Chereads / AL HIKAM / Chapter 22 - Bagaimana Sifat Hakikat Doa Kepada Allah s.w.t.

Chapter 22 - Bagaimana Sifat Hakikat Doa Kepada Allah s.w.t.

Mengenai ini yang mulia Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary telah merumuskan dengan Kalam Hikmahnya yang ke-21 sebagai berikut:

"Menuntut anda daripadaNya (Allah) adalah kurang percaya kepadaNya. Menuntut anda kepadaNya adalah (berarti) anda tidak melihatNya. Menuntut anda kepada lainNya, adalah karena sedikit malu anda terhadapNya. Menuntut anda dari lainNya, adalah karena terdapat jauhnya anda daripadaNya." 

Pengertian Kalam Hikmah ini adalah sebagi berikut:

Kita selaku hamba Allah menghendaki, bahwa dengan amal ibadat yang kita kerjakan, atau dalam melaksanakan ketaatan kita kepada Allah s.w.t., seyogyanya kita dalam seluruh tindak-tanduk dan pekerjaan-pekerjaan dalam hidup duniawi ini hendaklah kita yiatkao untuk menghampirkan diri kita kepadaNya.l Hati kita tidak boleh masygul dengan hanya meminta dan menuntut kepada Allah s.w.t. dalam segala sesuatu tanpa diikuti dengan perbuatan. Bukan berarti kita tidak boleh berdoa kepada Allah s.w.t., bahkan kita selalu hendaknya berdoa dan memohon kepadaNya. Menurut hamba-hamba Allah yang muqarrabin, bahwa doa dan permohonan itu ada macam-macam sifatnya. Sifat-sifat ini adalah menurut penilaian perasaan makrifat mereka. Karena itu tidak dapat disamakan doa mereka dengan doa orang-orang awam.

[A]

"Menuntut anda daripadaNya (Allah) berarti kurang kepercayaan anda kepadaNya".

Maksudnya, kita memohon kepada Allah, kita meminta kepadaNya, semoga Allah memberi rezeki kepada kita. Misalnya kita beri'tikad, bahwa jikalau tidak kita memohon kepadaNya, maka maksud kita tidak disampaikan oleh Allah s.w.t. I'tikad kita yang begini menurut hakikat tauhid dan tasawuf tidak baik, sebab hal keadaan ini membawa kurang kepercayaan kita kepada ilmu Allah, kepada rahmatNya, dan kepada janjiNya.

Sebab apabila kita percaya kepada Allah, bahwa Allah telah mengetahui segala hal keadaan kita, apa yang kita maksudkan danapa yan kita kehendaki, Allah telah mengetahuinya, karena itu pada hakikatnya kita tidak perlu minta kepadaNya supaya hajat kita diperkenankanNya.

Sebab ini akan menimbulkan kepercayaan yang tidak baik, bahwa dengan meminta dan memohon itu cita-cita kita sampai, tetapi apabila tidak meminta dan memohon, maka tidak disampaikan olehNya. Padahal Dia telah mengetahui segala maksud kita dan Dia tahu pula manakah yang baik untuk kita dan manakah yang tidak.

Apabila kita percaya kepada Allah dengan rahmatNya, bahwa Dia adalah Pengasih dan Penyayang, karena itu tentu saja maksud kita disampaikan olehNya. Dan ini sudah cukup untuk kita, tidak perlu lagi kita meminta kepadaNya, sebab tidak lain efeknya selain menimbulkan kepercayaan yang tidak baik, atau dengan kata lain, tidak yakin kepada rahmatNya di mana Dia bersifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Juga kita harus percaya kepada janjiNya, bahwa Dia telah menentukan segala sesuatu pada masa "azal", dan seluruh apa yang ditentukan olehNya. (Dialah yang mentakdirkannya, pada hari dan zaman tertentu, sebab janji Allahlah yang berjalan. Karena itu orang tasawuf yang muwahhid dan hampir kepada Allah s.w.t. tidak meminta-minta kepada Allah dalam hal ini. Maka tepatlah seperti ucapan sebagian ahli tasawuf:

"Jangan adalah kamu memohon rezeki merupakan orang-orang yang mementingkan (bahwa dengan permohonan itu rezeki kamu dapati), maka kamu adalah orang-orang yang kurang percaya kepada Allah yang Maha Memberi rezeki."

Sebagaimana telah kita sebutkan di atas, bahwa segala sesuatu itu telah ditentukan oleh Allah, dan Allah akan menepati janjiNya, karena itu maka kepada Nabi Muhammad s.a.w. diperintahkan Allah untuk mengucapkan permohonan sebagai pengakuan bahwa Allah yang Maha Kuasa dan Maha Menghendaki atas segala-galanya. Hal keadaan ini tdah tersebut dalam Al-Quran:

"Katakanlah (hai Muhammad!): Wahai Allah yang mempunyai kerajaan! Engkau berikan kerajaan kepada siapa yang Engkau kehendaki, Engkau ambit kerajaan dari siapa yang Engkau kehendaki, Engkau muliakan dan Engkau rendahkan siapa yang Engkau kehendaki, di tangan Engkau kebaikan. Sesungguhnya Engkau (adalah) Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang, Engkau masukkan siang ke dalam malam, Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup, dan Engkau berikan rezeki bagi yang Engkau kehendaki tanpa batas." (Ali Imran: 26-27)

Ayat ini adalah dalil bagi kita tentang ajaran apa yang telah disebutkan sebelumnya.

[B]

"Menuntut atau memohon anda kepadaNya berarti anda tidak melihatNya."

Maksudny,a ialah, apabila kita memohon kpada Allah supaya kita hampir kepadaNya dan hilang hijab-hijab yang mendinding antara kita denganN ya, sehingga apabila kita telah hampir kepadaNya dan segala hijab-hijab itu telah hilang tentu kita melihatNya dengan matahati kita.

Permohonan atau doa yang begini sifat lahiriahnya adalah baik, tetapi bagi pandangan hamba Allah yang muqarrabin adalah kebalikannya, sebab kewajiban kita adalah beramal dengan mujahadah, yakni memerangi hawa nafsu, syaitan dan iblis dalam segala gerak dan perbuatan kita. Apabila kita beramal dengan istiqamah, karena Allah s.w.t., Insya Allah Dia akan menghampirkan diri kita kepadaNya. Apabila kita telah hampir kepada Allah, maka kita tidak perlu bermohon lagi, bahkan pada hakikatnya kita tidak perlu meminta "hampir" kepadaNya, sebab memang Dia telah hampir dan begitu dekat kepada kita. Bukankah Allah telah berfirman dalam AI-Quran Al-Karim:

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan Kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya." (Qaaf: 16)

Kita saja yang tak melihat Allah, bahkan bagi orang awam betul-betul Allah tidak dilihatnya baik oleh matanya sendiri ataupun oleh matahatinya. Ini bukan berarti bahwa Allah jauh dari kita, tetapi Dia adalah dekat dan Maha Dekat.

Hal keadaan ini telah dijelaskan oleh Allah dalam Kitab Suci Al-Quran:

"Dan Kami lebih dekat kepada orang itu dari kamu, tetapi kamu tidak melihat." (Al-Waqi'ah: 85)

[C]

"Menuntut anda kepada selain Allah berarti karena sedikit malu anda kepadaNya."

Maksudnya, bahwa pada umumnya kita manusia dalam hidup dan kehidupan kita mempergunakan sdain Allah sebagai tujuan. Kita mencari mata-benda dunia seolah-olah menjadi tujuan hidup kita. Kita mencari kemegahan dan kemuliaan seolah-olah itu merupakan kebahagiaan terakhir bagi kita.

Ada pula sebagian orang yang mengerjakan amal ibadat, tetapi tujuannya untuk mencapai keramat dan lain sebagainya. Apabila kehendak kita, permohonan kita dan doa kita untuk maksud-maksud di atas, berarti kita kurang bermalu kepada Allah, sebab kita telah memalingkan diri kita pada selainNya. Tetapi apabila kita selaku hambaNya bermalu kepadaNya, pastilah kita tidak memalingkan hati kita kepada selain Allah, bahkan semuanya tertuju padaNya. 

Kita bermohon dan berdoa kepadaNya bukan untuk kepentingan duniawi dan bukan untuk mencapai keramat dan lain-lainnya, tetapi adalah untuk memantapkan aqidah kita, bahwa betul segala-galanya itu datang dari Allah dan kembali kepadaNya. Inilah yang dimaksudkan dengan doa Nabi di atasseperti yang telah disebutkan dalam surat Ali lmran, ayat, 26-27.

[D]

"Menuntut anda dari selain Allah adalah karena terdapat jauh anda daripadaNya."

Maksudnya, untuk mencapai sesuatu yang bersifat duniawi, kita arahkan semata-mata pandangan dan perbuatan kita kepada selain Allah, sedangkan hati kita tidak ingat kepadaNya, atau dengan kata lain dapat digambarkan, kita berusaha untuk mendapatkan sesuatu cita-cita seperti kekayaan, kedudukan, dan lain-lain. Kita mencarinya dan menuntutnya kepada sebagian manusia, tetapi dalam kita berusaha dan mencarinya itu kita lupa kepadaNya. Kita mengajukan permohonan kepada selainNya, kita mengharapkan semua manusia yang bersangkutan memperkenankannya. Tetapi dalam pada itu kita lupa pada Allah s.w.t. lni menunjukkan bahwa kita jauh dari Allah, kita tidak dekat denganNya. Dalam kekuasaanNyalah segala sesuatu dari alam makhluk di bumi dan di langit, di dunia dan di akhirat. Karena itu meskipun lahiriah kita menuntut dan mengemukakan permohonan kepada makhluk, tetapi hendaklah batiniah kita berpegang dan memohon dengan perasaan penuh tawakkal kepada Allah s.w.t.

Kesimpulan:

Segala tujuan, permintaan dan permohonan dalam empat sifat di atas adalah kurang baik, bahkan tidak bailc, menurut ajaran akhlak tauhid dan tasawuf. Karena itu bagaimanakah permohonan kepada Allah yang dikatakan baik?

Doa dan tuntutan, permohonan dan permintaan kepada Allah yang dikatakan baik ialah, kita memohon kepada Allah bukan karena sesuatu seperti yang telah tersebut dalam empat sifat gambaran di atas, tetapi kita berdoa kepada Allah adalah karena 'ubudiyah atau kehambaan kita selaku hambaNya kepada Allah s.w.t., demi rububiyahNya (ketuhananNya). Maka kita berdoa kepadaNya tidak lain semat:a-rriata memenuhi anjuranNya untuk menjaga adab kita kepadaNya, sehingga kita tidak digolongkan dalam hamba-hambaNya yang sombong dan takabbur.

Bukankah Allah s.w.t. telah berfirman dalam Kitab Suci Al-Quran:

"Dan Tuhan telah beifirman: Berdoalah kepadaKu, nanti Kuperkenankan (permintaan) kamu itu, sesungguhnya orang yang menyombongkan dirinya dari menyembahKu akan masuk dalam Neraka Jahanam dengan kehinaan." (Al-Mukmin: 60)

Dengan demikian kita berdoa kepada Allah s.w.t. terlepas dari segala macam ini dan itu, tetapi adalah karena semata-mata mematuhi ajaran Allah, dan karena inilah kita berpahala dengan berdoa, meskipun pada hakikatnya kita tidak perlu berdoa kepadaNya, sebab Allah s.w.t. Maha Mengetahui dalam segala-galanya. Hendaklah niat kita berdoa karena semata-mata beribadat dan mematuhi ajaran Allah s.w.t.

Mudah-mudahan ajaran yang baik ini dapat kita fahami dan kita amalkan di dalam bagaimana kita berdoa seharusnya menurut ajaran akhlak Tauhid dan Tasawuf seperti yang telah diamalkan oleh hamba-hamba Allah salihin, 'arifin dan muqarrabin.

Amin!