Eideth mendapati kesadarannya di tengah ruang yang hampa. Sensasi asing yang begitu familiar untuknya. Entah kenapa Ia tidak dapat menikmati kedamaian dari ketenangan itu, malah bertambah emosi. "Ayolah, sampai kapan Aku akan pindah ke ruang kosong seperti ini hanya karena pikiranku tak mampu menaksir ketidakterbatasan" teriaknya berpikir akan ada yang membalas.
"Hehe, baiklah kalau begitu," Eideth menoleh dan melihat Vista, "bagaimana jika Kita pindah ke tempat yang lebih familiar". Dengan satu jentikan jari, ruang disekitar mereka berubah menjadi suatu yang Eideth kenali. Mereka berada di kamarnya, atau pikirnya begitu. "Aku mengubahnya menjadi kamarmu, Kamu punya selera yang standar" pujinya selagi Ia mengambil tempat duduk di sebuah kursi.
Eideth menyadari orang yang di depannya bukanlah Vista, melainkan Dewa dunia lain. Ia hanya mengambil perwujudan melalui ingatan dalam pikirannya. Ia memang masih menganggap Vista sebagai Apostle dunia lain, Ia berpikir mungkin itu alasan Dewa dunia lain itu memakai wujudnya sekarang. "Kenalkan, Aku Varrak, Dewa Kekacauan dan Hiburan" sapa Varrak. Eideth memasang ekspresi datar tidak terkesan sedikitpun.
Varrak tergigik, "haha, sudah kuduga, Kamu adalah kasus yang spesial, Aku membuat pilihan yang tepat memerintahkan Carmilla untuk membawamu kemari" ungkapnya. Varrak dapat melihat ketidaksukaan di mata Eideth, tapi Ia tidak mengatakan apa-apa. "Apa Kamu tidak ingin menanyakan sesuatu" tanya Varrak. "Tidak, Aku tahu tidak ada gunanya mencoba merubah ataupun memahami ideologimu, katakan saja apa yang Kau inginkan" balas Eideth mencoba bersikap sopan.
Varrak tertawa, orang yang Ia temui memanglah spesial. "Sudah kuduga, Kamu adalah seorang profesional, seperti yang diharapkan pada orang yang sudah melewati berbagai dunia" puji Varrak. Ia berdiri dari kursinya, mendekati Eideth membuka sebuah penawaran. "Seperti yang sudah Kamu dengar, Aku ingin Kamu menjadi Apostle ku, sebagai imbalannya, Aku akan mengabulkan keinginanmu".
Eideth menunjukkan ketidaktertarikkan, "maaf, tapi Kamu tidak bisa mengabulkan keinginanku" balasnya. "Lalu, permintaan apa itu" tanya Varrak, "Aku ingin mati tanpa penyesalan" jawabnya. Varrak tampak kecewa dan membalikkan pandangannya. "Aku mengerti, jadi mengikutiku takkan bisa mengabulkan keinginanmu itu", Varrak tersenyum dengan sinis menggunakan wajah Vista. "Sayang sekali, Kamu tak punya pilihan". Dibelakang Varrak, sebuah bilah dari [Statis] dipenuhi dengan kekuatan dunia lain mengarah padanya. "Menggunakan [Stasis] milikmu ini, Aku akan menyalurkan kekuatanku pada [Seed] yang adalah dalam tubuhmu" ungkapnya.
Wajah Eideth tak menunjukkan perubahan, Ia tampak sudah mengetahui semua ini akan terjadi. "Ayolah, buat wajah terkejut atau semacamnya, Kamu sangat tidak menyenangkan" keluh Varrak. "Untuk apa, Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa, Aku tahu jangkauan "absolut" seorang dewa, makhluk fana sepertiku takkan bisa menghindar walaupun Aku mau" jelasnya. "Kamu sangat berpengetahuan, Aku benar-benar di luar ekspektasi" puji Varrak.
"Aku sangat terkagum dengan [Stasis] ini kau tahu?" Varrak menatap, "esensi dari kekuatanmu, "yang menginginkan dunia tidak berubah" cukup ironis" jelasnya. Mata Eideth semakin terbuka karena terkejut, Ia tak tahu [Stasis] memiliki esensi seperti itu. Ia malah kebingungan mendengar Varrak mengatakan [Stasis] adalah kekuatannya. Ada sesuatu yang janggal pikir Eideth.
"Dewa dunia ini, Zatharna namanya, memberimu kekuatan baru, sesuatu yang lebih Kamu inginkan, [Conceptualize: TTRPG], tercipta karena Kamu ingin bersenang-senang" jelas Varrak melihat tubuh Eideth, kemungkinan melihat [Seed] yang ada didalamnya. "Kamu menciptakan dua kekuatan berbeda karena keinginan yang kuat di dalam hatimu, atau kekuatan itu bermanifestasi dengan sendirinya" kata Varrak.
"Tidakkah Kau lihat, pandanganmu sama dengan ideologiku, jadi mengapa Kamu harus menolak". "Karena Aku manusia fana, karena Kamu bukan Dewaku, Aku harap Kamu mengerti, jadi lakukan saja" Eideth pasrah. Menerima takdirnya, Eideth menutup matanya mengharapkan yang terbaik. Varrak hendak menusuk Eideth tapi sebuah figur dari bayangan menghalanginya. "Deith?" Eideth kaget melihat pendukungnya bisa masuk ke alam bawah sadarnya. Meskipun begitu, [Stasis] berhasil menembus tubuh Deith, menusuk mereka berdua bersamaan.
"Wah, wah, bukankah ini menarik" Varrak tertawa. Kelopak mata Eideth terasa begitu berat, Ia segera kehilangan kesadaran. Eideth tersadar di sebuah ruangan yang aneh, melihat arsitektur ruangan, Ia tidak berada di Artleya. Eideth memperhatikan ruangan itu dengan seksama dan menyadari dimana Ia berada. "Jangan bilang…" Eideth melihat seorang anak kecil tengah bermain bersama orang tuanya. Eideth seketika meneteskan air mata, pandangan matanya terlihat sedih dan rindu.
…
"Kau kembali," sapa Varrak, "bagaimana rasanya". Varrak begitu Bahagia melihat ekspresi wajah Eideth, Ia akhirnya bisa merusak wajah datarnya itu. "Kau…" Eideth menatap Varrak dengan tatapan kebencian tapi Ia seketika menahan emosinya. "Bagaimana rasanya menjalani kehidupanmu di masa lalu, jika Kamu langsung saja menerima berkah dariku, Kamu tidak perlu mengalami penderitaan itu lagi" ujarnya. Varrak tampak tidak bersimpati sama sekali pada Eideth, membuatnya menjalani ingatan hidupnya dari awal.
"Heh, Kau pikir itu cukup untuk merubah pikiranku," ujarnya dengan sombong, "Kau pikir Aku membenci masa laluku itu, atau Aku ingin kembali ke mereka". Eideth berjalan mendekati Varrak dengan wajah mengintimidasi. Eideth melihat tubuhnya masih tertancap [Stasis] mendapat sebuah ide. "Varrak, apa Kau ingin membuat sebuah taruhan" sarannya. "Aku akan menerima 10 pengulangan lagi, jika Kamu…"
…
Eideth tersadar Ia sedang duduk berlutut di depan Carmilla dan Theo. Mereka menyambutnya dengan ramah, "akhirnya Kamu bangun Apostle baru" sambut Theo. Eideth melihat tangannya, mencoba membangunkan indranya kembali. Ia menggerakkan jarinya dan berkomentar, "Aku tidak pernah merasa utuh sebelumnya, oh, halo". Eideth bangun dan menghajar Theo di wajahnya.
Carmilla diam membeku, Ia mencoba memikirkan apa saja yang baru terjadi. Mereka yakin Eideth sekarang seorang Apostle, jadi mengapa Ia tidak terpengaruh kekuatan Dewa sama sekali. "Pfft, Kalian pikir Aku akan bergabung dengan Kalian hanya karena Aku di beri berkah oleh Varrak sepertimu," Eideth tertawa dan mundur kembali pada rekannya, "Aku akan menunjukkanmu persembahan istimewaku sendiri".
Reinhardt dan Claudias menghampiri Eideth, mereka khawatir padanya takut pikirannya dikendalikan. Eideth berkata Ia baik-baik saja dan mereka harus fokus dengan lawannya sekarang. "Semuanya di posisi" perintah Reinhardt, Mereka langsung bersiap untuk pertempuran frontal. Eideth mengambil posisinya di belakang sebagai Catalyst. Rekan-rekannya agak panik karena petarung utama mereka mengambil bagian pendukung tapi mereka yakin Ia punya rencana.
"Seperti rencana sebelumnya, fokus pada lawan Kalian, Eideth, lakukan apa yang harus Kau lakukan Kami percaya padamu" ujar Reinhardt. Eideth bisa merasakan ekspektasi dan kepercayaan di taruh padanya, membuatnya tersenyum kembali. "Ya, percaya padaku, [Stasis]" Eideth berniat mengganti kelasnya tapi Ia butuh waktu sambil melihat bilah cahaya yang berkedip itu.
"Aku akan menaruh kutukan ini padamu, setiap kali Kamu memakai [Stasis], Kamu akan menjalani ulang ingatanmu dari awal hingga saat itu, bersama dengan kekuatan berkah dariku saat Kamu memutuskan untuk berubah pikiran, jadi lakukanlah" Eideth mengutip perkataan Varrak. Eideth merenungkan keputusannya untuk memakai [Stasis] tapi Ia sudah tahu jawaban yang jelas.
Eideth menusuk dirinya dengan [Stasis] untuk mengganti kelasnya. Ia bisa merasakan rasa sakit yang cukup menusuk selagi pikirannya terbawa menonton ulang ingatannya. Meski hanya beberapa detik untuk yang lain, Eideth mengulang kembali hidupnya dalam jangka waktu itu. Ia berpikir betapa mustahilnya hal itu, namun mengingat itu adalah ingatan, itu adalah pengalaman dejavu yang cukup panjang. Eideth butuh beberapa saat mengatur kepalanya memastikan Ia sadar dalam kenyataan bukanlah ingatan. "Aku tahu Aku bakal jadi gila, tapi ini sedikit berlebihan" komentarnya.
Melihat lawannya melamun, Theo segera melancarkan serangan. Ia tak memberi mereka waktu untuk menyadari keadaan sekitar, melewati semua orang begitu cepat untuk sampai kepada Eideth. Theo melayangkan pukulan uppercut ke perut Eideth hingga Ia terpental jauh. Eideth kehilangan udara dalam paru-parunya dan pandangannya menjadi kabur. "Ayolah, Aku baru saja sadar tadi". Ia menabrak sebuah menara menghentikan jatuhnya.
Theo segera membentuk kubah dari dinding penghalang di sekitar mereka, memastikan Eideth tidak bisa masuk. Kini pertarungan menjadi tidak seimbang dengan empat lawan lima. Petarung unik mereka telah keluar dari pertarungan bahkan sebelum resmi dimulai. Theo memastikan mereka Ia takkan ikut campur karena Ia mengawasi Eideth. Reinhardt tidak tahu mendapati informasi itu meyakinkan tapi Ia harus fokus dengan lawannya. "Ayo Kita bermain lagi Pangeran" Carmilla segera menyerang Reinhardt.
Carmilla membawa Reinhardt jauh dari rekannya yang lain supaya Ia tidak dapat memberi mereka bantuan. Vista, Claudias, dan Paladin tetap berkumpul bersama. Mereka tidak mau terpisah lebih jauh dengan lawan yang menjadi kelemahan mereka. Kalos maju lebih dulu mencoba mengincar Paladin, Claudias menyadari itu segera menghadangnya.
Mereka memakai taktik observasi musuh, dengan memperhatikan gerakan lawan mereka, mereka dapat memberi balasan yang sempurna. Dandelia hendak mengganggu tapi dihalangi Vista. "Tampaknya hanya tersisa Kau dan Aku, Paladin" Arlaw mencoba berbicara padanya tapi tak mendapat balasan. "Kenapa tidak bicara, kucing mengambil lidahmu" tanya Arlaw mencoba memancingnya. Paladin mengeluarkan buku tulis dengan jawaban yang sudah ditulis sebelumnya. [Aku mengambil sumpah diam] tulisnya disana. "Sial" umpat Arlaw selagi menghadang pedang Paladin.
Sekarang pengaturan lawan mereka sudah sedikit lebih baik. Reinhardt bisa sedikit fokus pada Carmilla tanpa harus mengkhawatirkan rekannya. "[Wind Blade]" Reinhardt mencoba membuat jarak dengan Carmilla. Ia dengan mudah menepis serangannya ke samping. "Serangan lemah macam apa itu, ayo tunjukkan kemampuanmu" serunya. Carmilla menyadari Reinhardt menerbangkan semua benda di sekitarnya, menyulitkan Carmilla memakai kekuatan Transmutasinya merubah benda.
"Cukup pintar Pangeran," Carmilla mengambil sebuah bahan yang tidak bisa Reinhardt terbangkan. Semua material dari besi yang tertancap di tanah seperti tiang lampu dan pagar pelindung trotoar. Ia memakai besi itu untuk membuat senjata runcing seperti pasak, proyektil, bahkan dinding runcing dari pedang untuk menghalangi Reinhardt. "Rencanamu gagal Pangeran" ejek Carmilla. Reinhardt menahan diri mengulur waktu. Mereka sadar mereka tak bisa mengeluarkan kekuatan penuh mereka menunggu tanda dari Eideth.
Di atas atap bangunan, Eideth senang Theo mengusirnya dari sana sehingga Ia ada waktu untuk berpikir. Eideth mengeluarkan Mana scope miliknya dan membuat beberapa perhitungan. Eideth bisa merasakan pengaruh [Stasis] miliknya mulai bekerja. Ditambah Ia mendapat pemberitahuan yang menyebalkan. [Eideth, apa yang terjadi, kenapa Kami] Zatharna menjadi panik, "maafkan Aku Zatharna" ujarnya.
[Peringatan, Entitas asing tengah mengambil alih otoritas sistem]
[Peringatan, GM Zatharna telah diberhentikan paksa]
[Peringatan, pengaruh Entitas asing sedang menguasai sistem]
[Peringatan, membuat laporan kepada IDC terkait masalah ini]
Eideth tidak menyangka akan seribut itu, tapi mau bagaimana lagi. Ia sedang bertaruh dengan Dewa dunia lain. [Varrak, Dewa Kekacauan dan Hiburan telah diangkat menjadi GM] tulisnya. [Hohoho, ini menyenangkan, Aku tidak pernah melihat tampilan kekuatan seperti ini] ujar Varrak. Eideth bersiap untuk rasa sakit yang akan datang, "argh…" kekuatan Varrak mencoba membentuk sebuah persona baru untuk Eideth.
[Menciptakan Persona baru]
[Apostle menolak Persona baru]
[Penerimaan Persona baru gagal]
Eideth tersungkur kehabisan nafas menahan teriakannya sebaik mungkin. Ia tidak ingin yang lain khawatir dengannya. Varrak tertawa dan bertanya karena penasaran, "mengapa Kamu begitu keras menolaknya, tidak akan sakit jika Kamu menerima pemberianku". "Kita bertaruh Kamu ingat, Aku akan memakai kekuatanmu sebanyak yang kumau selama Aku tidak terpengaruh dengan Persona itu" ungkapnya.
Eideth mengelap liur yang keluar dari mulutnya, "ayo Kita mulai, Halq" teriaknya. Eideth mengganti lembar karakternya menjadi Halq the Chronurgy Wizard. Seorang Wizard level 20 yang memiliki ratusan mantra yang Ia hafal. Eideth mulai dengan merapal mantra level 6 [Disintergrate], menembakkan sinar hijau tipis ke dinding pelindung milik Theo. Ketika sinar itu menyentuhnya, dinding penlindung itu pecah seperti kaca kemudian luruh menjadi debu. Mata Theo melotot tidak percaya, Ia berpikir sihir macam apa yang bisa menghancurkan pelindungnya itu.
"[Stasis]" Eideth berniat merubah kembali kelasnya menjadi seorang Bard level 5. [Kenapa Kamu melakukan itu] tanya Varrak kebingungan. Eideth tidak mau mengungkapkan rencananya begitu cepat apalagi pada musuhnya, "lihat saja, Aku akan menunjukkan caraku Bermain". Eideth menusuk dirinya dengan [Stasis] dan dihadapkan dengan pengulangan ingatan itu.
[Penerapan Persona baru gagal]. Kali ini Eideth pulih lebih cepat, walau rasa sakit akibat melakukannya tetap sama. "Ugh, apa ini yang namanya PTSD", Eideth membuat sebuah gestur dengan tangannya lalu bersiap untuk bertarung. Eideth mengambil gitar yang Ia simpan dalam otoritasnya lalu mulai memainkan sebuah lagu.
Lantunan musik itu dapat terdengar dengan jelas, hingga mereka semua berhenti bertarung sejenak memastikan suara itu nyata. "Tuhan… Aku tak bisa berubah, tidakkah Kau mau terbang tinggi, burung bebas, yeah" Ia bernyanyi menggunakan bahasa asing, Eideth mulai memainkan riff gitar paling keras yang Ia bisa. Saking seriusnya, Ia harus berlutut karena beratnya musik itu.
Meski rekan-rekannya tak mengerti perkataan, tubuh mereka merasa aneh. Mendengar lagu itu, mereka terasa dipenuhi energi. Claudias menghajar Kalos untuk memastikan dan ternyata benar, kekuatannya meningkat pesat. Arlaw menyerang Paladin yang melamun mendengar lagu itu, tapi Paladin tidak bergeming sedikitpun. Mereka tidak menerima kerusakan sedikitpun dari lawan mereka dan mendapat kekuatan tambahan.
"Ayolah ini tidak adil" keluh Dandelia. Ia menyentuh dadanya dan mencoba menarik keluar kekuatan dari Varrak. Apostle lain juga mengikutinya untuk menambah kekuatan mereka. Eideth tahu Ia takkan bisa membantu rekannya hanya dengan menjadi pendukung. Lagu "burung kebebasan" miliknya itu hanya memberi imunitas serangan selama waktu tiga detik, dan penerapan ulangnya acak. Itu bukanlah buff pertahanan yang efektif untuk waktu yang lama. Meskipun begitu Ia harus terus mengulur waktu.
Theo menyerang Eideth menggunakan dinding pelindungnya. Eideth melompat turun untuk menghindar, tapi satu serangan Theo berhasil mengenai gitarnya hingga hancur. Ternyata Eideth tidak benar-benar memainkan musik itu, Ia memasukkan ponselnya ke dalam gitar, pura-pura bermain selagi musiknya berjalan. Theo mengejek tipuannya itu tapi Eideth tak peduli. Mustahil baginya untuk mahir memainkan gitar hanya dalam beberapa jam. Sekarang Ia punya masalah lebih besar, "bagaimana Aku menghadapi penghalang itu".
Kekuatan Theo adalah [Barrier], Ia dapat membuat dinding pelindung tak kasat mata yang bisa berubah bentuk sesuai keinginannya. Menjadi pantomim adalah syarat dari kekuatannya. Selama Ia tidak berbicara ketika mengaktifkan [Barrier], semua ciptaan dari Barrier tidak akan hancur. Eideth coba memperhatikan jeda dimana Theo menciptakan [Barrier] dan berbicara. Theo dapat melakukannya secara instan. Ia dapat berbicara dan menciptakan barrier terus-menerus. Eideth tak tau bagaimana harus menghadapi Theo. Ia masih belum memahami kekuatan lawannya secara menyeluruh.
Eideth mengambil gitar cadangannya, namun kali ini gitar itu memiliki bentuk yang berbeda. Tidak seperti gitar sebelumnya yang berongga didalam, gitar kali ini rata bahkan tidak memiliki senar sama sekali. Ia memegang leher gitar itu seperti sebuah gagang pedang. "Entah kenapa ini lebih mirip sebuah kapak" pikirnya. "Kau serius" tanya Theo, "tentu saja, Aku akan menghantam gitar ini ke kepalamu hingga Kau bisa mendengar musik keluar" ancamnya.
Eideth mencoba menyerang Theo tapi Ia menghindar dengan mudah. Eideth fokus memperhatikan mata Theo memperkirakan dimana Ia memasang dinding penghalang. Ketika Theo mencoba melakukan sesuatu, Eideth memakai mantra sihir tercurang dalam kelas. "Kena kau, [Silvery Barbs]". Entah kenapa, Ia tidak bisa memakai kekuatannya dengan benar untuk sesaat dan gagal menangkis serangan Eideth.
Theo tidak percaya mendengar petikan gitar di telinganya, tapi Ia segera menyadari hal lain. Theo memegang pipinya yang kesakitan, melihat keatas dengan kebingungan, "Yang Mulia, mengapa". Theo bisa merasakan kekuatan Varrak dalam pukulan Eideth, Ia bertanya mengapa Dewanya memberi kekuatan pada musuhnya.
"Bisa dibilang ini adalah ujian Kita berdua, Kita lihat siapa yang berhasil" Eideth maju ingin melayangkan serangan lanjutan. "Aku mengerti, jadi calon hambamu ini sedang tersesat, biar Aku bantu meluruskannya", Theo menaikkan jarinya menaikkan sebuah pilar tak kasat mata dari tanah. Eideth menerima serangan itu tepat di dadanya membuatnya terpukul mundur. Theo menyerang Eideth dengan paduan tinju dan pillar dari [Barrier] untuk mengecoh dan menyudutkannya.
Stamina Eideth segera terkuras dan harus menangkis beberapa serangan Theo. Pertarungan akan semakin berlarut jika Ia hanya melarikan diri. Eideth mencoba menghalau Theo menggunakan [Stasis] dan Ia berhati-hati dengannya. Mereka seimbang tak bisa mendaratkan serangan pada yang lain. Eideth meminta waktu melihat Manascope miliknya pada Theo. "Kau bercanda, mana mungkin Aku", [d20/15] Theo mendapat perintah dari Dewanya untuk menunggu sebentar. "Yang Mulia, ini tidak adil" keluh Theo.
Tepat saat itu juga, sebuah kubah berwarna oranye mulai terbentuk menutupi kota. Theo segera menyadari apa yang Eideth tuju. Eideth memasang senyum kemenangan yang sombong padanya. Theo melompat dengan tinggi ke udara, Ia memakai [Barrier] untuk berpijak selagi melompat lebih tinggi. "Tolong jangan bilang Ia bisa melakukan", Theo menciptakan batas penghalang di tembok pelindung kota, menahan kubah itu untuk terbentuk sepenuhnya.
Selagi jatuh, Theo ingin melihat wajah Eideth dengan senyum miliknya sendiri. Berharap senyuman Eideth hilang dari wajahnya karena rencananya gagal. Tapi Eideth tidak berhenti tersenyum. Theo mengira Ia dapat menghentikan rencana Eideth dengan memamerkan kekuatannya, tapi Ia salah. 'Kenapa Kau tak berhenti tersenyum' geramnya dalam hati.
Di saat mendiskusikan strategi, Eideth memberi saran pada Reinhardt. "Carmilla kemungkinan besar akan membalas dendam padamu saat Kita bertemu nanti" ungkapnya. "Aku sudah mempersiapkan sebuah strategi untuk Kau Reinhardt, …, kekuatan Carmilla adalah [Transmutasi] Ia dapat merubah benda apapun menjadi senjatanya, saat Kalian bertarung, pancing dia untuk memakai besi, buat medan pertarungan berantakan dengan besi dimana-mana, jika Kamu sudah menunjukkan sihir petir milikmu, kecoh Ia dengan sihir angin, Aku akan persiapkan arena dimana Kamu bisa memakai kekuatan penuhmu". "Eideth sudah" teriak Reinhardt.
Eideth mengganti kelasnya dengan [Stasis] kembali menjadi Halq. Ia mulai merasa kewarasannya di ambang kehancuran dengan semua pengulangan trauma itu. Eideth mengingat kembali nilai-nilai yang di pegangnya dalam hidup. Dengan tongkat sihir di tangannya, Eideth merapalkan sebuah mantra level 7. "Dadah, [Teleport]" Eideth dan rekan-rekannya hilang dari pandangan mereka.
"Kemana mereka pergi" tanya Arlaw, "Mereka tidak mungkin jauh dari sini" ujar Kalos. Angin bertiup sedikit aneh dibandingkan sebelumnya, mereka segera menyadari untuk melihat ke atas. Awan badai berputar semakin ganas dan sekilas, Apostle dapat melihat lima titik kecil di atas langit. Carmilla segera menyadari Ia sudah diperdaya.
Reinhardt melihat kearah Eideth, Ia merespon dengan anggukan. Reinhardt menerima panggung yang sudah disiapkan untuknya. Ia merapal mantra terkuatnya, dan itu adalah pemandangan yang luar biasa. "[Divine Judgement]" Reinhardt menarik sebuah petir dari awan badai di atas mereka kemudian melemparnya ke arah Theo. Petir itu diikuti sambaran petir lanjutan hingga membentuk halilintar yang sangat besar. Untung saja Eideth memisahkan rekan-rekannya cukup jauh agar tidak terkena sambaran itu.
Theo tidak sempat menangkis serangan itu, menerima kilatan petir itu secara langsung. Petir itu menembus dirinya dan menyambar pada Apostle lainnya. Pasak-pasak besi di tanah membuat sebaran petir itu mengenai semua yang di tanah tanpa terkecuali. Eideth merapalkan [Feather Fall] agar mereka mendarat ke tanah dengan selamat. Hanya Carmilla dan Theo yang masih tetap sadar setelah menerima serangan itu.
Reinhardt memperhatikan lapangan itu, mencari seseorang yang Ia kenal. Ia menghampiri Kalos yang tak sadarkan dirinya bersebelahan dengan gadis bergaun cantik itu. Gadis itu mengucapkan selamat tinggal padanya selagi tubuhnya luruh menjadi debu. Reinhardt berlutut bingung harus merasakan emosi di hatinya. Claudias berdiri disebelahnya memastikan Reinghardt tidak sendirian.
Eideth mengambil bagian menjaga Theo dan Carmilla yang coba mengumpulkan nafas mereka. Ia masih waspada karena Varrak masih belum mengumumkan dirinya menang pertaruhan itu. Varrak sangat sunyi tapi Eideth tidak mau bersikap sombong menghadapi hal ini. Setelah semua kerja keras mereka, Eideth tidak mau satu kecerobohan menggagalkan semuanya.
"Carmilla, Theo, menyerahlah, Kalian sudah kalah", "bagaimana Kau begitu yakin, uhuk-uhuk" perkataannya terhenti karena Ia batuk. "Lihat, tenggorokan Kalian kering bukan, itu adalah salah satu tanda sepele Kalian mencoba memulihkan diri di wilayah dengan Mana yang sedikit". Artleya adalah dunia yang diberkahi oleh sihir namun membawa sedikit permasalahan karenanya. Orang-orang dapat sakit hanya karena kekurangan ataupun kelebihan Mana. Ditambah persediaan dan pemulihan Mana secara alami telah terganggu oleh Menara Sixen dari dunia lain, tingkat letih dari orang yang mengalami kelelahan sihir bisa berangsur hingga fatal.
Disaat harapan telah hilang, Varrak memberi wahyu kepada pengikutnya. Senyum mereka perlahan berubah menjadi tawa. Hal yang Eideth takutkan mulai menjadi kenyataan. Mereka menyentuh dada mereka setelah diberi izin untuk mengeluarkan kekuatan penuh. Eideth, Paladin, dan Vista terdorong mundur dari ledakan energi yang dikeluarkan oleh mereka berdua. "Apa-apaan ini, bagaimana bisa" Eideth melindungi matanya dari debu mencoba fokus pada Carmilla dan Theo. Vista menaikkan alisnya tak percaya Apostle Varrak mau berbuat sejauh itu. Mereka mulai melayang di atas udara, kekuatan dunia lain meluap-luap keluar dari tubuh mereka. Luka mereka segera pulih dan aura mereka menjadi begitu kelam.
Itu adalah pemandangan yang mencekam. Ketika Ia dan rekan-rekannya sudah lelah dan terluka, musuh mereka masuk dalam fase dua dan lebih kuat dari sebelumnya. Eideth melirik sedikit di ujung matanya. Ia melihat rekan-rekannya hampir putus asa kemudian berharap afirmasi darinya. Tatapan itu membawa begitu banyak beban dan Eideth merangkul semua itu dengan lapang hati.
"Apa yang Kalian takutkan teman-teman, ini sama seperti Carmilla waktu itu, Kita hanya perlu memberikan semua kemampuan Kita" ucapnya dengan yakin. Sekali lagi mereka mengeratkan pegangan pada senjata mereka untuk satu pertarungan terakhir.