Chereads / Sam Fighter / Chapter 2 - Another Self

Chapter 2 - Another Self

Introduction arc

Matahari bersinar terang. Cahayanya menembus sela - sela tirai biru yang menutupi jendela tembus pandang.

Di sebelah tirai itu, seorang remaja sedang berbaring di tempat tidur yang empuk. Tubuhnya berselimut kain warna biru, serasi dengan warna tirai.

Remaja itu membuka kedua matanya, lantas duduk di atas tempat tidur. Bola matanya yang berwarna biru bergerak mengamati sekitar.

Dia mengacak - acak rambutnya yang berwarna merah kecoklatan itu dengan tangan kanannya, membuat rambut yang awalnya berantakan, bertambah berantakan.

"Selamat pagi, Kak Zam," katanya pada diri sendiri.

Remaja itu beranjak dari tempat tidur. Dia berjalan ke kamar mandi yang letaknya di sebelah ruangan tempatnya tidur.

Namanya adalah Sam. Terbangunnya Sam pada pagi ini menandakan dimulainya perjalanan hidupnya.

Pada jam 7 pagi, dia harus berangkat ke sekolah. Sebelum itu, dia harus berganti pakaian menjadi seragam sekolah dan sarapan pagi.

Rumahnya Sam selalu sepi. Itu karena kedua orang tuanya sudah meninggal saat Sam masih berumur 7 tahun, 10 tahun yang lalu.

Meski begitu, Sam harus melakukan hal yang biasa dilakukan oleh remaja seusianya, tak lain adalah bersekolah. Diapun memutuskan untuk tinggal sendirian di rumah ini, yang dulunya adalah rumah orang tuanya.

Soal biaya, dia tidak perlu khawatir. Sebulan sekali, neneknya yang tinggal di kota lain mengirimkan uang kepadanya. Dengan uang itulah, Sam bisa bertahan hidup.

Sesampainya di sekolah, Sam berjalan menuju ke kelasnya. Di tengah jalan, dia dihadang oleh Ledd dan gerombolannya. Mereka suka membully Sam tanpa alasan yang jelas.

"Biasalah, setoran," pinta Ledd sambil mengulurkan tangannya.

"Maaf. Tapi aku tidak bawa uang sekarang," jawab Sam.

"Alasan saja," kata salah satu anak di gerombolan itu.

"Geledah dia! Siapa tahu dia menyembunyikan sesuatu!" perintah Ledd.

Gerombolan itu menuruti perkataannya. Mereka mendorong tubuhnya Sam hingga dia terjatuh dan punggungnya terluka.

Salah satu dari gerombolan itu merampas ransel yang dipakai Sam. Sam tidak bisa melawan mereka, karena dia dalam posisi 1 lawan 7.

Dua menit kemudian, Ledd melemparkan kembali ransel itu hingga mengenai wajahnya Sam. Ransel yang dikembalikan tidak dalam keadaan yang sama seperti sebelum dirampas, bahkan lebih buruk.

Ransel itu terbuka dan isi dalamnya berantakan. Salah satu buku tulis terbagi menjadi 2 yang masing - masingnya terselip di antara barang - barang di dalam ransel itu.

Sam belum bisa berdiri, karena Ledd dan gerombolannya belum selesai. Tampak bahwa Ledd sedang memegang sebuah foto keluarga di tangan kanannya.

"Kembalikan ... foto itu," Sam bergumam.

"Tidak akan!" balas Ledd.

Ledd tersenyum sinis. Matanya memperhatikan setiap sudut dari foto itu. Gerombolannya berdiri mengelilinginya untuk melihat foto itu juga. Itu adalah sebuah foto keluarga yang harmonis. Setiap anggotanya sedang tersenyum ke arah kamera.

Seorang laki - laki yang merupakan ayah di keluarga itu berdiri sambil merangkul seorang perempuan yang menjadi ibu di keluarga itu. Di depan mereka berdua, berdiri 2 orang anak laki - laki kembar. Mereka menunjukkan pose "damai."

"Aku akan mengambil ini sebagai ganti setoran kita," kata Ledd sambil membalikkan badan.

Gerombolannya mengikuti apa yang dilakukan Ledd. Mereka berjalan menjauhi Sam dengan sesekali terdengar suara tawa dari gerombolan itu.

Sam memukulkan tangan kanannya ke lantai. Rasa sakit itu tidak ada apa - apanya dibandingkan sakit hati akibat pembullyan yang baru saja dia alami.

Sam mencoba untuk berdiri saat seorang remaja laki - laki berjalan mendekatinya. Dia adalah Ben, sahabat Sam dan satu - satunya anak laki di kelas yang tidak membullynya.

"Kau baik - baik saja?" tanya Ben saat jaraknya hampir dekat dengan Sam.

Sam menjawab pertanyaan itu dengan menganggukkan kepala.

"Kau dibully Ledd lagi? Kenapa kau tidak melawannya?" Ben balas bertanya.

"Tidak. Biarkan mereka senang," jawab Sam sambil menghela nafas.

"Kau ini. Kalau begini terus, mereka tidak akan berhenti membullymu," Ben memberinya nasihat.

"Aku tahu," kata Sam dalam hati saat dia berjalan terseok - seok menjauhi Ben.

Ben mengepalkan tangannya di samping badan. Dia sudah geram dengan yang namanya pembullyan dan semacamnya. Apalagi, cara membully Ledd sudah keterlaluan.

Pada awalnya, dia hanya suka meminta contekan tugas ke Sam saja. Lama kelamaan, dia merasa kalau Sam mudah untuk dimanfaatkan. Karena itulah, pembullyan yang bahkan tidak bisa dihentikan oleh guru itu terjadi.

***

Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Di setiap kelas, murid - murid sedang berkemas untuk pulang, tak terkecuali Sam.

Sebelum pulang, salah satu gerombolannya Ledd mendekati Sam dan membisikkan sesuatu ke telinganya.

"Kau ingin fotomu kembali, kan? Kalau begitu, datanglah ke bawah jembatan jam 3 sore nanti," bisiknya.

Ben yang duduk di bangku di belakangnya Sam menyipitkan matanya, berusaha mendengar hal yang dibisikkan kepada Sam, walau dia tahu kalau usahanya percuma saja.

"Pasti akan terjadi sesuatu nanti," pikir Ben.

***

Pada jam 3 sore, sesuai janjinya, Sam datang seorang diri ke jembatan yang dimaksud. Tampak darinya bahwa di kolong jembatan itu, Ledd dan 2 orang dari gerombolannya yang paling setia sedang berjongkok di sana.

Sam memberanikan diri untuk mendekati 3 orang yang paling ditakuti di sekolahnya itu. Dipikirannya hanya ada 1 hal, yaitu untuk mengambil foto miliknya kembali.

Yang rambutnya gondrong dan disemir warna oranye di tengahnya bernama Ren. Dia masih memakai seragam sekolahnya.

Yang kepalanya botak, memakai kaos putih, dan celana pendek di badannya bernama Rick. Sebuah tato aneh terpampang di pipinya. Dialah yang terpendek di antara ketiga remaja itu.

Sementara itu, Ledd adalah yang paling tinggi di antara ketiganya. Rambutnya hitam dan wajahnya bersih dari jerawat. Dia memakai sebuah kemeja berwarna biru gelap.

Bola matanya yang juga berwarna hitam menyipit, memperhatikan Sam yang berjalan mendekatinya.

"Kau datang juga, Sam," sapa Ledd.

"Kembalikan foto itu," balas Sam dengan ketus.

Ledd mengangguk kepada Ren. Sontak, dia mengeluarkan sebuah foto yang bagian depannya kotor oleh debu dari saku celananya. Foto itu dia tunjukkan kepada Sam.

Melihatnya, Sam berlari menuju Ren. Tangan kanannya mengulur ke depan. Di pandangannya, ketiga remaja itu seolah menghilang, hanya menyisakan dirinya dan foto itu.

Bum ... Ledd melepaskan tendangan dengan lutut kepada perutnya Sam. Tendangan itu begitu kuat hingga membuat Sam tersungkur ke belakang.

"Tidak semudah itu!" Ledd berseru.

"Kau harus memberi setoran dulu, sebelum kami mengembalikan foto itu," sambung Ren.

Sam menahan rasa sakit itu dengan memegang perutnya dengan tangan kanan. Pandangannya tetap tertuju pada foto saat dia berkata, "Sudah kubilang ... aku tidak punya ... uang."

Saat kata - kata uang terucap dari mulutnya, Ledd menampar pipinya Sam dengan kuat hingga terdengar suara tepukan. "Aku tidak mau tahu! Pokoknya setoran dulu!" Ledd mengejek dengan suara kencang.

***

Tanpa keempat orang itu sadari, seorang remaja berambut coklat sedang mengawasi mereka dari atas jembatan. Dia memakai kemeja oranye dengan kaos hitam di balik kemeja itu.

Kakinya yang ditutupi oleh celana panjang yang juga berwarna hitam, dan sepatu olahraga putih dengan garis - garis hitam di sampingnya

mulai melangkah.

Orang itu adalah Ben. Namun, seseorang tiba - tiba menghentikan langkahnya. Ben menoleh ke belakang untuk melihat, siapa yang ingin menghentikannya untuk menolong Sam.

Itu adalah seorang laki - laki dewasa yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Badannya kurus, sementara wajahnya tertutup oleh bayangan topi fedora yang dia pakai di kepala. Pakaiannya adalah sebuah set kemeja hitam lengkap dengan dasinya.

"Kau tidak perlu menolongnya," kata laki - laki itu.

"Apa? Dia adalah temanku. Sudah sepantasnya bagiku untuk menolongnya. Terlebih lagi, siapa kau?" protes Ben.

Laki - laki itu menggerakkan tangan kanannya ke atas dan memegang ujung atas dari fedora yang dia pakai. Mungkin dia sedang tersenyum, entahlah.

"Ben Riser, aku ingin menunjukkan padamu, kalau temanmu yang bernama Sam Fighter itu sedang menyembunyikan sesuatu darimu," balas laki - laki itu.

Ben menepis tangan kiri laki - laki yang memegang pundaknya seraya berkata, "Bagaimana mungkin aku mempercayai orang aneh sepertimu. Dan kenapa kau tahu namaku?"

Laki - laki dewasa itu berjalan ke sampingnya untuk mengamati pertengkaran di bawah jembatan dengan lebih jelas. "Lihatlah," katanya sambil menuding salah satu remaja di sana dengan tangan kanan.

Di bawah jembatan, Rick sudah berlari ke arah Sam. Dia memukul Sam yang sudah tidak berdaya dengan 2 tangannya sekaligus. Sam terpental begitu pukulan itu mengenainya.

"Pukulan itu ... walau aku sudah sering dipukuli, tapi pukulan barusan rasanya tidak seperti pukulan biasa. Jangan - jangan, kekuatan?" kata Sam di dalam hati.

"Di belakangmu," Rick sudah berada di belakangnya Sam. Diapun melepaskan tendangan ke arah punggungnya. Sam sempat menyampingkan badannya sedikit, membuat tendangan itu malah mengenai bahunya.

Sam terpental dan menabrak tembok di kolong jembatan. Rick, Ren, dan Ledd tertawa secara bersamaan.

"Apa yang sebaiknya kulakukan, Kak Zam?" tanya Sam pada dirinya sendiri.

Sementara itu, di atas jembatan, laki - laki dewasa itu tertarik dengan kebiasaan Sam yang suka berbicara dengan dirinya sendiri.

"Apa kau tahu, Ben?" tanyanya.

Ben menganggukkan kepalanya dan menjawab, "Di saat tertentu, Sam suka berbicara sendiri. Dia menggumamkan hal aneh."

Laki - laki dewasa itu menekan bagian atas fedoranya dengan telapak tangan seraya berkata, "Dia tidak berbicara sendiri, tapi berbicara dengan kepribadian lainnya."

***

Di bawah jembatan, Rick telah melompat tinggi. Tangan kanannya mengepal, siap untuk memukul. Dia menyerukan kata - kata, "Hiattt!" saat melompat.

Sam terdiam sambil berpikir kalau tidak ada yang mengamati pertengkaran ini. Dia ikut mengepalkan tangan kanannya, bermaksud membalas pukulan itu dengan pukulan.

"Light Blade!" Sam berseru. Lantas, dari tangannya yang mengepal itu muncul sebuah pedang putih nan menyilaukan. Sam mengayunkan pedang itu untuk menangkis pukulannya Rick.

"Itu ...."

"Kekuatan!" di atas jembatan, Ben berseru terkejut.

"Benar. Sam adalah pemilik kekuatan. Sama sepertiku dan sepertimu. Kekuatannya Sam adalah elemen cahaya," laki - laki dewasa itu mengangguk.

Ledd, Rick, dan Ren menjaga jarak dari Sam. Pedang itu tampak berat, meskipun Sam bisa mengayunkannya dengan ringan.

"Kau yang bertanggung jawab, Kak Zam," Sam berbisik.

Kemudian, Sam berlari ke depan seraya mengayunkan pedang itu. Rick melangkahkan satu kaki ke depan dan menangkis ayunan pedang dengan kedua telapak tangannya.

Ayunan pedangnya Sam menggores telapak tangan Rick. Diapun melompat menjauh ke belakang. Rick menatap kedua telapak tangannya dengan tatapan tak percaya.

"Pedang itu lebih kuat dari tanganku," pikir Rick.

"Kau juga, Ren," perintah Ledd kemudian.

Ren mengangguk. Dalam sekejap, dia sudah berada di depannya Sam. Tangan kanannya memegang sebuah pedang yang serupa dengan miliknya Sam. Dia mengayunkan pedang itu sambil berkata, "Tornado Bash!"

Cting ... Sam ikut mengayunkan pedangnya, membuat kedua pedang saling bertemu. Angin yang kencang bertiup dari tempat mereka berpijak.

Pusaran angin mengelilingi pedangnya Ren, membuat Ren jadi bersemangat untuk menyerang. Sementara itu, Sam mati - matian menahan serangan itu.

"Hmmpph," Ren menggertakkan gigi.

"Sedikit lagi, aku bisa menahannya," kata Sam dalam hati.

Tiba - tiba, pedangnya Ren terbelah menjadi 2 dan pusaran angin yang mengelilinginya menghilang. Kemudian, Ren juga melompat ke belakang.

Sam tidak tinggal diam. Dia mengarahkan ujung pedang kepada 3 remaja itu. Saat dia berkata, "White Laser," muncul cahaya putih yang berkilauan di ujung pedang.

Kemudian, pedang itu dihentakkan ke atas. Lantas, cahaya yang berkilau di ujung pedang seolah menembakkan sesuatu yang seperti sinar laser. Sinar laser itu melesat ke arah Ledd.

Saat sinar laser itu hampir mengenainya, Ledd menggerakkan tangan kanan untuk memegangnya. Alhasil, sinar laser itupun membuat telapak tangannya terluka.

"Kalian mundur. Aku akan menghadapinya sendiri," perintah Ledd, sementara Ren dan Rick mengangguk.

Ledd berlari mendekati Sam. Dari telapak tangannya yang terluka muncul sebuah pecut panjang yang terbuat dari darah. Ujung pecut itu meliuk - liuk untuk memecuti Sam.

Sam mengayunkan pedangnya ke ujung pecut itu, memotongnya, dan membuat pecut yang tersisa hanya tiga perempat dari semula. Bagian pecut yang terpotong sedang melayang di udara.

"Inilah yang kutunggu," saat Ledd mengatakan ini, bagian yang terpotong itu berubah wujud menjadi sebuah tongkat yang berwarna merah. Tentu saja, Sam tidak menyadari ini.

Tongkat merah itu melesat kepada Sam dan mengenai bahu kanannya. Hal ini membuat tangan kanannya terasa kaku, sehingga pegangannya pada pedang terlepas. Pedang itu terjatuh dan hancur menjadi keping - kepingan kaca saat menghantam tanah.

"A-apa?" Sam bertanya dalam hati.

"Torturing the Second!" Ledd berseru dan sisa pecut yang ada di tangannya ikut berubah menjadi tongkat dengan panjang yang sama.

Wuss ... tongkat itu mengenai bahu kiri Sam dan memberikan efek kaku yang sama. Saat kedua tangannya terasa kaku, tubuhnya Sam tiba - tiba terjatuh dalam keadaan berlutut di tanah.

Ledd berjalan mendekati Sam yang sudah tidak berdaya. Saat dia tiba di depannya, Ledd melepaskan tendangan ke perutnya Sam. Sam kembali terpental sejauh 4 meter.

Dia terjatuh dalam posisi berbaring. Kedua tongkat itu masih menancap di setiap bahunya. Sam meringis kesakitan sambil berbisik, "Pada akhirnya, aku selalu kalah."

Ledd menghadapkan telapak tangannya ke tanah. Dari sana, darah terus menetes, hingga membasahi tanah yang dipijaknya dengan membentuk lingkaran berdiameter 1 meter.

"Inilah akhirnya," kata Ledd. Dia tersenyum sinis, sementara Rick dan Ren yang berada di belakangnya tertawa terbahak - bahak.

Sam memejamkan kedua mata. Jantungnya berdetak kencang hingga terdengar oleh orang lain di sekelilingnya. Nafasnya terengah - engah. Mulutnya komat - kamit mengucapkan hal yang tidak jelas.

***

"Sam Fighter!" Ben berseru.

Dia melangkahkan kakinya ke depan. Namun, laki - laki dewasa itu menahan pundaknya agar dia tidak bisa lanjut berjalan.

"Lepaskan aku!"

Laki - laki dewasa itu menggelengkan kepalanya seraya berkata, "Nanti dulu. Masih ada hal yang belum kau lihat."

Di bawah jembatan, Sam tiba - tiba membuka kedua matanya. Aura gelap menyelimuti tubuhnya, membuat atmosfer di sekelilingnya terasa kelam, sekaligus menghancurkan tongkat yang menancap di bahunya.

"Biar kutunjukkan bagaimana seharusnya kau menghadapi mereka," kata Sam.

Ledd terdiam dan suara tawa Rick dan Ren tiba - tiba lenyap, membuat kolong jembatan itu terasa sunyi. Mereka merasa terintimidasi oleh aura yang barusan keluar dari tubuhnya Sam.

"Aura apa itu? Aku merasakan ada kekuatan yang sangat kuat disana," kata Rick di dalam hati.

"Hati - hati, Ledd!" Ren berseru memperingatkan.

"Diamlah! Tentu saja aku tahu!" bentak Ledd sambil menoleh ke belakang.

Sementara itu, laki - laki dewasa itu melepaskan tangannya yang menahan pundak Ben.

"Apa itu? Dia tidak seperti Sam," Ben memasang wajah terkejut.

"Dia adalah kepribadian lainnya Sam. Sam memanggilnya sebagai Zam Fighter. Kekuatannya adalah elemen kegelapan, berkebalikan dengan kekuatannya Sam," jelas laki - laki dewasa itu.

Ben menyandarkan badannya ke tiang jembatan. Dia menggertakkan gigi saat berkata, "Aku tidak tahu kalau dia ..."

"... punya dua kepribadian," sela laki - laki dewasa itu sambil memegang fedoranya dengan tangan kanan. Matanya yang tertutup bayangan fedora sedang menyipit.

"Sekarang, apa yang akan terjadi," pikirnya.

Di bawah jembatan, Sam, lebih tepatnya kepribadian lain yang menguasai tubuhnya, telah berdiri. Dia sedang menyisir rambutnya yang berwarna merah kecoklatan ke arah belakang dengan telapak tangan kanan.

Dia memancarkan tatapan yang mengancam kepada 3 remaja di depannya dengan bola matanya yang berwarna merah darah. Sam juga tersenyum dengan memperlihatkan giginya yang berjajar di dalam mulutnya.

***