Selamat membaca!
HUJAN TURUN MALAM INI, walau tak terlalu deras. Suara rintik-rintik hujan memang menenangkan bagiku. Saat ini aku masih berada di kamar Alice sebelum pulang. Aku ingin mengecek keadaan nya sebentar. Setelah lega, aku turun ke lantai bawah menyusul Nahye.
Sebagai hari pertamaku bekerja disini, memang hampir berat, kenapa? salah satu alasan nya ada pada si bocah nakal itu. Dia sangat merepotkan. Mau tak mau aku harus menuruti nya atau kalau tidak, dia akan membuat masalah heboh rumah sakit ini.
"Bocah itu, sekarang dia gimana?"
"Biasalah, merepotkan. Seharian ini aku dibuat repot dengan nya" aku menghela nafas kasar, mengusap rambut ku. Oh ya ampun, udara malam kali ini dingin sekali.
Nahye memegang payung, kami bersama berjalan kaki pulang. Aku memakai sarung tangan agar menjaga suhu badan ku tetap hangat.
"Kau masih bertemu dengan pria yang kau tabrak tadi pagi?"
"Ah ya, aku sempat bicara padanya. Kau tahu dia bilang apa padaku?"
"Dia bilang apa padamu?"
"Masa dia mau mengajak ku kencan?! Gila kan. Mana mau aku"
Nahye tertawa, seakan cerita ku lucu baginya. Aku mengambil payung dari nya, bergantian memegang. Dia menggeleng kepala dan berhenti tertawa.
"Aneh sekali.. "
Kelihatan nya Nahye masih tak percaya pada ucapan ku. Dia saja masih ragu, apalagi aku? seratus persen masih tak tahu arti dari pengakuan Alveus tenang namanya saat di taman siang tadi. Kami melanjutkan berjalan menyusuri gelapnya malam dengan cahaya lampu gang yang minim. Sebenarnya sangat rentan berjalan di tempat sepi seperti gang ini. Yah, kami memilih jalan pintas, melewati gang kecil agar tidak terlalu jauh berjalan.
Kami diam satu sama lain. Kami berjalan menikmati angin malam dan hujan rintik-rintik. Jalanan menjadi becek, membuat sepatu ku tak lagi bersih.
Sesaat kemudian..
Perasaan aneh mulai menggerogoti tubuh ku.
Aku mendengar suara samar-samar seseorang tak jauh dari tempat kami berada. Kurasa ada di sebrang gang depan. Aku menambah kecepatan langkah ku, meninggalkan Nahye tak jauh di belakang. Aku sampai di depan gang, menengok ke sekeliling. Nihil, tak ada orang satupun. Tapi aku yakin, mendengar suara dari sini.
Nahye menyusul ku dari belakang. Dia terlihat bingung melirik ku, "kau mencari siapa?"
"Aku tadi mendengar suara samar-samar seseorang.. "
"Tolong... "
"Tolong saya... "
Deg!
Aku dan Nahye sama-sama membatu, kami mendengar suara itu, sangat jelas. Kami bertatapan satu sama lain, tak berani bersuara. Yang terpenting saat ini adalah mendekati sumber suara secara diam-diam untuk berjaga-jaga.
Nahye berjalan duluan, sementara aku mengikuti nya dari belakang. Kami tepat di tepi gang. Yah, ketemu! Ada bayangan seseorang duduk bersandar pada dinding gang, meminta tolong. Karena hanya ada kami disana, Nahye langsung berlari ke arah orang itu tanpa aba-aba.
"Tuan.. apa kau baik-baik saja?!"
Nahye terduduk untuk membantu orang itu. Aku menyusul nya dari belakang, melihat sebuah pisau menancap di area perut pria itu.
"Tolong saya..ini sangat menyakitkan!" dia sekarat, bibirnya berdarah. Karasa tak lama dia akan mati.
Nahye mengarahkan tangan nya ke arah pisau yang menancap di tubuh nya, berniat untuk menarik nya.
"Argghhh!! CEPAT tolong... Aku tak sanggup lagi... "
Tak punya banyak pilihan. Akhirnya Nahye menarin paksa pisau itu dari perut nya. Pria itu berteriak histeris kesakitan. Aku segera membalut perut nya dengan perban agar darah nya berhenti mengalir.
"sialan..rasanya seperti mau mati!"
Kau memang di ujung tanduk tadi..
Rasa sakitnya seperti nya berkurang, mendengar nya berhenti berteriak. Dia mulai bernafas teratur, tak seperti sebelumnya. Untung saja kami ada di sana dan memberikan pertolongan.
"Apa yang sebenarnya terjadi pada mu, Tuan. Kenapa anda bisa tertikam begini?! siapa yang menyerang anda. Biar saya melaporkan penyerangan ini pada pihak polisi!"
Aku hanya diam memperhatikan Nahye yang menginterogasi pria ini. Usia pria ini bisa terbilang tua, pantas saja dia tak bisa melawan saat di serang.
"Kau tahu alasan orang yang menyerang mu melakukan ini?"
"Sebenarnya aku terjebak hutang. Mereka semua seorang rentenir yang menagih hutang ku. Tapi saat ini aku belum memiliki uang yang cukup. Aku sudah bilang pada mereka kalau aku akan membayar hutang ku nanti. Mereka tak terima dan mengobrak-abrik toko ku. Lalu, mereka menusuk ku dan mengancam ku. Kalau aku tak bayar bulan depan, aku akan di bunuh"
Aku menyimak dengan baik pengakuan si kakek. Aku kasihan padanya, dia tinggal sendirian, tak ada saudara ataupun teman. Dia pasti kesulitan bekerja sendiri mencari uang.
Aku mengeluarkan sedikit uang ku untuk di berikan pada si kakek. Namun, dia menolak nya.
"Sudahlah, tak perlu repot-repot memberiku uang. Lebih baik simpan untuk dirimu sendiri, sayang"
"Tidak, ambil saja. Uang ku masih banyak di rumah. Aku akan kembali lagi. Jadi saat aku kembali, bawa aku ke rentenir yang menagihmu. Aku akan melunasi semua hutangmu" jelas ku padanya. Saat ini yang lebih penting adalah si kakek ini. Dan demi tak ada korban lagi di kota ini.
"Benarkah? baiklah jika kau memaksa. Kapan kau akan kembali?"
"Mungkin dua minggu lagi. Kau tenang saja, jangan khawatir"
Nahye membantu si kakek berdiri dan kami berdua menuntun nya berjalan, mengantarkan nya ke rumah. Kami pun sampai di depan rumah kecil nya yang sederhana. Benar saja dugaan ku, dia tinggal sendiri. Tapi kurasa tidak setelah melihat seekor anjing kecil yang lucu keluar menyambut si kakek.
"Moli, kau pasti menunggu ku pulang. Maafkan aku karena pulang larut malam" ujar si kakek seraya menggendong anjing kecil lucu itu.
"Kalian tidak mau singgah dulu? ini juga sudah larut malam. Kalian tidak mau menginap saja di rumah ku?" si kakek menawarkan dengan senang hati.
Nahye mengambil anjing kecil dari pelukan si kakek dan mencoba menggendongnya.
"Ya ampun, dia lucu sekali. Seperti bayi kecil.. " ucap Nahye gemas, mengelus kepala Moli.
"Aku menemukan nya di bawah tong sampah. Jadi aku memungutnya karena dia lucu.. "
- bersambung