Apabila dalam Kalam Hikmah yang lalu diterangkan bahwa kita tidak boleh membuang-buang waktu, tetapi haruslah dalam setiap waktu itu kita berikan perhatian kepada Allah s.w.t. pada apa yang telah ditentukan Allah atas kita. Maka untuk melaksanakan ha] itu di dalam hidup dan kehidupan ini, kita pasti akan menemui hal-hal yang dapat menghalangi rencana dan cita-cita, apabila kita tidak mempunyai kemudi dan pedoman. Maka sebagai pedomannya, yang mulia Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary telah berkata dalam Kalam Hikmahnya yang ke-24 sebagai berikut:
"Jangan anda merasa heran atas terjadinya segala kekeruhan selama anda dalam kampung dunia ini, karena bahwasanya segala kekeruhan itu tidaklah muncul selain kekeruhan-kekeruhan yang patut pada mensifatkannya dan wajiblah sifat-sifat itu."
Kalam Hikmah ini pengertiannya sebagai berikut:
1. Allah s.w.t. telah menjadikan dunia ini sebagai tempat percubaan dalam segala hal. Apakah setiap hambaNya mengamalkan perintah dan anjuranNya ataukah tidak. Apabila hambaNya telah mengamalkan semuanya itu dengan baik, maka Allah s.w.t. akan memberikan balasan pahala di akhirat yang kekal baqa. Inilah yang dimaksud firman Allah s.w.t. dalam Al-Quran Al-Karim:
"Setiap jiwa mesti merasai mati, dan Kami cubai kamu dengan yang buruk dan yang batil untuk ujian, dan kepada Kami, kamu nanti akan kembali." (Al-Anbiya': 35)
Amal perbuatan manusia dalam dunia adakalanya bertentangan dengan syahwat dan nafsunya atau bersuaian. Hal keadaan ini tidak mustahil akan menimbulkan adanya sesuatu yang disenangi dan sesuatu yang tidak disenangi.
Dari itu maka timbullah segala sesuatu yang mengkotorkan hati manusia di mana mengakibatkan tindak-tanduknya, segala sesuatu yang dikehendakinya merupakan hal-hal yang hanya dapat dikehendaki, tetapi belum tentu kejadian kesemuanya itu. Sebab apa yang dikehendaki manusia lebih banyak daripada kenyataan yang terjadi dalam dunia yang fana ini. Sebab itu maka terjadilah perebutan antara manusia pada menghasilkan sesuatu di samping timbul kekeruhan-kekeruhan dan hal-hal yang tidak baik pada hidup dan kehidupan mereka.
2. Hal keadaan di atas tidak dapat diherankan, karena dunia memang demikian. Sifat dunia harus begitu dan memang banyak segala sesuatu yang tidak disenangi terjadi dalam dunia ini. Walaupun cita-cita kita sampai pada sesuatu yang kita tuju di dunia ini, seperti kekayaan, kemewahan, kedudukan dan lain-lain, tetapi adalah sifatnya sementara, umurnya pendek, kesenangannya sedikit, tetapi bahaya-bahayanya di kanan kiri, muka belakang, tidak dapat dihindarkan. Apa pun saja dari kesenangan dunia yang kita miliki, tidaklah pada hakikatnya kita senang dan istirahat pada fikiran dan fisik kita. Bertambah kaya seseorang bukan berarti otaknya bertambah relax dari memikiri harta bendanya, apalagi kalau kekayaannya itu datang dari harta yang tidak halal, karena korupsi atau mencuri dalam cara moden, dari harta ummat atau harta Allah s.w.t. Juga bagi orang yang berpangkat tinggi, semakin tinggi kedudukannya semakin banyak fikirannya yang diarahkannya bagaimana supaya pangkatnya itu terus selama hidupnya. Ia bukan takut kepada Allah yang telah memberikan nikmat dan kurniaNya, tetapi ia takut kepada manusia-manusia saingannya dan ingin merebut kedudukan itu daripadanya. Maka ia berusaha mati-matian untuk mempertahankan kedudukan dan kekayaannya itu, meskipun ia menginjak-injak agamanya dan hak-hak kemanusiaan. Hal keadaan ini tidak menjadi persoalan baginya. Dan apabila Tuhan bertindak kepada orang-orang ini, usahanya bangkrup, kekuasaannya jatuh, rahasianya terbuka, maka terjadilah padanya apa yang telah terjadi pada orang-orang sebelumnya. Inilah kenyataan dunia yang kita lihat perputarannya setiap hari dan saat. Oleh karena itu dunia ini bukanlah tempat kesenangan dan bersenang-senang, sebab dunia ini adalah tempat beramal dan menyimpan amal untuk keselamatan dan kebahagiaan yang abadi di negeri akhirat.
Barangsiapa mencari sesuatu yang tidak ada pada tempatnya, maka pasti ia tidak akan menemukan selain hanya meletihkan diri semata-mata, sebagaimana syair Ja'far Ash-Shadiq:
"Barangsiapa yang mencari sesuatu yang tidak dijadikan (oleh Allah s.w.t.) niseaya ia meletihkan dirinya dan tidak ada rezeki baginya."
Orang bertanya kepada beliau, apakah yang dimaksud dengan mencari sesuatu yang tidak dijadikan Allah di dunia ini? Maka beliau menjawab:
"Sesuatu itu ialah istirahat dalam dunia."
Oleh karena itu berkata syair atas pengertian yang tadi:
"Anda mencari istirahat dalam kampung (dunia) yang fana ini, sia-sialah orang yang mencari sesuatu di mana sesuatu itu tidak ada."
Inilah sifatnya dunia, dan dunia bukanlah tempatnya untuk bersenang-senang. Seorang sahabat Nabi besar Muhammad s.a.w. bernama Ibnu Mas'ud telah berkata:
"Dunia adalah kampung susah dan gundah, maka andainya jika terdapat kesukaan di dunia anggaplah itu suatu keuntungan." Perkataan Ibnu Mas'ud ini seolah-olah ditafsirkan oleh Imam Junaidi
Baghdady r.a. di mana beliau telah berkata tentang dunia:
"Aku tidak tertarik pada dunia yang kadang-kadang datang datang atasku, karena aku telah menetapkan suatu ketetapan, bahwa dunia adalah kampung susah dan gundah, kampung bala dan fitnah. Sesungguhnya alam ini semua adalah jahat dan setengah dari filsafat alam adalah ia mendatangi aku dengan tiap-tiap sesuatu yang tidak kusenangi. Maka jika ia datang kepadaku dengan sesuatu yang aku senangi, maka itu adalah suatu kurnia, dan jika tidak, maka yang asli adalah ketetapanku yang pertama tadi."
Seorang ahli tasawuf yang lain bernama Abu Turab r.a telah berkata:
"Wahai manusia! Kamu mencintai tiga macam, padahal ketiganya itu bukanlah milikmu. Satu kamu mencintai dirimu, padahal diri itu milik hawa dan nafsu. kedua kamu mencintai rohmu, padahal nyawa itu milik Allah s.w.t. Ketiga kamu mencintai hartamu, padahal harta itu milik ahli waris turun-temurun." Di samping itu pula kamu mencari dua macam lagi, padahal keduanya itu tidak akan kamu peroleh yakni istirahat di dunia, dan bersuka ria di dalamnya. Keduanya ini tidak akan ada di dunia, tetapi keduanya tempatnya di syurga...."
Semuanya ini disyairkan oleh penyair sebagai berikut:
"Barangsiapa yang tujuannya dalam dunia mencari kehidupan yang selamat dan bahagia, terhindar dari susah dan serba macam kekacauan, berarti mencari sesuatu yang mustahil dan tidak mungkin adanya."
3. Setelah mempelajari ini semua, maka tidak ada jalan lain bagi kita, selain hanya menjadikan dunia ini tempat beramal dalam arti yang luas, karena Allah s.w.t. meninggikan kalimahNya dan menjalankan segala yang diridhai olehNya. Segala sesuatu yang terjadi atas dunia hendaklah kita hadapi dengan sabar, ridha dan tawakkal. Sabar ketika ada percubaan di samping bersyukur ketika ada nikmat. Tetapi sabar adalah lebih tinggi pahalanya dari syukur, karena sabar jauh lebih sukar dari bersyukur."
Berfirman Allah s.w.t. dalam Kitab Suci Al-Quran Al-Karim:
" .... Hanya sesungguhnya orang-orang yang sabar akan dibayar cukup pahala mereka dengan tidak ada terbatas." (Az-Zumar: 10)
Perkataan "hanya sesungguhnya" adalah dalil yang meyakinkan, bahwa pahala sabar tidak ada batasnya, tetapi pahala syukur dan lain-lain terbatas dan ada batasannya.
Tentang ketinggian mutu sabar, seolah-olah Saiyidina Ali telah menafsir-kan ayat tadi dalam pengertian kata bdiau sebagai berikut:
"Sabar melihat pada iman adalah laksana status kepala melihat pada tubuh. Tidak ada artinya tubuh bagi orang yang tidak ada kepala, dan tidak ada artinya iman bagi orang yang tidak ada sabar baginya."
Oleh karena itu wajib bagi kita sabar dalam menghadapi segala sesuatu.
Kesimpulan:
1. Dunia ini pada hakikatnya bukanlah tempat bersenang-senang, tetapi adalah tempat beramal untuk keselamatan dan kebahagiaan yang abadi di negeri akhirat. Segala yang tidak diingini dan segala hal yang bertentangan dengan kehendak kita dalam arti yang luas pasti terjadi dalam dunia dan kita tidak boleh heran atas kejadian-kejadian itu. Itu adalah sifatnya dunia dan itu adalah hakikatnya dunia.
2. Kewajiban kita ialah menghadapi semuanya itu dengan bersabar, di samping tidak lupa memohon kepada Allah s.w.t. dengan mengerjakan segala perintah-perintahNya dan menjauhi segala larangan-laranganNya.
3. Orang yang sabar adalah orang yang tidak merasa cukup dengan amal-amal kebajikan yang dikerjakannya. Orang yang sabar tidak mengakui, bahwa dirinya sudah bersih dari segala kekurangan-kekurangan. Orang yang sabar tidak mau mengadukan halnya kepada manusia, selain hanya kepada Allah s.w.t. Orang sabar menerima dengan senang qadha' dan qadarNya Allah s.w.t. apakah itu baik ataupun kebalikannya. Dan orang yang sabar tidak ingin dipuji orang dalam segala amal perbuatannya.
Maka menahan diri atas segalanya demi untuk mengatasi segala sesuatu yang menghambat hubungannya dengan Allah s.w.t. dan ajaran-ajaran agamaNya, di samping beramal terus untuk agama, bangsa dan negara, karena Allah s.w.t.; orang yang beginilah orang yang betul-betul diridhai oleh Allah s.w.t.
Mudah-mudahan kita tidak disibukkan oleh dunia yang fana ini dan mudah-mudahan kita dapat terus berbakti untuk meninggikan agama Allah sebelum kita kembali kepadaNya.
Amin, ya Rabbal-'alamin!