Tentang ini yang mulia Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary telah merumuskan dalam Kalam Hikmahnya yang ke-22 sebagai berikut:
"Tidak ada nafas yang anda keluarkan melainkan bagi Allah s.w.t. pada anda ada qadar yang dilangsungkan (dijalankan) olehNya."
Pengertian Kalam Hikmah ini dapat kita uraikan sebagai berikut:
1. Perkataan "An-Nafs" artinya ialah:
"Sebagian hawa atau udara yang keluar dari dalam badan ke dalam bagian dari zaman."
Artinya, udara yang kita hembuskan setiap detik dari badan kita keluar jasmaniah kita, maka udara atau angin yang sdalu kita hembuskan itu disebut dengan an-nafs. Segala nafas dalam setiap detik masuk ke dalam tubuh kita, dan kemudian kita keluarkan lagi, dihirup lagi, keluar lagi dan seterusnya, selama kita masih dalam keadaan hidup. Setiap nafas yang lahir dari kita adalah merupakan zaman berlangsung qadar-qadar Allah s.w.t. pada kita selaku hamba-hambaNya.
Qadar-qadar Allah s.w.t. itu berjalan dan terlaksana dengan kudrat Allah yang Maha Kuasa dan timbul dari iradah Tuhan yang Maha Bijaksana. Apabila Allah s.w.t. telah menghendaki dalam masa azal, segala sesuatu yang akan terjadi dalam masa-masa berikutnya dalam gambaran yang sudah ditentukan olehNya, maka Allah s.w.t. pasti melaksanakan apa yang dikehendaki oleh iradahNya dan apa yang telah dimaklumi oleh ilmuNya yang Maha Luas itu.
2. Perlu kita ketahui bahwa segala makhluk-makhluk yang dijadikan oleh Allah Ta'ala terbagi kepada dua pembahagian:
Pembagian pertama:
Segala yang dijadikan oleh Allah di mana sama sekali tidak ada usaha dari seorang makhluk pun adanya. Hal keadaan ini ialah segala yang terjadi dalam alam yang sifatnya mesti dan harus begitu tanpa disertai oleh sesuatu yang lain. Misalnya seperti perputaran bulan, matahari dan falak-falak lainnya. Juga perputaran musim, pertumbuhan kayu-kayuan, tanam-tanaman dan manusia. Juga seperti kebanyakan gerak-gerik yang terjadi pada manusia, seperti tidur, bangun tidur, gcrak-gerik lain yang tidak digerakkan, dan juga seperti mati dan lain-lain. Semuanya ini tidak diberati manusia atas kejadian-kejadian itu dan tidak ada padanya pahala dan siksa dari Allah s.w.t.
Pembagian kedua:
Segala yang dijadikan oleh Allah s.w.t. tetapi beserta padanya usaha dan ikhtiar manusia seperti makan, minum, belajar dan lain-lain.
Di samping semuanya ini, pada hakikatnya dijadikan oleh Allah s.w.t., tetapi adalah beserta dengan kehendak hati kita untuk melaksanakannya.
Meskipun kehendak dalam hati si hamba, pada hakikatnya tidak ada kekuasaan apa-apa, tetapi beserta kehendak pada mengerjakan segala sesuatu, di mana sesuatu itu Allah Ta'ala yang mdangsungkannya, maka atas kehendak hati si hamba itulah yang menyebabkan adanya pahala atau adanya dosa.
Tiap-tiap dari dua bagian di atas adalah merupakan qadar-qadar Allah s.w.t. yang tak dapat tidak harus berjalan serta tiap-tiap nafas yang kita hirup dan kita hembuskan.
3. Kita harus beriman kepada qadar yang baik dan qadar yang tidak baik. Yang dimaksud dengan qadar yang baik ialah, seperti iman, taat, dan sekalian amal ibadat dan amal saleh yang diridhai Allah s.w.t. Sedangkan yang dimaksud dengan qadar yang tidak baik, ialah seperti kufur, durhaka kepada Allah, tidak menjalankan perintah-perintahNya dan mengerjakan larangan-laranganNya, dan sekalian perbuatan yang tidak diridhai Allah s.w.t.
Dalam satu riwayat ditambahkan, supaya kita harus beriman dengan qadar yang manis dan qadar yang pahit. Qadar yang manis ialah segala qadar Allah s.w.t. yang sesuai dengan tabiat kita dan yang cocok dengan nafsu kita, seperti sihat, makan, minum, kawin dan lain-lain. Semuanya itu kehendak Allah s.w.t. yang harus berlaku dalam tiap-tiap nafas yang kita tarik dan hembuskan dalam setiap detik dan saat.
Kadang-kadang orang masih bdum mengerti tentang masalah qadha' dan qadar Allah s.w.t. seperti yang telah sering kita bicarakan.
Untuk lebih jelasnya marilah kita bawa keterangan
Saiyidina Ali r.a. sebagai berikut:
Telah datang seorang laki-laki kepada beliau menanyakan tentang masalah qadha' dan qadar Allah s.w.t. Kali pertama ia mengajukan pertanyaan itu kepada Saiyidina Ali r. a. tetapi beliau diam, tak mau menjawab.
Dia bertanya lagi kali kedua, juga Saiyidina Ali diam dan tak mau menjawab. Kali ketiga, dan akhirnya kali keempat bamlah beliau menjawab sebagai berikut:
"Beliau berkata sambil bertanya:
Tatkala Allah s.w.t. menjadikan segala makhlukNya, di antaranya Tuhan telah menjadikan anda, apakah menurut kehendakNya atau menurut kehendak anda? Laki-laki itu menjawab: Bahkan menurut kehendakNya (Allah s.w.t.).
Saiyidina Ali berkata lagi:
Kemudian Allah s.w.t. menghidupkan anda, apakah menurut kehendak Allah atau menurut kehendak anda?
Laki-laki itu menjawab: Bahkan menurut kehendak DIA. Saiyidina Ali menyambung, kemudian Allah s.w.t. akan mematikan anda, apakah menurut kehendak Dia atau menurut kehendak anda?
Yang bertanya menjawab:
Bahkan menurut kehendak Dia. Saiyidina Ali menambah, nanti Allah s.w.t. akan membangkitkan anda di hari kiamat, anda akan dihisab (diperhitungkan oleh Allah segala amal baik dan amal jahat) apakah menurut kehendak Allah atau menurut kehendak anda?
Si laki-laki itu menjawab:
Bahkan menurut kehendak Dia.
Pada akhirnya Saiyidina Ali berkata kepada laki-laki itu:
Nah pergilah anda, karena sudah terang persoalannya, bahwa tidak ada satu pun yang anda miliki dari semua persoalan-persoalan itu."
Demikianlah gambaran yang telah diberikan Saiyidina Ali r.a. kepada laki-laki yang bertanya mengenai masalah qadha' dan qadar. Kita jangan lupa, bahwa pahala yang dikurniakan Allah kepada hambaNya dan siksa yang dijatuhkanNya kepada hambaNya adalah melihat kepada ikhtiar dan kasab seperti yang telah diterangkan di atas.
4. Qadar Allah s.w.t. yang selalu berjalan dalam setiap nafas kita, hendaklah kita sambut dengan perasaan kehambaan kita selaku kita makhlukNya dan hambaNya. Apakah qadha' Allah itu bersifat kurnia atau tidak, bersifat kemuliaan atau sebaliknya, bersifat melapangkan atau tidak, bersifat meniadakan atau mengadakan dan lain-lain.
Hamba-hamba Allah yang sudah dapat dikatakan sempurna harus dapat melihat hak dan kebenaran dalam menyambut qadar Allah dalam setiap turun naik nafasnya, tidak boleh hatinya membantah atau jengkel terhadap qadar-qadar Allah yang berlaku padanya. Ia harus menerima dan harus menyesuaikan dirinya dengan Allah pada qadar-qadar yang telah jatuh atas dirinya.
Tingkatan ini adalah tingkatan yang mulia di sisi Allah s.w.t. Tuhan tidak akan memberikan tingkatan martabat ini terkecuali kepada ahlul inaayah, yakni hamba-hambaNya yang dipentingkan olehNya dengan taufiq dan hidayahNya.
Berkata sebagian Ulama Tasawuf:
"Barangsiapa yang mendapatkan pada dirinya pembahan dan pertukaran dalam setiap nafas, maka berarti dia orang yang mengerti dengan maksud firmanNya Allah s.w.t. setiap hari Allah ada urusanNya."
Benar, dunia yang besar ini semuanya diatur oleh Allah s.w.t. dengan kekuasaanNya dan kebijaksanaanNya. Semuanya itu tidak dapat melepaskan diri dari Allah s.w.t. Mereka berhajat dan perlu kepada Allah, baik makhluk Allah yang ada di bumi atau makhlukNya yang berada di langit. Sebab itu Allah pada setiap detik dan menit ada urusanNya. Inilah yang dimaksud oleh firman Allah dalam Al-Quran Al-Karim:
"Semua makhluk Allah baik yang berada di langit maupun yang berada di bumi semuanya memohon dan meminta kepadaNya. Yang manakah dari kurnia Tuhan yang hendak kamu dustakan?" (Ar-Rahman: 29-30)
Demikianlah dalil Al-Quran yang telah memperkuat penjelasan di atas.
Kesimpulan:
1. Setiap nafas yang kita hirup dan kita keluarkan selalu dibarengi dengan qadar-qadar Allah s.w.t. karena itu semua kejadian-kejadian pada diri kita adalah menurut qadar Allah s.w.t.
2. Sambutlah qadar-qadar Allah s.w.t. itu dengan perasaan 'ubudiyah kehambaan kita selaku makhluk. Dan sesuaikanlah diri dengan ridha dan tawakkal, sehingga dapat sejalan dengan qadar-qadar Allah s.w.t. itu. Terimalah dan teguhkanlah keimanan kepada Allah s.w.t. dengan menyambut qadar-qadar yang tidak baik, qadar manis dan qadar pahit. Tetapi jangan lupa kepada Allah semoga kita dengan kurniaNya selalu dapat dituntun Allah kepada qadar-qadar yang baik dan manis.
3. Bersihkanlah hati dari perasaan yang bukan-bukan atas qadar Allah. Berkata syair:
"Segala qadar Tuhan pas ti tern bus dan berjalan dan juga segala hukum-hukumnya. Karena itu maka bersihkanlah hatimu dari perkataan-perkataan "la'alla" (mungkin begini dan mungkin begitu) dan "lau" (andainya kalau begini dan begitu)."
Oleh sebab itu alangkah baik dan sopan seorang hamba Allah yang hatinya dapat menerima dengan ikhlas dan ridha segala qadar Allah yang terjadi atasnya. Hatinya tidak berkata dengan perkataan-perkataan: Ah, barangkali harus begini, atau mudah-mudahan harus demikian. Juga hatinya tidak mendebat: Andainya kalau begini, dan andainya kalau begitu! Marilah kita amalkan ajaran ini sambil kita bermohon kepadaNya, semoga kita selaku hambaNya dapat diberikan kurnia taufiq dan hidayahNya. Semoga ajaran ini dapat kita amalkan sebaik-baiknya.
Kita selaku hamba Allah tidak dapat melepaskan diri daripadaNya. Karena itu kita harus memohon kepadaNya sesuai dengan wahyu Kitab SuciNya, yang telah tersebut di atas.
Mudah-mudahan demikianlah hendaknya!
Amin!