Chereads / AL HIKAM / Chapter 27 - Sebagian Tanda Sukses Pada Amal dan Cita-Cita

Chapter 27 - Sebagian Tanda Sukses Pada Amal dan Cita-Cita

Apabila dalam Kalam Hikmah yang lalu mengajarkan kepada kita, bahwa sesuatu maksud dan cita-cita akan berhasil apabila kita mencarinya dengan bcrpegang kepada Allah s.w.t., tetapi maksud dan cita-cita itu tidak mudah mcncapainya apabila kita melupakan Allah s.w.t.

Dalam Kalam Hikmah yang ke-26 ini, yang mulia Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary menggambarkan pada kita tentang sukses atau tidaknya kita dalam perjuangan hidup pada melaksanakan ketaatan kepada Allah s.w.t., tegasnya pada ajaran..!ajaran agama kita seperti yang telah ditentukan oleh Allah s.w.t.

Untuk ini maka beliau telah merumuskannya sebagai berikut:

"Sebagian tanda sukses pada (segala) kesudahan (ketaatan kepada Allah) ialah kembali kepada Allah pada (segala) permulaan."

Kalam Hikmah ini mengandung pengertian sebagai berikut:

1. Kita selaku hamba Allah belum dapat mengetahui apakah amal ibadah kita diterima oleh Allah atau tidak. Bahkan bukan masalah ibadat saja, seperti juga pekerjaan-pekerjaan, perjuangan-perjuangan yang bersifat ibadat.

Misalnya perjuangan mencapai sesuatu maksud yang baik mengenai perbaikan hidup, kita juga belum tahu apakah kita sukses pada mencapainya atau tidak.

Untuk mengetahui suksesnya, maka Kalam Hikmah ini mengungkapkan suatu kaedah pada kita yaitu apabila kita kembali kepada Allah pada permulaan sesuatu amal atau sesuatu perbuatan atau sesuatu perjuangan, maka Insya Allah kita akan sukses. Yang dimaksud kembali kepada Allah, ialah niat kita dan maksud kita itu baik dan kita tidak melupakan Allah, yakni kita serahkan kepada Allah dan kita mohonkan bantuanNya semoga yang kita hadapi itu disukseskan olehNya.

2. Kalam Hikmah ini mengandung pengertian yang dapat difahami daripadanya, yaitu kebalikan daripada di atas. Pengertian itu ialah apabila niat kita pada kali pertama tidak baik, tidak suci dan tidak murni, atau baik dan suci, tetapi kita lupa kepada Allah. Kita hanya melihat keadaan kepandaian kita, kita melihat kepada kekuatan kita, kita melihat pada usaha kita atau melihat pada perbuatan kita, yakni segalanya itu kitalah yang berusaha dan menghasilkannya, tanpa semiang pun dalam hati kita kepada Allah, maka ini adalah bahwa kita akan rugi pada kesudahannya, bahwa kita tidak sukses pada akhirnya. Ataupun kita berhasil tetapi kita tidak memperoleh keberkatanNya.

Inilah yang dimaksud dengan kata syair sebagai berikut:

"Apabila anda tidak dibantu Allah pada apa yang anda tuju, maka tidak ada jalan bagi makhluk kepadaNya. Maka jika Allah tidak menunjukkan anda setiap jalan, anda akan sesat meskipun bintang-bintang di langit menjadi dalil dan petunjuk jalan."

Syair ini memberikan pengertian pada kita, bahwa apabila Allah tidak membantu kita pada sesuatu maksud dan tujuan, maka pasti kita akan sesat dalam perjalanan. Apabila kita telah sesat arah di dalam perjalanan, kita pasti tidak akan selamat sampai pada tujuan, meskipun bintang-bintang di langit akan menjadi penunjuk jalan, namun tidak akan ada faedahnya.

3. Sehubungan dengan ajaran seperti tersebut di atas, maka seorang alim tasawuf bernama An-Nahajjuury,  Panggilan beliau ialah Abu Ya'kub, namanya Ishaq bin Muhammad kepada kampung Nahajjuur di Negara Iran, bekas kekuasaan daulah Abbasiyah zaman dahulu. Beliau berdiam dekat Masjidil Haram di Makkah bertahun-tahun lamanya hingga wafat tahun 330 H./941 M.

berkata sebagai berikut:

"Barangsiapa yang kenyangnya dengan sebab makanan, ia akan senantiasa lapar. Barangsiapa yang kayanya dengan sebab harta, ia senantiasa fakir. Barangsiapa tujuannya selain Allah, pada mencapai keperluannya, ia senantiasa diharamkan (dari maksudnya), dan barangsiapa mengharapkan pertolongan selain Allah pada pekerjaan yang dihadapinya, maka ia senantiasa akan hina-dina." 

Perkataan ini pada lahirnya aneh dan seolah-olah tidak masuk akal, tetapi apabila kita naik kepada aqidah tauhid yang haqiqi, maka atas itulah ditEmpatkan perkataan ini. Kita harus yakin bahwa nasi tidak mengenyangkan, air tidak memuaskan, pisau tidak memutuskan dan lain-lainnya. Tetapi yang mengenyangkan adalah Allah pada ketika nasi sampai ke dalam perut. Yang memuaskan adalah Allah pada ketika air telah diminum. Dan juga yang memutuskan adalah Allah ketika bertemu mata pisau yang tajam dengan benda yang disayat.

Apabila aqidah seseorang di luar itu, maka pada hakikatnya jiwanya akan senantiasa lapar, meskipun ia ken yang, jiwanya akan senantiasa haus meskipun ia puas dan lain-lain. Meskipun kenyataan hakikat di atas jarang ditemui oleh manusia biasa, tetapi kenyataan hakikat itu telah ditemukan pada sejarah dan juga oleh sebagian manusia, cuma kita tidak mengetahuinya. Lihatlah Nabi Allah Ibrahim a.s. dilemparkan tubuhnya oleh Namruz dan anak buahnya ke dalam api besar, tetapi api tidak membakarnya. Lihatlah Nabi Ayub a.s. di mana seluruh tubuhnya dimakan ulat, tetapi tidak merasakan sakit. Lihatlah Nabi Musa a.s. yang hidupnya sejak kecil dalam asuhan Fir'aun yang merupakan musuhnya, tetapi ia selamat. Dan akhirnya sebagai Nabi Allah ia menghadapi Fir'aun dengan segala kekuasaannya. Dan lihat pula Nabi Muhammad s.a.w. seorang miskin dan yatim piatu, yang sering puasa karena tidak ada makanan, tetapi selalu merasa kenyang dan kuat meninggikan kalimat Allah.

Apabila diperhatikan semua ini, maka timbullah keyakinan kita yang seyakin-yakinnya atas kebenaran perkataan di atas. Apabila kita belum merasakan kebenarannya, menunjukkan bahwa iman kita masih belum demikian sempurna dan masih belum demikian kuat dan teguh. Di dalam Taurat telah tertulis sebagai berikut:

"Wahai anak Adam! Aku jadikan engkau di dalam perut ibumu. Aku tutup mukamu dengan lapisan yang menutup, supaya engkau tidak takut di dalam rahim. Aku jadikan mukamu berpaling ke belakang ibumu supaya engkau tidak mendapatkan gangguan dari bau makanan (yang masuk dalam perut ibumu). Aku jadikan sebelah kanan dan kirimu tempat-tempat bertelekan, yaitu hati di sebelah kanan dan limpa di sebelah kirimu. Aku ajarkan engkau berdiri dan duduk di dalam perut ibumu. Maka adakah seseorang selainKu yang kuasa atas demikian? Tatkala telah cukup masa kandungan, Aku wahyukan kepada Malaikat yang spesial ditugaskan untuk rahim-rahim, agar Malaikat itu mengeluarkan engkau (dari perut ibumu). Malaikat itu mengeluarkan engkau dengan bagian-bagian dari sayapnya. Tidak ada bagimu gigi yang menggigit, tangan yang berkuasa dan berusaha untuk itu. Aku terbitkan untukmu air dalam dua urat kecil pada dada ibumu, air itu mengalir menjadi susu yang bersih, panas di waktu dingin dan dingin di waktu panas. Aku berikan rasa cinta kepadamu dalam hati ayah dan ibumu. Kedua orang tuamu tidak kenyang makan sehingga engkau kenyang lebih dahulu. Kedua orang tuamu tidak bisa tidur, sehingga engkau tidur. Kemudian tatkala telah kuat tulang belakangmu dan kuat pula kulitmu, engkau menentangKu dengan maksiat dan durhaka. Engkau berpegang atas makhluk dan tidak berpegang atasKu. Engkau tutup dirimu dari orang-orang yang melihatmu, tetapi engkau menentangKu dengan maksiat dan durhaka dalam persembunyianmu. Engkau betul-betul tidak malu padaKu. Sungguhpun begitu jika engkau memohon dan berdoa kepadaKu, doamu akan Kuperkenankan jua. Dan jika engkau meminta kepadaKu, permintaanmu akan Kukabulkan dan jika engkau bertaubat dan kembali kepadaKu, niseaya taubatmu akan Kuterima jua."

Dari ajaran Taurat ini memberikan kesimpulan kepada kita bahwa demikianlah kasih sayang Allah terhadap makhluk, tetapi kok kita selaku makhlukNya sering melupakan Dia dalam pekerjaan-pekerjaan dan perbuatan-perbuatan yang kita hadapi. Karena itu apabila kita ingin sukses, pada suatu maksud atau tujuan, sukses dengan baik dan dipimpin oleh Allah sehingga kita tenteram dengannya, sekali-kali jangan kita melupakan Allah pada permulaan apa saja dari pekerjaan dan amal yang kita hadapi.

Kesimpulan:

1. Kembali kepada Allah dan tidak melupakanNya pada permulaan apa saja, adalah pertanda bahwa kita sukses pada akhirnya. Sukses pada kehendak Allah yang tidak memudharatkan dan tidak ingin mencelakakan kita.

Apakah sukses itu sejalan dengan kehendak kita ataukah sukses itu menurut kehendak Allah saja di mana Dia bersifat kasih sayang terhadap hamba-hambaNya.

2. Kembali kepada nafsu dan keakuan kita pada permulaan pekerjaan yang kita hadapi adalah pertanda bahwa kita akan rugi dan jauh dari sukses pada akhir kesudahannya. Atau meskipun kita akan sukses juga, tetapi tidak berlandaskan kasih sayangNya Allah s.w.t. maka tidak ada artinya selain hanya rugi yang serugi-ruginya.

Na'udzubillahi min dzaalik!!!

Mudah-mudahan ajaran ini dapat kita amalkan sehingga kita tidak melupakan Allah pada maksud apa saja yang kita kehendaki. Semoga segala cita-cita kita sukses dengan izin Allah s.w.t.

Amin, ya Rabbal-'alamin ... !