangat khas, berbeda dari yang lain. Aku pikir aku menyukai nya.
"Bagaimana pendapatan anda tentang kopi buatan saya?" tanya si bartender, dia seperti nya tahu kalau aku terpesona oleh rasa enak kopi buatan nya.
"Enak sekali, Tuan. Bagaimana cara kau membuat nya? ini kopi terenak yang pernah saya minum, sungguh. Anda yang terbaik"
Aku tercengang mendengar kalimat seperti itu keluar dari mulut Nahye sendiri. Jarang sekali dia antusias seperti ini. Si bartender tertawa kecil, "Nona, tentu saja kopi buatan saya memiliki resep rahasia yang tidak semua orang punya"
"Bolehkah saya tahu apa resep rahasia nya?" aku bertanya padanya, dengan senyum tipis.
"Resep nya rahasia, Nona. Yang boleh tahu hanya aku karena aku pemilik nya, bukan begitu?"
Wajah ku berubah menjadi datar saat mendengar kalimat menyebalkan itu. Aku tahu aku yang salah karena bertanya pertanyaan konyol tapi tetap saja aku tidak bisa terima.
"Musa, sudahlah. Tuan, kami mungkin akan sering datang kemari.. " ucap Nahye pada si bartender itu, membuatnya tersenyum lebar.
"Ya, yah! silakan saja..saya akan menyambut kalian setiap harinya dengan senang hati. Siapa yang tak suka punya pelanggan baik hati dan cantik seperti mu?" dia mulai mengeluarkan kata-kata gombal. Itu menjijikkan menurutku.
20 menit kemudian..
Kami kembali lagi ke rumah sakit. Aku sedang mengecek jadwal kegiatan hari ini sambil berjalan, mengakibatkan diriku tak terlalu fokus pada jalanku.
Bruk!!
Ah, aku menabrak seseorang. Dan..untung saja Nahye menahan ku dari belakang agar tidak terjadi, astaga gadis ini sigap sekali.
"Musa! Kau tak apa?" dia terlihat cemas.
"Nona, lain kali perhatikan jalanmu.."
Aku mendengar suara dingin yang mengandung ancaman itu. Kepalaku terangkat melihat sosok yang ku tabrak tadi. Dia berdiri menatap ku tajam, dari atas. Wajah nya pucat sekali, matanya tanam seperti elang. Aura nya, astagah suasana yang sebelum baik-baik saja, sekarang menjadi mencekam.
"Maaf, maaf kan aku!" dengan spontan aku meminta maaf dan menundukkan wajah ku. Sumpah Demi Neptunus, aku tak berani melihat wajah menakutkan itu.
Dia..
Tubuh ku langsung membeku ketika berada di hadapan nya..
Baru kali ini.. Aku merasa sangat... Ketakutan
Bersambung>>