Di sebuah tempat yang gelap, seorang remaja laki - laki sedang duduk termenung. Bola matanya yang berwarna biru cerah memancarkan kesedihan.
Seorang remaja laki - laki lain berjalan mendekatinya. Mereka memiliki wajah yang serupa. Satu - satunya perbedaan hanyalah warna bola mata. Yang sedang berdiri ini, bola matanya berwarna merah.
"Kak Zam," panggil yang bermata biru.
"Jika aku mengambil alih tubuhmu sejak awal, mungkin orang - orang itu tidak akan membullymu," protes yang bermata merah.
"Jangan! Nanti kau pasti membunuh mereka semua. Seperti saat itu," sanggah yang bermata biru.
"Kau lemah sekali, Sam!" bentak yang bermata merah.
"Apa kau tidak tahu seberapa lama aku harus bersabar, melihat kelakuanmu itu. Aku sudah muak denganmu!" sambungnya.
Yang bermata biru menundukkan kepala. Dia tidak menyangka kalau yang bermata merah akan membentaknya. "Tapi, kak ...," protesnya.
Buak ... sebuah tendangan mengenai wajah yang bermata biru. Diapun tersungkur ke belakang. Ujung bibirnya mengeluarkan darah.
Yang bermata merah berdiri tegak. Tangannya diulurkan ke langit - langit. Di atasnya, muncul seberkas cahaya redup yang semakin lama semakin cerah.
"Biar kutunjukkan ..."
"... bagaimana seharusnya kau menghadapi mereka," tubuhnya Sam sedang berbaring di tanah saat kata - kata itu terucap dari mulutnya.
***
"Torturing the Third and Fourth!" Ledd berseru.
Genangan darah di bawah kakinya semakin meluas hingga mengenai kakinya Sam juga. Warna darah yang mengenai Sam berubah menjadi lebih gelap.
Ledd membuka telapak tangannya yang terluka ke depan. Darah yang berada di dalam luka itu menggumpal hingga berwujud seperti peluru. Kemudian, peluru darah itu ditembakkan ke arah Sam.
Sam meluruskan tangan kirinya ke depan dengan telapak tangan terbuka, seolah menyambut tembakan itu.
"Blackhole," gumamnya.
Di atas telapak tangannya muncul aura berbentuk lingkaran yang sangat gelap. Peluru darah yang ditembakkan kepada Sam berbelok dan berganti arahnya ke pusat lingkaran gelap itu.
Lingkaran gelap itu menelan peluru - peluru yang tersedot ke arahnya.
"Apa?" Ledd membelalakkan matanya.
"Night Slasher," Sam kembali bergumam dan dari pusat lingkaran gelap itu muncul ujung dari sebuah pedang yang berwarna hitam.
Sam mengepalkan tangan dan lingkaran gelap itu lenyap begitu saja. Di tempat lingkaran itu, kini terdapat sebuah pedang hitam yang badannya sedikit melengkung.
Kemudian, Sam melompat ke depan sambil mengayunkan pedang itu secara vertikal.
"Dia bisa bergerak di genangan darahku?" tanya Ledd di dalam hati.
Saat ayunan pedang itu hampir mengenai Ledd, Ledd berseru, "Harden!" sambil menangkis pedang itu dengan lengan bawahnya.
Pedang menyentuh lengan itu. Namun, lengan itu tidak tergores sedikitpun. Sam terus mendorong pedangnya searah dengan arah ayunan, meskipun tidak bisa melukai lengannya Ledd.
Ledd menggertakkan gigi seraya berkata, "Kekuatanku adalah mengeraskan darahku."
Semenit kemudian, dia melompat ke belakang hingga posisinya sejajar dengan Rick dan Ren.
Sam mendarat di genangan darah. Tangan kirinya yang memegang pedang ditaruhnya di samping badan. Kemudian, Sam menatap satu persatu wajah dari 3 remaja di depannya sambil mendengus setiap kali berganti pandangan.
"Elemen angin, kekuatan fisik di atas rata - rata, dan mengeraskan darah. Kalian bertiga tidak akan bisa mengalahkanku, walau menyerang secara bersamaan," kata Sam dengan nada sombong.
"Sekarang kau jadi sombong ya, Sam Fighter," sahut Ledd.
"Jangan sebut nama bodoh itu di depanku! Namaku adalah Zam, Zam Fighter!" Sam berteriak.
Tubuhnya Ledd terhuyung - huyung saat dia berkata, "Mau Sam kah, Zam kah, terserahmu sajalah. Saat ini, aku hanya ingin membunuhmu."
Ren berlari mendahului dua orang temannya seraya berkata, "Dan kau sudah membuat Ledd jadi seperti ini ..."
"... Tornado Bash!" sebuah pedang berwarna putih muncul di genggamannya. Saat Ren mengayunkan pedangnya, terbentuk pusaran angin yang searah dengan arah ayunan pedang itu.
Pusaran angin itu bergerak menuju Sam. Sam juga tidak diam saja. Dia mengayunkan pedangnya secara vertikal, dari bawah ke atas seraya bergumam, "Immortal Darkness."
Sring ... muncul aura gelap yang melengkung mengikuti arah ayunan pedangnya Sam. Aura gelap dan pusaran angin saling bertabrakan, menyebabkan pusaran angin itu terpecah dan menyebar ke mana - mana.
Aura gelap itu terus melesat hingga mengenai Ren yang berdiri mematung. Tubuhnya Ren terpental jauh ke belakang begitu terkena aura gelap itu.
"Ren!" Ledd berseru sambil menoleh ke arah Ren terpental.
Rick yang berdiri di sebelah Ledd sudah tidak sabaran. Dia berlari ke depan, menggantikan posisi menyerang Ren sebelumnya.
"Aku harus melakukan sesuatu," pikirnya.
Rick melepaskan pukulan dengan 2 tangannya sekaligus. Sam menyambut pukulan itu dengan menjatuhkan pedang yang dia pegang dan menangkis pukulan itu dengan kedua telapak tangannya
"Aaarrgh!" Rick dan Sam meraung saat tangan mereka saling bertemu.
Buak ... tiba - tiba, Sam menendang perutnya Rick dengan lutut. Rick berlutut di depannya Sam saat tendangan itu mengenainya. Dia berusaha untuk menahan rasa sakit akibat tendangan itu.
Lalu, Sam melompati badannya Rick dan tiba di depannya Ledd. Sebelum Sam melepaskan pukulan, Ledd sudah terjatuh dalam posisi terlentang terlebih dahulu.
"Hmmph," Sam mendengus. Pedang yang dijatuhkannya tadi, kembali melayang ke tangan kirinya. Ujung pedang itu dia arahkan ke wajahnya Ledd yang sedang berbaring.
"Kau terlalu berlebihan, Kak Zam," kata Sam pada dirinya sendiri.
Aura gelap yang menyelimuti tubuhnya sudah lenyap, begitu pula dengan pedang yang tadi dia pegang. Bola matanya kembali berubah warna menjadi biru cerah.
Momen itu dimanfaatkan oleh Ledd, Ren, dan Rick untuk melarikan diri. Sam terlalu berbaik hati untuk tidak membunuh dan malah melepaskan mereka.
Salah seorang dari mereka menjatuhkan sesuatu saat sedang berlari. Sam berjalan mendekati benda yang terjatuh itu. Ternyata, itu adalah foto miliknya yang tadi dicuri.
"Aku ... bisa mengambil fotoku kembali ... setelah semua ini," kata Sam dengan terbata - bata.
***
Sam berjalan untuk pulang. Tujuannya, yaitu mengambil foto miliknya kembali, sudah tercapai meski harus menggunakan kekuatan.
Di tengah jalan, seorang pria yang memakai jas hitam dan sebuah topi fedora menghadangnya. Tangan kanan pria itu memegang bagian atas fedoranya, sementara tangan kirinya memegang sebuah kamera digital.
"Ikutlah denganku, Sam Fighter," ajak pria itu.
"Si-siapa ka-kau," balas Sam dengan tubuh gemetar.
"Aku sudah melihat semuanya. Pertengkaran di bawah jembatan itu. Jika kau menolak untuk mengikutiku, aku akan melaporkan ini pada polisi," ancamnya.
Sam menelan ludah saat mendengar ancamannya itu. Sekarang, dia punya pilihan. Kabur, atau mengikuti orang asing yang bahkan dia tidak tahu apapun tentangnya.
Setelah semua hal yang telah terjadi, Sam memutuskan untuk mengikuti pria itu. "Lebih baik mati olehnya, daripada kehidupan normalku terganggu," pikirnya.
Pria itu berbalik dan terus berjalan. Sam mengikutinya dari belakang dengan menjaga jarak 2 meter dari pria itu.
Mereka berdua tiba di depan sebuah toko roti yang familiar bagi Sam. Tentu saja, toko ini adalah tempat langganannya Sam untuk membeli roti. Dia bahkan sudah kenal dengan penjual dari toko ini.
Pria itu melangkahkan kakinya ke dalam toko, sementara Sam mengikutinya tanpa ragu. Sesampainya di dalam, mereka berdua disapa oleh si penjaga toko.
"Selamat datang kembali, Tuan Larry," sapa penjaga toko itu.
Pria berjas hitam itu mengangguk, sementara Sam berdiri dengan canggung di belakangnya. Dia sedikit membungkukkan badan saat menyapa penjaga toko itu.
"Eh, kau kan ...," penjaga toko itu berseru tertahan.
"Iya. Sam Fighter," balas Sam dengan canggung.
Penjaga toko menoleh kepada pria berjas hitam sambil berkata, "Jadi anak ini pemilik kekuatan yang kau bilang." Perkataan itu dijawab dengan anggukan oleh pria berjas hitam.
Penjaga toko kembali menatap Sam. Lalu, dia berkata, "Tidak usah gugup. Walau tampilannya begitu, Tuan Larry adalah orang yang baik. Dialah pemilik toko ini."
"Eh, aku baru tahu," sahut Sam. Hatinya mulai merasa tenang.
"Ayo sini!" ajak pria berjas hitam yang bernama Larry sambil melambaikan tangannya.
Dia berjalan ke salah satu sudut toko. Sam berlari - lari kecil untuk mengikutinya. Di sana, Larry menyentuh salah satu tembok dengan telapak tangan kanannya seraya bergumam, "Room Number Five, Stadium."
Sontak, bagian tembok yang dia sentuh berubah menjadi sebuah pintu kayu. Larry memegang gagang pintu itu dan memutarnya ke arah kiri.
***
Di balik pintu itu ada sebuah tangga yang menuju ke ruang rahasia di bawah tanah. Larry berjalan menuruni tangga dengan Sam mengikuti di belakangnya.
Setelah 2 menit menuruni tangga, mereka tiba di sebuah tempat luas yang lantainya adalah lapangan yang terbuat dari logam. Terdapat sebuah tribun di salah satu sisi lapangan.
Sam menghentikan langkahnya. Dia melihat ke sekitar dengan kagum sambil berkata, "Aku tidak tahu kalau ada ruangan rahasia di toko roti ini."
Larry membalik badannya, lalu menjelaskan pada Sam bahwa ruangan ini dibuat dengan kekuatannya.
"Kekuatan?" tanya Sam.
"Berarti ...," sambungnya.
"Ya. Aku adalah pemilik kekuatan, sama sepertimu. Akan kujelaskan selebihnya nanti," sela Larry.
"Tapi ... foto itu."
"Oh itu. Sebenarnya, aku tidak merekam pertengkaranmu. Itu hanya gertakan saja."
Sam menghela nafas lega.
Larry berjalan meninggalkan Sam dan menuju ke tribun. Di atas tribun, ada sosok wanita yang tampak keibu - ibuan. Sebuah kacamata menghiasi wajahnya. Rambutnya yang pirang diluruskan ke belakang.
Di lantai, seorang remaja laki - laki berambut coklat dan memakai kemeja oranye sedang duduk bersila. Sam berjalan menghampiri remaja itu.
"Ben?" kata Sam saat dia tiba di depan remaja itu.
Remaja itu menaikkan pandangannya. Dia tersenyum seraya berkata, "Ya, ini aku." saat melihat sosok Sam di depannya.
"Berarti, kau juga ..."
"... pemilik kekuatan," Ben menyambung kalimatnya Sam.
Kemudian, Ben berdiri di samping Sam. Mereka berdua berjalan mendekati tribun. Sementara itu, Larry dan wanita berkacamata itu berdiri dengan saling bersebelahan di atas tribun.
"Selamat datang, Sam Fighter. Aku sudah menjelaskan ini pada Ben, tapi tak apa. Aku akan menjelaskannya lagi," tiba - tiba Larry berseru.
"Akhir - akhir ini, para pemilik kekuatan sedang terpecah belah. Mereka membuat geng - gengan yang saling bermusuhan satu sama lain. Karena itulah, aku ingin mengumpulkan para pemilik kekuatan yang belum terikat dengan geng apapun.
Kita akan berperan sebagai penengah antara geng yang satu dengan yang lain. Sementara ini, aku baru mengumpulkan 4 orang. Sam Fighter, Ben Raiser, diriku sendiri, dan istriku, Arcy."
Wanita di sebelahnya Larry mengangguk. Dialah yang bernama Arcy.
"Tapi, kita belum saling tahu tentang kekuatan masing - masing dari kita. Karena itulah, saat ini aku ingin ... agar Sam dan Ben saling bertarung," sambungnya.
Perkataan itu disambut dengan ekspresi terkejut oleh Sam, sementara ekspresi yang biasa saja oleh Ben. Dia sudah diberitahu oleh Larry sebelumnya.
"Aku ... bertarung melawan Ben?" tanya Sam di dalam hati.
***
Di atas lapangan logam itu, Sam dan Ben berdiri saling berhadap - hadapan.
"Light Blade!" Sam berseru dan muncul sebuah pedang yang bercahaya di tangan kanannya.
Sam menggerakkan tangannya hingga pedang itu berada sejajar di depan dadanya. Dalam hatinya, dia berkata, "Ini cuman latihan. Kak Zam tidak usah ikut."
Di sisi lain, Ben sudah berlari ke arah Sam. Tanpa persiapan apapun, dia melompat. Sam dengan reflek menebas arah lompatannya Ben dengan pedang.
Saat pedang itu mengenai tubuhnya Ben, tiba - tiba saja tubuhnya Ben berubah menjadi butiran pasir. Pedangnya Sam menebas butir - butiran yang tidak berarti itu.
Butiran pasir melayang di udara. Sam menggerakkan badannya mengikuti arah melayang pasir itu.
Di sebuah titik di dalam ruangan, butiran - butiran pasir itu bergerak saling mendekat. Mereka menempel satu sama lain dan membentuk wujud seperti sosok remaja yang sedang berdiri.
Kemudian, sosok remaja pasir itu berubah hingga wujud tubuhnya Ben kembali tampak. Dia mengayunkan tangannya di samping badan sambil bergumam, "Sand Attack."
"Ini ... kekuatannya Ben," kata Sam di dalam hati.
Ben kembali berlari ke arah Sam. Tangan kanannya mengepal, siap untuk memukul. Sontak, Sam memasang kuda - kuda dengan pedang di samping badan untuk membalas pukulan yang akan dilepaskan Ben.
"Holy Slash!" Sam berseru sambil mengayunkan pedang.
Butiran pasir keluar dari sela - sela tangannya Ben yang mengepal, lantas menyelimuti tangannya itu. Hal itu membuat gerak pukulan Ben menjadi lebih cepat dari gerak ayunan pedang Sam.
Buak ... pukulan mengenai wajah Sam dengan telak. Saat itu, muncul aura kuning berbentuk seperti bekas cakaran harimau di arah pukulan Ben.
"Desert Claw," Ben bergumam.
***