Chereads / LOCO! / Chapter 10 - Chapter 7 : KEANEHAN GILA LAGI

Chapter 10 - Chapter 7 : KEANEHAN GILA LAGI

MALAM NYA, kami berniat mampir ke toko si kakek yang kemarin. Mengingat janjiku padanya untuk melunasi hutangnya pada para rentenir. Tak lupa aku membawa cukup uang sesuai nominal yang di butuhkan si kakek. Cukup menguras setengah dari uang simpananku. Ya. aku masih punya banyak uang. Tak akan habis kalau cuman dipakai bayar utang si kakek yang gak sebanding sama nyawanya.

Kami sampai di toko kecil si kakek. Terlihat sepi, hanya beberapa orang di sana, bisa di hitung tangan. Kami berdua masuk ke dalam toko kecil itu di suguhkan dengan barang-barang antik lama. Si kakek menyambut kami ramah. Dia menyuguhkan kami dua cangkir teh hangat.

"Maaf kalau aku hanya bisa menyuguhkan kalian teh saja" dia berkata , menaruh dua cangkir teh itu di meja yang kami duduki.

"Tak perlu memikirkan kami. Dimana para rentenir itu?"

"Bukankah terlalu buru-buru? duduk dan minumlah dulu teh nya selagi hangat" suruh si kakek. Aku bingung, kenapa sikanya santai sekali?

Aku dan Nahye menuruti si kakek tanpa bertanya. Kurasa tidak ada salah nya duduk dan minum dulu.

"Kapan mereka akan datang?" Nahye bertanya lagi, dia sangat tak sabaran.

"Sebentar lagi.. "

Nahye menyeruput tehnya. Ekspresi wajahnya kali ini juga santai, teh nya enak ngomong-ngomong. Seolah kami kemari hanya untuk silaturahmi. Mungkin cuman aku saja yang aneh karena merasa was-was dan khawatir? padahal aku sendiri yang memutuskan- menyuruh si kakek mempertemukan kami dengan para rentenir. Aku menyeruput lagi tehku. Memandangi sekeliling toko ini. Rasanya seperti deja vu di film-film lama. Aku jadi ingin memiliki salah satu barang antik dari sini.

Brak?!

Pintu tiba-tiba di dobrak dari luar. Kami semua tersentak tapi si kakek terlihat biasa saja. Masuk empat orang bersenjata. Mereka semua bertubuh besar dan kekar. Kami di kepung, pintu masuk pun di kunci sehingga tak ada orang yang berani menganggu. Aku menelan air ludahku susah payah dan mendekat pada Nahye.

"Kakek tua! tumben sekali kau siap sedia setelah yang kemarin? biasanya kau terus memberontak, hm. Kau takut?" kata salah satu dari mereka berbicara.

"Tentu saja dia takut, dia kan tak bisa melakukan apapun.. karena usia nya yang berumur.. " ejek dari mereka yang lain.

"Aku hanya lelah, kalian terus saja memalakku. Memang tak tahu malu ya.."

Wow, kakek ini berani juga. Aku pikir dia akan ketakutan. Pasti mantan petinju...

Masih bisanya aku becanda dalam keadaan kayak gini..

"Bicaramu pandai sekali, dasar tua bangka!. Cepat berikan uang kami.. "

Nahye perlahan menjauh dari jangkauanku, mendekati mereka dengan tas yang berisi uang. Ia melempar tas itu ke wajahnya.

"Ambil dan pergi dari sini. Jangan pernah kembali lagi!"

Salah satu rentenir mengambil dan mengecek isinya. Matanya agak melebar karena tau uang yang mereka dapat kan lebih daripada yang seharusnya.

"Ya ampun, kau kaya juga Nona" ucap nya main-main. Sorot matanya itu sangat meremehkan.

"Kau juga cantik.. " tangan kotor si rentenir itu mengarah pada wajah Nahye.

Aku menyaksikan nya, tak mungkin aku diam saja melihat tangan kotor itu menyentuh wajah sahabat ku.

Srett!

Aku menahan tangannya, dia terkejut, "kurasa memiliki dua tangan terlalu banyak untuk mu, Tuan.. "

"Argh! Lepas sialan!"

Si rentenir meringis kesakitan karena cengkraman ku terlalu kuat di tangan nya. Aku bahkan bisa mematahkan tukang nya kapan saja kalau aku mau. Tapi Nahye mencegah ku, dia menarik tanganku menjauh.

"Musa.. "

Tidak, tapi kali ini mereka sungguh keterlaluan. Menghina orang tua seenaknya, aku paling tidak bisa mendengar omongan kotor yang mengacu pada si kakek, bahkan sahabatku sendiri.

Aku mengepal telapak tangan ku kuat, memandang si rentenir satu persatu dengan ekspresi datar. Membuat dinding pertahanan para rentenir rontok perlahan.

"Musa! dengar aku. Lihat aku. " Nahye menarik wajah ku agar melihat nya.

"Apa?"

"Kau membuat mereka takut, lho!"

"Terus?"

"Jangan menaruh perhatian pada mereka, biarkan saja. Yang penting mereka tak berani lagi kemari"

Para rentenir terdiam tak berani mengeluarkan sepatah kata pun. Nahye menatap si kakek. Dari tadi dia diam. Oh ayolah, tidak mungkin dia begitu santai dalam keadaan begini.

Clikk!!!

Aku mendengar suara pistol saat lagi melirik si kakek. Si rentenir memasukan peluru ke dalam pistol nya dan menodongkan nya ke arah ku dan menyeringai. Yang lain pun ikut mengarahkan pistol nya padaku.

Mereka ingin bermain tembak-tembakan rupanya. Segitunya gak suka dengan ku?

"Nona, kau banyak bicara. Bagaimana kalau sekarang adalah hari terakhirmu untuk bicara?"

Dasar menyebalkan

Sedetik kemudian, suara tawa sangat keras memecah ruangan. Sumber suara berasal dari si kakek rupanya. Entah ada gerangan apa, dia tertawa terbahak-bahak. Apa yang lucu disini? ..

Aku mulai merasa bukan si kakek yang terjebak oleh hutang. Tapi justru kami yang tertipu. Aku dan Nahye saling memandang. Mungkin ini adalah akhir hayat kami...

"Kalian berdua, aku tahu kalian menyadari semua sedari tadi. Terutama kau, yang berambut pirang.. "

Oh, jadi Nahye sudah menyadarinya? pantas saja sikap nya tenang. Aku harap dia punya rencana agar kami bisa keluar dari sini tanpa kehilangan satupun anggota tubuh atau lebih tepatnya terluka.

Si kakek berjalan memutari ku. Kakek-kakek ini ternyata licik juga, aku jadi kagum padanya. Kami hampir saja tertipu karena belas kasihan.

"Semua ini pasti di luar dugaan kalian, kan? huh, aku suka ekspresi kage mu itu, Nona.. " si kakek berhenti di depan ku.

"Kau baik sekali sampai memberikan uang yang cukup banyak padaku hanya karena tidak ingin ada lagi kejahatan seperti ini? kau salah..ya ampun, lucunya.. " dia tertawa lagi.

Dari sini kita belajar, jangan percaya sama siapun bahkan dengan orang berumur..

"Aku apresiasi kecerdikanmu di sini, kakek tua. Siapa yang tidak terkejut tertipu olehmu? Siapa sangka kan.. "

Otak ku terus berputar mencari jalan keluar agar terbebas dari kepungan mafia abal-abal ini. Ternyata orang berumur juga bisa jadi pelopor kejahatan. Keadaan saat ini sangat mendesak, aku melirik Nahye yang berada di belakangku. Dia mengangguk seolah berkata semua akan baik-baik saja. Ya ampun, kami tidak bisa terus-terusan berdiri diam saja atau mereka akan melepaskan peluru dari pistol nya ke arah kami.

"Kantong yang ku berikan itu. Asli atau bukan? coba kau cek dulu" ujar Nahye dari belakangku.

Salah seorang dari mereka pun segera mengecek tas berisi uang yang diberikan oleh Nahye.

"Uangnya palsu, Bos!"

Si kakek mendelik dia mulai merasa geli lagi. Tak menyangka, gadis berambut pirang ini pintar juga.

Beneran dong..

Nahye emang gak ada duanya..

"Dan kalian tau apa? polisi ada si depan gang tidak jauh dari sini. Kalian tak akan sempat menembak"

"Mana mungkin.. "

"Mungkin dong, coba aja dulu. Tembak kami dan lihat apakah kaki mu baik-baik saja setelah nya?"

Dor!

Dor!

Dor!

Seseorang sengaja menembak meleset ke arahku. Reaksi apa lagi yang ku tunjukan selain membeku selayaknya patung. Siapa yang kuat di tantang seperti ini. Untung saja aku tidak bergerak, atau kalau tidak nyawaku yang akan bergerak keluar dari raga ku.

Peluru itu bukan dari pistol para rentenir tapi dari arah lain. Dari samping tepatnya.

"Si-siapa itu?!!" ujar salah satu anak buah si kakek ketakutan.

Seseorang berjubah hitam dan topeng aneh di wajah nya masuk ke dalam toko. Pistol yang semula di arahkan ke diriku kini beralih ke pria berjubah itu.

"Siapa kau?! jangan mendekat atau kami akan menembak mu!!" seru salah yang lain nya dari para pemungut cukai itu.

Pria itu menghiraukan ancaman mereka semua dan terus melangkah maju. Kurasa dia mendekati ku.

"HEi! berhenti atau kau ku tembak!!" satu dari para rentenir bersiap menembaknya dari belakang.

Pria berjubah itu menoleh menghadap orang yang mengancam nya barusan. Ia tersenyum di balik topeng nya dan berlahan membukanya.

Mata si rentenir membelalak terkejut melihat wajah di balik topeng aneh itu. Dia kemudian melangkah mundur seperti tikus yang ketakutan bertemu dengan singa.

"Hmm, masih berani menembak ku..?"

"Ka-kau!-ba-bagaimana b-bisa?!"

Aku ingin melihat juga seperti apa rupa wajah nya tapi dia tak berpaling padaku. Ternyata si kakek ikut terkejut. Ia memakai lagi topengnya dan menoleh ke arahku. Kenapa banyak sekali yang mengancam nyawaku malam ini.

Habislah aku..

Bersambung-