Chereads / Sam Fighter / Chapter 4 - (Maybe) A Normal Day

Chapter 4 - (Maybe) A Normal Day

Sebuah mobil sedan melaju di jalan raya. Di bagian depan mobil, orang laki - laki dewasa duduk sambil memegang setir. Di kursi penumpang di sebelahnya, duduk orang perempuan dewasa.

Sementara itu, di kursi belakang mobil duduk 2 anak laki - laki kembar. Anak yang duduk di kanan suka mengganggu anak yang duduk di kiri.

Berulang kali dia menarik telinga anak yang duduk di kiri, lantas membuatnya berteriak sejadi - jadinya. Saat itulah, perempuan dewasa yang duduk di depan menoleh ke belakang.

"Zam, jangan ganggu adikmu," kata perempuan dewasa itu untuk mendamaikan anak kembar itu.

"Tapi ma," protes yang duduk di sebelah kanan.

"Sam tidak melakukan apa - apa lho. Kenapa kamu masih mengganggunya?"

Anak itu terdiam saat mendengar perkataan itu. Dia tidak mampu membalasnya dengan mulut, namun mampu dengan hati.

"Mama lebih sayang sama Sam cuman karena dia yang lahir kedua," katanya di dalam hati.

Mobil sedan melaju melewati sebuah perempatan. Tiba - tiba, terdengar suara klakson dari kanan mobil saat mobil sedang itu tiba di tengah perempatan.

Suara itu berasal dari sebuah truk barang yang remnya rusak. Alhasil, terjadi tabrakan yang tak terelakkan lagi.

Bagian depan truk barang itu rusak. Sementara itu, badan mobil sedan remuk akibat dilindas truk. Semenit setelah terjadinya tabrakan, muncul kobaran api yang menyelimuti kedua kendaraan itu.

Supir truk barang itu selamat. Namun, dia harus mendapat hukuman berupa 2 tahun penjara, akibat kelalaiannya yang menewaskan sebuah keluarga.

***

"Mimpi buruk itu lagi," kata Sam saat dia membuka matanya.

Hari sudah pagi. Sekarang, saatnya Sam untuk berangkat sekolah dan menjalani kehidupan normal seperti biasanya. Semoga saja.

Setelah mandi dan memakai seragam, Sam pergi ke toko roti untuk membeli sarapan, karena persediaan makanannya sudah habis kemarin. Sam selalu memastikan kalau persediaan makanannya habis dalam waktu seminggu.

Di tengah jalan, Sam bertemu dengan Ben. Keduanya berjalan bersama hingga tiba di sebuah perempatan. Sam ingin berbelok ke kanan, sementara Ben ingin terus lurus.

"Sam, tidak ke sekolah?" tanya Ben sebelum keduanya berpisah.

"Aku mau beli roti dulu untuk sarapan," jawab Sam sambil menggelengkan kepala.

"Oh, kalau begitu aku pergi dulu ya," kata Ben.

Sam mengangguk, lantas berbelok ke kanan di perempatan itu sambil melambaikan tangan. Setelah 30 langkah dilaluinya, diapun tiba di depan toko roti langganannya.

Sam mendongak, melihat papan nama toko itu. Siapa sangka, kehidupan Sam berubah drastis akibat keberadaan toko ini. Dulu, dia harus beli sarapan di sebuah supermarket yang letaknya jauh di jalan besar.

Dia bahkan sering terlambat ke sekolah karena itu. Namun, sejak Sam menemukan toko roti ini, dia tidak perlu berjalan jauh - jauh ke supermarket lagi. Diapun jadi jarang terlambat sekolah.

Lalu, kejadian kemarin membuatnya sadar kalau ternyata, toko roti ini memiliki ruangan rahasia. Dia bertemu dengan pemilik kekuatan yang sama sepertinya, lagi - lagi dari toko roti ini.

Sam memasuki toko roti dan disambut oleh penjualnya. Namun, tidak biasanya Larry juga menyambutnya. Dia sedang duduk di kursi kayu yang berada di depan meja kasir.

Larry memegang bagian atas fedoranya sambil bertanya, "Kenapa terburu - buru? Datangnya nanti sore saja."

Sam menggelengkan kepala dan menjawab, "Aku ingin beli roti seperti biasa."

Larry terkekeh mendengarnya. Dia sudah berburuk sangka. Sementara itu, si penjual meninggalkan meja kasir dan berjalan ke salah satu rak besi.

Dia mengambil sebungkus roti selai di sana. Bungkusan itu dia berikan kepada Sam seraya berkata, "Ini." Sam menerima bungkusan itu sambil menyerahkan 10 keping uang logam kepada si penjual.

"Sampai nanti," Sam berpamitan saat keluar dari toko.

Suasana lenggang sejenak. Larry bertanya, "Sam Fighter, selalu beli roti di sini setiap hari?"

"Ya begitulah," jawab si penjual.

***

Setibanya di sekolah, Sam langsung menuju ke kelas dan duduk di bangkunya. Kemudian, dia membuka bungkusan yang berisi roti selai itu.

Saat roti itu akan dimasukkan ke dalam mulutnya, Ledd berdiri di samping Sam sambil menepuk meja dengan telapak tangan, lantas menimbulkan suara nyaring yang mengagetkan Sam.

Sam mengurungkan niat untuk memakan roti selai, saat Ledd berkata, "Biasa setoran."

"Aku tidak punya uang," Sam menggelengkan kepala.

"Kalau kau tidak punya uang, kenapa kau bisa beli roti itu?" Ledd mendesaknya.

"Uangku hanya cukup untuk beli roti saja."

"Halah, alasan!" Ledd berteriak sambil menggerakkan tangan untuk merebut roti selai dari tangannya Sam.

Secara otomatis, Sam juga menggerakkan tangannya untuk menghindari tangannya Ledd. Alhasil, tangannya Ledd menepis roti selai itu, membuatnya terlepas dari pegangan Sam dan melayang ke jendela yang terbuka di samping Sam.

Sam berdiri, menengok ke jendela. Roti selai melayang dari lantai 2 dan jatuh ke lapangan di bawahnya. Anak - anak mengerumuni roti selai itu, bertanya - tanya kenapa dia terjatuh.

Sam menghela nafas. Kemudian, dia beranjak dari bangkunya dan berjalan ke luar kelas. Sementara itu, Ledd berjalan ke bangkunya seolah tidak terjadi apa - apa.

Dalam 5 menit, Sam tiba di samping lapangan. Tiba - tiba, bel masuk berbunyi, menandakan dimulainya pelajaran pertama.

"Hmmph, sudah lebih dari 5 detik," kata Sam di dalam hati. Diapun berjalan mendekati roti selai yang dikerumuni semut.

"Bagaimana ini, Kak Zam?" Sam mengambil roti itu dan beberapa semut berjalan menaiki lengannya.

Sam menggaruk - garuk lengannya agar semut yang berada di atasnya pergi turun. Kemudian, Sam berjalan ke tong sampah yang terletak di samping lapangan.

"Apa boleh buat," Sam bergumam seraya membuang roti selai ke dalam tong sampah.

***

Sesampainya di kelas, rupanya pelajaran sudah dimulai. Pelajaran pertama hari ini adalah matematika. Gurunya terkenal galak dan tak segan - segan menghukum muridnya.

Sam memasuki kelas dengan tampang lesu.

"Kamu, sini!" panggil guru matematika.

Sam berjalan dari depan pintu ke samping meja guru. Nafasnya terengah - engah. Jantungnya berdetak dengan suara keras, membuat seisi kelas dapat mendengarnya.

"Kenapa terlambat?" tanya guru matematika dengan ketus.

"Habis buang sampah," jawab Sam dengan suara pelan.

"Kenapa tidak izin ke ketua kelas dulu? Biar nanti ketua kelas bisa bilang ke saya kalau ada temannya yang sedang izin," guru matematika kembali bertanya.

Sam terdiam mematung. Di dalam hati, dia berkata, "Jadi, apa hukumanku? Menyapu lapangan lagi?"

"Kenapa diam? Jawab!" guru matematika membentaknya, mengagetkan seisi kelas.

Kemudian, dia mengarahkan pandangannya ke anak - anak yang duduk. "Jadikan ini sebagai pelajaran!" dia berseru. Seisi kelas mengangguk, termasuk Sam.

Guru matematika kembali menatap Sam seraya berkata, "Hukumanmu adalah berdiri di depan kelas hingga jam pelajaran selesai!"

Sam mengangguk seraya berjalan ke depan papan tulis. Dia berdiri di sana, memandang langit - langit ruangan dengan kedua tangan berada di samping badan. Ini bukan pertama kalinya Sam dihukum oleh guru matematika itu.

Seisi kelas berbisik - bisik tentang hukuman yang diberikan kepada Sam.

"Pasti memalukan. Aku tidak mau dihukum seperti itu."

"Dulu, Sam pernah dihukum seperti ini juga, kan?"

"Hukumannya kurang berat. Harusnya push up 1000 kali," pikir Ledd sambil tersenyum sinis. Ren yang duduk di sampingnya mengangguk. Mereka berdua memikirkan hal yang sama.

Sementara itu, Ben memikirkan hal yang berbeda dari kebanyakan teman sekelasnya.

"Kenapa begini. Seharusnya, Sam tidak perlu dihukum hanya karena membuang sampah. Lagipula, ini salahnya Ledd. Harusnya dia dihukum juga," pikir Ben.

Guru matematika mengetuk - ngetuk spidol papan tulis ke atas meja guru. Dia berseru, "Cukup bisik - bisiknya! Sekarang, keluarkan PR kalian!"

Ben meraih tas ranselnya yang dia taruh di samping meja. Dia mengambil sebuah buku tulis bersampul biru dari dalam tas ransel itu.

***

Jam istirahat telah tiba. Anak - anak berlarian ke kantin, tak terkecuali Ben. Dia mengajak Sam untuk juga ke kantin, meskipun dia tahu kalau Sam akan menolaknya.

"Aku tidak punya uang," tolak Sam. Dia duduk dengan lesu di bangkunya dengan tangan kanan menopang kepalanya di dagu.

"Baiklah kalau begitu," Ben berjalan meninggalkan Sam.

Keadaan Sam saat ini begitu memprihatinkan. Perutnya keroncongan, karena dia tidak sempat sarapan. Ditambah lagi, dia mendapat hukuman untuk berdiri di depan kelas saat pelajaran pertama.

Saat pelajaran kedua, Sam baru bisa duduk di bangkunya. Pelajaran kedua adalah Fisika. Saat itu, guru fisika menyuruh murid - muridnya untuk mengumpulkan PR.

Sialnya, Sam lupa mengerjakan PR fisika. Diapun mendapat hukuman untuk kembali berdiri di depan kelas. Sam tidak peduli dengan rasa malu, namun rasa lapar sangat menyiksa baginya.

Setelah berdiri di depan kelas selama kurang lebih 8 jam, Sam sudah kehabisan tenaga. Dia hanya bisa duduk dengan lesu untuk saat ini.

"Huh," Sam mendengus saat mengingatnya.

Tiba - tiba, perutnya terasa sakit. Sam berlari ke luar kelas sambil memegang perutnya. Dia pergi ke kamar mandi yang berada di pojok koridor lantai 2 bangunan sekolah ini.

Dari salah satu pilar di koridor, Ledd dan 2 orang sahabatnya yang setia sedang bersembunyi. Saat Sam berlari melewari pilar itu, mereka bertiga keluar dari tempat persembunyian, lantas berjalan mengikuti Sam.

"Bodoh sekali," kata Ledd.

Rick dan Ren mengangguk. Mereka tiba di depan kamar mandi yang dimasuki Sam. Terdengar suara air mengalir dari dalam sana.

"Mana HP?" tanya Ledd setengah berbisik.

"Ini," Rick menyerahkan HPnya kepada Ledd.

Ledd mengangkat tangannya yang memegang HP itu hingga menutupi ventilasi dari kamar mandi itu. Di belakangnya, Rick tertawa cekikikan sambil menutupi mulutnya dengan kedua tangan.

"Ssst ... jangan berisik," Ren memperingatkan Rick.

2 menit kemudian, suara air mengalir itu tiba - tiba lenyap. Lantas, Ledd memberi isyarat dengan jari kepada 2 temannya untuk bersembunyi.

"Dimana?" tanya Rick.

"Dimana saja. Ayo cepat."

Ren menyeret tubuhnya Rick hingga mereka berdua tiba di belakang sebuah pilar. Ledd ikut pergi ke belakang pilar itu, setelah memastikan sesuatu.

Sam keluar dari kamar mandi sambil menguap. Kemudian, dia berjalan ke kelas dengan kecepatan yang selambat siput.

"Dia tidak menyadarinya?" tanya Ledd di dalam hati.

***

Di kelas, Ben menghampiri Sam yang sedang tertidur di bangkunya. Menyadari ada seseorang di dekatnya, Sam terbangun dari tidurnya. Dia mendongak ke atas, menatap Ben yang sedang berdiri.

"Aku membelikanmu ini," Ben menaruh sebungkus kue di atas mejanya Sam.

"Tidak usah repot re ...," perkataan Sam terhenti, karena Ben sudah meninggalkannya ke luar kelas.

Sam meraih bungkus kue di atas meja itu. Kemudian, dibukanya bungkus itu dan diapun memakan kue itu. Tak lupa, Sam menyembunyikan sampahnya di laci meja.

"Setelah ini ulangan bahasa inggris. Kak Zam pintar bahasa inggris, kan?" tanya Sam pada dirinya sendiri.

Sementara itu, Ben sedang mengintipnya dari jendela di koridor. Dalam hati, dia berkata, "Larry bilang kalau perbedaan antara kepribadian Sam dan Zam adalah kebiasaan kidalnya. Mungkin, aku harus memperhatikannya terus."

Kemudian, Ben beralih ke kantin. Dia ada janji dengan seorang anak perempuan di sana.

Anak perempuan itu sudah menunggu di salah satu meja makan sambil menatap jam tangannya yang berwarna merah. Namanya adalah Lucy, salah satu anggota osis.

Semenit kemudian, Ben duduk di kursi yang berada di seberangnya, di satu meja yang sama. Pandangannya tertuju pada sebuah formulir pendaftaran yang berada di atas meja.

"Apa tidak apa, mendaftar sekarang? Bukannya sudah terlambat 1 tahun?" tanya Ben.

Lucy menaikkan pandangan, menatap formulir itu juga seraya berkata, "Gapapa kok. Aku udah ijin ke Bang Finn. Soal tesnya gampang lah."

Ben mengangguk, meskipun dia masih merasa tidak enak soal ini. Ben mengeluarkan sebuah bolpoin yang terselip di genggaman tangannya.

"Ayo, cepetan diisi," perintah Lucy.

Ben menggunakan bolpoin itu untuk mengisi setiap poin - poin di dalam formulir pendaftaran. Saat itulah, Lucy terkejut melihat kecepatan Ben saat menulis.

"Cepet banget. Gausah kusuruh juga udah selesai," kata Lucy di dalam hati.

***

Pelajaran terakhir sudah dimulai. Di kelasnya Sam, agendanya adalah ulangan harian bahasa inggris. Seperti biasa, sebelum ulangan guru bahasa inggris memperingatkan murid - muridnya untuk tidak menyontek.

"Siapkan selenbar kertas," perintah guru bahasa inggris.

Seisi kelas sibuk merobek halaman tengah dari buku catatan yang mereka bawa. Sementara itu, Sam menatap tidak percaya pada buku catatan yang berada di atas mejanya.

Buku itu hanya sampulnya saja, tidak ada lembar - lembaran di dalamnya. Semua lembarannya habis dirobek oleh Ledd dan gerombolannya, sesaat setelah Sam membuka buku itu.

"Pasti untuk main pesawat - pesawatan lagi," Sam bergumam dengan perasaan kesal.

"Sam!" panggil Ben yang bangkunya berada di belakang Sam.

Merasa terpanggil, Sam menoleh ke belakang dan melihat kalau Ben ingin memberinya lembaran dari buku catatannya.

"Yah, terima kasih," kata Sam seraya menerima lembaran itu dengan tangan kiri. Sesaat kemudian, dia kembali menghadap ke depan dan menaruh lembaran itu di atas mejanya.

"Tadi ... kepribadiannya Zam!" kata Ben di dalam hati.

Dia tidak bisa menyelidiki lebih lanjut, karena guru bahasa inggris sudah menyatakan bahwa ulangan bisa dimulai. Dengan terpaksa, Ben harus memendam keinginannya itu.

"Sepertinya, hanya aku yang tahu kalau Sam punya 2 kepribadian, itupun karena Larry. Ledd, Ren, dan Rick masih tidak menyadarinya dari kejadian yang kemarin," pikir Ben.

Di depannya, Sam sudah menulis namanya di atas lembaran itu. Kini, dia sedang menulis jawaban dari soal ulangan yang tertulis di atas papan tulis.

Ben mendongak ke atas, melihat soal di papan tulis, sekaligus melirik Sam. Diapun melihat kalau Sam sedang menulis jawaban di lembarannya dengan tangan kanan.

"Dia sudah kembali ke dirinya yang semula. Tapi, sejak kapan?" Ben bertanya dalam hati, sementara tangannya mulai menuliskan sesuatu di atas lembaran miliknya.

***