Baru kali ini... Aku merasa
Sangat ketakutan.
NAHYE MEMBANTU KU BERDIRI. Tiba-tiba kaki ku rasanya mati rasa. Perasaan macam apa ini, apa ini yang namanya ketakutan? tapi aku rasa ini terlalu berlebihan. Pria itu terus memandang ku, tatapan nya tak lepas dari ku hingga sampai-ekspresi wajah nya berubah, dia tersenyum, "maafkan saya.." nada bicaranya terlihat tidak ikhlas.
"Tidak masalah, saya yang salah karena menabrak anda duluan" jawab ku tidak enak padanya.
"Benarkah? baiklah kalau begitu. Saya sangat buru-buru hari ini. Sampai jumpa.. " dia perlahan mendekati ku-
"Jangan sampai ..
kita bertemu lagi, ya Nona.. " bisiknya pelan padaku, tepat di sebelah telinga ku.
Aku bisa mendengar nya dengan jelas. Lalu dia pergi melewati ku dan Nahye, wajah tanpa ekspresi nya yang semula menghilang kembali lagi. Nahye melirik punggung nya yang semakin lama semakin menghilang di tengah jalanan.
"Dia bilang apa padamu?" tanya nya serius.
"Bukan apapun, sebaiknya kita cepat kembali ke rumah sakit" aku berusaha mengalihkan topik agar Nahye tak banyak bertanam lagi.
Aku juga tak mau membahas pria misterius itu lagi. Tampang nya sungguh menakutkan, ku harap aku tak akan pernah bertatapan muka dengan nya lagi, sungguh!
"Kau yakin dia tak bilang apapun padamu? aku meragukanmu sekarang" dia menatap ku dengan pandangan kecurigaan lagi. Entahlah, dia ini khawatir atau bagaimana?
"Sudahlah, Nahye. Jangan membahas nya lagi. Dia hanya orang asing" jawab ku asal, apapun yang penting aku benar-benar tidak ingin membahasnya.
-
Meera berjalan menuju ke arah kami, saat kami baru saja masuk. Dia meminta ku untuk memeriksa keadaan dua pasien yang baru saja mendapat kecelakaan. Kabarnya korban nya adalah dua orang remaja yang balap liar di jalanan, memang cari mati banget sih. Mereka di tempatkan di ruangan VIP, mengesankan. Salah satu dari dua orang itu adalah seorang gadis. Hebat sekali, jaman sekarang para gadis juga bisa mengikuti balap liar. Di bonceng sepupu laki-laki mu saja sudah seperti menantang maut.
"Ya ampun, dokter... Kau lama sekali!" eluh orang itu kesakitan.
Orang ini, masih untung aku datang- bantinku merasa kesal. Aku menghampiri nya di ranjang mengecek luka nya. Dua orang suster masuk, membawa peralatan semacam perban dan lain-lain. Aku membantu pria ini untuk duduk, karena aku harus memberi perban pada kepalanya yang terluka. Dia terus merengek kesakitan seperti anak kecil. Umur nya tak sama dengan kelakuan nya.
"Diamlah, kalau kau banyak bergerak. Rasa sakitnya akan semakin terasa.." ucap ku memperingat kan, tapi dia terus saja bergerak, membuat ku sedikit terbawa suasana.
"Tuan, tolong dengarkan kata dokter. Anda dilarang banyak bergerak"
"Tapi rasanya sakit sekali, bagaimana bisa aku tak bergerak?! coba kalian berdua berada di posisiku, dan rasakan rasa sakit nya" dia membela dirinya tak mau kalah.
"Ini juga salah mu karena ngebut di lalu lintas, seharusnya itu dilarang, kan?! kenapa kau masih saja melanggar" ucap ku kesal. Aku menekan kapas berisi alkohol ke luka nya dengan sengaja agar mulut cerewet nya itu diam.
"AW!!! sakit, sialan. Kau ini dokter macam apa? tidak bisa lembut sedikit?!" protes nya tak karuan menahan rasa sakit.
Aku tersenyum puas melihat reaksi nya. Ya, memang itu yang aku inginkan. Pasien banyak omong seperti ini, aku sudah biasa menangani nya.
"Hey, kalau kau mau cepat sembuh. Diam dan tutup mulut kotor mu itu. Atau kalau tidak, aku akan pakai cara kasar, kau mau?" kata ku, terukir seringai licik di sudut bibir ku. Dia melihat ku dengan tatapan ngeri. Sedangkan suster di sebelah nya berusaha mati-matian menahan tawa.
"K-Kalau tidak, apa? kau sedang berusaha mengancam ku, saat ini?!" nada suara nya terbata-bata.
"Kalau tidak? hm, menurut mu apa yang akan terjadi jika kau tidak menuruti ku?" aku menatap nya tajam, senyum licik mengerikan terukir di sudut bibir ku. Aku mengambil jarum suntik dari suster dan berjalan ke arah nya, "aku terpaksa harus menyuntik mu, sayang" aku menyeringai.
Dia menelan ludah susah payah memandang jarum suntik yang mengerikan di tangan ku. Sudah kuduga, laki-laki remaja seperti dia akan takut dengan jarum suntik, apapun yang terjadi.
"Ja-jarum.. sun..tik?! tidak!, aku tidak mau di suntik!" dia gemetar ketakutan memohon-mohon padaku untuk jangan melakukan nya. Apa dayaku? aku sudah terlanjur kesal atas sikap nya.
"Tolong, tolong suster, hentikan dokter gila ini. Aku tidak ingin disuntik!"
Apa?! dia bahkan menyebut ku gila. Seriously? ..
Suster hanya mengamati interaksi kami berdua yang menurut nya lucu. Aku semakin dibuat kesal dengan sikap nya yang bertambah lama bertambah kurang ajar.
"Hey, apa kau akan diam saja disana?! hentikan dokter gila ini!" dia berniat ingin bangun dari kasur, tapi tak bisa karena tubuh nya terlalu lemah.
"Akh!! ya ampun! tubuh ku sakit sekali" erang-nya frustasi. Sementara aku terus mendekati nya, jarum suntik masih ada di tangan ku.
"Kau pikir suster akan mendengar mu, bocah? dia ada di pihak ku. Dia tak akan berani menghentikan ku, lihat saja.. "
Ah, ya ampun, kalau di lihat-lihat bocah ini lucu juga.
Aku jadi semakin ingin...
Mengerjai nya..
"Baiklah, baiklah..aku akan menuruti semua keinginan mu, dokter. Tapi tolong, jangan suntik aku!" dia akhirnya memohon dengan tangan terkatup di dada. Matanya setengah sembab, dia ingin sekali menangis saat ini. Sebegitu nya?
Aku menghela nafas kasar. Kalau memohon begini, aku jadi tak tega. Apalagi dia masih muda, aku berusaha memaklumi sikap nya.
"Hah, dasar bocah!. Permohonan mu di terima" aku menaruh kembali jarum suntik ke nampan yang di pegang suster.
Semuanya pun selesai, dia benar-benar diam setelah nya dan membiarkan diriku melakukan pekerjaan. Aku berbalik pada suster, bertanya pasien kedua berada di ruangan berapa. Tapi bocah ini menyela ku, lagi sebelum aku selesai berbicara.
"Bisakah aku ikut? yang sedang kau bicarakan itu adikku, dia juga jadi korban gara-gara kecelakaan itu"
Kalau di pikir-pikir aku belum tahu nama nya..
"Siapa namamu?" tanyaku. Dia mendongak menjawab, "Lucas.. "
"Lucas?.. " aku tanpa sengaja mengulang namanya.
"Kau tidak bisa ikut, soalnya kondisi mu masih lemah. Lebih baik istirahat saja. Jangan merepotkan diriku lagi.. "
Suster terkekeh, "Mari dokter, saya antarkan.."
Saat aku hendak keluar dari kamar, dia memanggil ku lagi. Nada suara nya terlihat putus asa, dia sangat ingin ikut dengan ku.
"Kumohon, dokter. Kau kan orang yang sangat baik hati dan ramah.. "
aduh ya ampun, omong kosong apa yang dia katakan?
"Aku akan ikut bersama kalian dengan kursi roda. Aku janji tidak akan merepotkan mu lagi.. "
Yah... Aku tidak... percaya itu.
Bersambung>>