Sebelum pergi ke kota tujuan mereka yang bernama Timastal, Reinhardt mengadakan rapat untuk mempersiapkan rencana cadangan jika diplomasi tidak berhasil. Seorang pelayan membawakan peta kota Timastal yang sangat detail, semua informasi mulai dari perumahan, saluran air, bahkan jalur rahasia yang diketahui Kekaisaran tertera jelas di peta itu. Eideth begitu takjub melihat peta itu, Ia merasa peta itu seperti peta untuk petualangan TTRPG.
Arlaw di panggil untuk menunjukkan lokasi panti asuhan tersebut. Butuh beberapa saat namun Arlaw akhirnya berhasil mengidentifikasi lokasinya pada peta. Reinhardt membentuk beberapa titik di sekitar perimeter panti asuhan itu untuk menempatkan pasukan khususnya. Reinhardt memerintahkan seorang prajurit untuk mengantarkan pesan itu pada pasukan khusus yang tengah menuju Timastal. Eideth memahami tugasnya jika pertarungan terjadi, Ia akan lari ke belakang mendukung dengan sihir penyembuhnya.
"Panggilkan penyihir teleportasi Kekaisaran" perintah Reinhardt. "Teleportasi???" Eideth tidak menyangka akan secepat itu melihat salah satu sihir favorit yang Ia idamkan. Ia punya beberapa rencana licik dengan sihir teleportasi dalam pikirannya. Eideth memukul wajahnya menyadarkannya untuk fokus. Eideth sedikit percaya diri dengan kelompoknya kali ini.
Paladin dan Vista memutuskan untuk tidak ikut kali ini karena Eideth sudah punya pelindung yang kuat. Reinhardt, seorang pangeran dengan dukungan Kekaisaran di belakangnya. Ia ahli menggunakan sihir cuaca yang mencakup beberapa elemen. Claudias juga berada disana menemani rekannya. Naga merah terkenal dapat menyemburkan nafas api yang dapat membakar apa saja hingga menjadi abu. Lalu Vinesa Raziel, bibi sekaligus mentornya. Ia adalah ksatria pengguna pedang dengan kemahiran Teknik sihir [Explode] yang tinggi. Ia bersyukur di dukung orang-orang kuat seperti mereka.
Mereka diminta berdiri di atas lingkaran sihir yang sudah mereka siapkan. Mereka diminta untuk tidak banyak bergerak selagi proses perpindahan. Eideth bisa merasakan kontraksi aneh dari sihir mulai merubah persepsinya akan ruang dan sihir. Ia bisa melihat aliran Mana yang begitu besar dari bawah tanah mengalir pada lingkaran sihir itu mulai mengaktifkan mantra. Saat proses teleportasi, Eideth bisa melihat pengheliatannya menjadi ganda dan perlahan mulai melebur dengan pemandangan dari tempat baru.
Mereka tiba di Timastal. Sebuah kota di bagian barat laut benua Arkin, hampir bersebelahan dengan salah satu benua utama lainnya yang bernama Calix. Kota itu berada di kaki pegunungan es yang sering terkena badai salju. Reinhardt dan rekan-rekannya berada di titik tertinggi kota Timastal, salah satu gerbang masuk menuju kota yang terhubung dengan jalur menuju pegunungan.
Claudias dan Eideth segera merasa kedinginan akibat angin kencang dan perubahan suhu drastis setelah di teleportasi. Claudias adalah seekor naga yang memiliki kerabat dekat dengan ras reptile, makhluk berdarah dingin sepertinya tidak suka cuaca dingin meskipun mereka memiliki nafas api dalam tubuhnya. Sedangkan Eideth, Ia hanya masih lemah karena baru saja terbangun dan gagal guliran ketahanan, untung saja gulirannya terlalu jelek dan mendapat sebuah penyakit.
Vinesa menyarankan mereka untuk segera menuruni gunung dan memasuki kota untuk menghangatkan diri. "Kenapa Kita tidak di teleportasi ke dalam kota saja" tanya Eideth. "Itu karena sihir teleportasi memiliki banyak persyaratan khusus, tidak hanya memerlukan banyak Mana di titik awal, lokasi teleportasi juga harus memiliki Mana yang cukup agar mantra ini berhasil" jelas Reinhardt. Eideth berpikir itu cukup masuk akal, karena Artlean tidak dapat menghasilkan Mana dari tubuh mereka dan mengandalkan persediaan alam, sihir mereka juga dibatasi persyaratan khusus.
Menuruni gunung, tanah dari bebatuan mulai berubah ditumbuhu rumput. Disana Eideth bisa melihat selat yang memotong kedua benua Arkin dan Calix. Meskipun Timastal masih cukup jauh dari pesisir Pantai, mereka berada di ketinggian yang cukup untuk melihat pemandangan hingga ke seberang. Eideth hanya mengetahui sedikit pengetahuan tentang Calix. Salah satunya adalah Revnis, Wakil Kepala Akademi Tarnum adalah orang dari Calix. Ia bercerita perkembangan teknologi di Arkin terjadi dengan cepat di motivasi oleh permasalahan sumber daya Mana yang langka. Tapi itu cerita untuk lain waktu.
Sekelompok orang langsung menyambut kedatangan mereka di depan gerbang kota Timastal. Mereka adalah pemimpin dari pasukan khusus yang sudah dikerahkan oleh Kekaisaran untuk menjalankan misi ini. Eideth bisa mengetahui orang-orang itu kuat, tiga sampai lima kali lebih kuat darinya. Bibinya Vinesa berada di level yang berbeda tapi membandingkan mereka dengan Vinesa, mereka memiliki kemampuan yang cukup untuk bisa diandalkan.
Reinhardt menjelaskan kembali rencana mereka secara ringkas dan memerintahkan agar pasukan siap dengan tandanya. "Apapun yang terjadi, walaupun keadaan tampak berbahaya, tolong jangan menyerang hingga Kalian melihat tanda dariku atau Komandan Vinesa, Kalian mengerti", "Siap yang Mulia" jawab pemimpin pasukan khusus. Setelah rencana antisipasi cadangan mereka selesai dipersiapkan, kini giliran menjalankan operasi diplomatik ini.
Eideth meminta Arlaw untuk bekerja sama dengan mereka, bersikap senatural mungkin. Dan Ia berjanji akan menyembuhkan penyakit yang di derita keluarganya. Arlaw mulai menuntun mereka ke panti asuhan. Melewati jalanan yang sempit dan memusingkan, mereka akhirnya sampai ke sebuah bangunan yang cukup kumuh. Bangunan itu hampir tampak terbengkalai seperti tak dihuni oleh siapapun. Tidak ada papan nama yang dapat mengidentifikasi bangunan itu adalah panti asuhan yang mereka cari tapi Arlaw meyakinkan mereka itulah tempatnya.
"Aku pulang" ujar Arlaw dengan ramah. Suara langkah kaki dipadu dengan deritan lantai kayu dibawah mereka. "Kak Arlaw" sambut anak-anak dengan ramah, mereka datang beramai-ramai ke pintu depan menyambut kedatangan Arlaw. Mereka berpelukan dengan gembira membuat suasana yang aneh. Mereka disini dalam misi yang menegangkan dimana anak-anak tak bersalah bisa saja terlibat, ditambah anak-anak itu tidak terlihat sakit membingungkan mereka.
Seorang pria keluar dari dalam ruangan ikut menyambut mereka bersama anak-anak. Mereka seketika langsung tahu bahwa dialah Apostle yang Arlaw maksud. Ada aura yang tidak normal menyelimutinya, sangat tipis namun begitu mencolok hingga dapat mereka rasakan. Eideth yakin Apostle itu menahan kekuatannya. "Kamu sudah kembali… tampaknya Kamu membawa tamu…," Ia bertepuk tangan seperti memberi kode pada anak-anak, "semuanya, Kalian kembali ke kamar dulu ya" mintanya.
Anak-anak menurut dengan patuh, ekspresi wajah mereka berubah menjadi khawatir ketika masuk ke dalam kamar. Eideth yakin ini bukanlah pertama kalinya anak-anak mendapat pengalaman seperti ini. Ia jadi kasihan dengan mereka tapi Ia juga kesulitan disana. Di balik pintu itu, anak-anak bersembunyi di dekat seorang wanita yang terbaring sakit. Mereka berdoa pada Dewa untuk menyelamatkan mereka dari hal buruk di samping wanita itu. Namun tidak ada yang mengetahui hal itu kecuali Arlaw dan sang Apostle di depan mereka.
Apostle itu memperkenalkan dirinya dengan elegan, "Kalian tampaknya sudah mengetahui siapa Aku, perkenalkan Aku seorang Apostle dari Dewa Kekacauan Varrak" Ia menunduk hormat. "Jadi Arlaw, Kamu gagal menjalankan ujian kenaikanmu, sangat disayangkan, Kami juga tidak bisa menyalahkanmu karena ini juga ujian dari Varrak" Apostle berjalan menuju jendela melihat pemandangan di luar. Ia sepertinya tahu ada pasukan khusus yang sudah mengepung panti asuhan itu bersembunyi dari pandangan.
"Jadi siapa orang-orang ini Arlaw, bisa Kamu perkenalkan mereka padaku" pintanya. Arlaw melirik kearah Reinhardt, Ia menggelengkan kepalanya dengan pelan. Apostle itu duduk di sebuah kursi menunjukkan kekecewaannya. "Tidak apa, Aku bisa menebak, mulai dari Kamu," Ia menunjuk pada Claudias, "Aku bisa merasakan bahwa Kamu seekor naga, berarti Kamu Naga merah Claudias bukan, pelindung dari Kekaisaran". Ia mulai menebak identitas mereka satu per satu, menunjukkan pengetahuannya tentang mereka. Reinhardt yang berbau seperti hujan dan Vinesa yang memiliki pandangan mata tajam seperti dapat memotong seseorang.
"Berarti yang terakhir adalah Tuan Eideth Raziel benar" Eideth tidak senang namanya di panggil tapi Ia tak menyangka apa yang akan terjadi selanjutnya. Apostle itu berdiri dari tempat duduknya seetelah menyadari figur penting di depannya. Ia tidak mendekati Reinhardt melainkan Eideth dan hanya memfokuskan perhatian padanya. Eideth tidak nyaman meskipun Ia sudah mempersiapkan diri untuk berbicara pada Apostle di depannya.
"Sebuah kehormatan bagi Saya untuk dikenal oleh Anda" Eideth coba mengatur suasana ini sedikit formal agar Ia dapat membangun pembicaraan. "Demikian pula Saya merasa terhormat untuk dapat bertemu dengan Anda disini Tuan Eideth, Saya juga mendengar banyak hal tentang Anda" Apostle itu bersikap sangat ramah membuat Eideth terlihat aneh. "Tolong berbicara saja pada Saya dengan santai, namun apa maksud Anda sudah mendengar banyak hal tentang Saya".
Apostle itu juga meminta Eideth untuk berbicara santai padanya. Mereka berdua seperti memperebutkan kesempatan pertama membuat impresi baik terhadap satu sama lain, itu adalah percakapan yang canggung dan rekan Eideth tak dapat bergabung. "Kamu seorang dirinya menyelamatkan desa Goblin dan penghuni hutan disekitarnya dari menara Sixen, mengalahkan Carmilla hingga Ia tak sadarkan diri, lalu menggagalkan ujian kenaikan yang diawasi oleh dua Apostle, Theo dan Carmilla yang mendapat izin untuk memakai kekuatan mereka, juga memperbaiki kerusakan Kota menggunakan sihir tidak masuk akal itu" Apostle itu memuji Eideth habis-habisan.
"Itu tidak benar, tanpa bantuan dari penghuni hutan juga Pangeran dan rekan-rekanku yang lain, Aku takkan mampu berbuat apa-apa", "itu benar, tapi sihir unik milikmu itulah yang memastikan keberhasilan kelompokmu" potong Apostle itu. Eideth tidak dapat berdalih, Ia tidak bisa memikirkan alasan untuk membantahnya. "Aku telah berjumpa dengan beberapa orang sepertimu, mereka yang diberkahi sihir unik yang dapat membentuk perubahan besar, dan Kami menilai apakah mereka akan menjadi ancaman untuk Kami ke depannya, Kamu pasti mengerti apa yang Aku maksud" ujarnya.
Eideth mengerti apa yang Ia katakan dan Ia juga mempelajari hal baru tentang dunia ini. Artleya telah banyak melahirkan orang-orang dengan Talent hingga keterampilan khusus untuk melawan penjajahan Dewa dunia lain. Eideth mendapat kesimpulan mengenai alasan Dewa dunia lain dan menara Sixen tetap hingga sekarang. Itu karena Apostle menghabisi calon ancaman yang dapat mengganggu rencana mereka, atau lebih buruk lagi mereka memaksa mereka menjadi seorang Apostle dan mengkhianati dunia mereka sendiri.
Apostle itu mengulurkan tangannya, "Tuan Eideth, mengapa tidak bergabung dengan Kami, Kami dapat mengabulkan keinginanmu" ajaknya. Vinesa dan Claudias hendak melakukan tindakan gegabah tapi Reinhardt menghalangi. "Terima kasih tapi maaf, sepertinya Aku harus menolak penawaran itu" balas Eideth sambil tersenyum. Eideth berjalan mendekati Apostle.
"Lebih seperti Aku tidak bisa menerima permintaan itu, kuharap Kamu bisa mengerti" Eideth mengambil kursi kecil agar dapat duduk berhadapan dengan Apostle itu. "Bisa Aku tahu mengapa alasannya" tanya Apostle itu penasaran. "Karena Kita memiliki Tujuan yang berbeda, hanya itu yang dapat kusampaikan" Apostle itu memahami apa yang Eideth coba tekankan tapi yang lainnya tidak begitu mengerti. Apostle itu menghela nafas kecewa dan menoleh ke samping, "itu sangat disayangkan, padahal Aku ingin memberitahu Kekuatan apa yang hendak Dewa Kami berikan padamu jika Kamu bergabung" Eideth bisa melihat Apostle itu mengintip masih mencoba merayunya.
"Sayang sekali tapi ya sudahlah, tampaknya sudah saatnya Aku pergi" ujar sang Apostle. "Eh, hanya itu" ujar Eideth terkejut, Ia tidak menyangka akan terjadi seperti ini. Eideth tidak membenci situasinya karena mereka dapat menghindari konflik, namun Apostle itu adalah Apostle pertama yang tidak agresif dibanding semua yang sudah Ia temui. Eideth tidak tahu harus berkata apa sama seperti rekannya yang lain tapi mereka tidak menurunkan kewaspadaan mereka. Eideth bertanya kembali apa Apostle itu benar-benar akan pergi"
"Benar, Aku akan pulang, Kami berjanji pada Arlaw untuk menyembuhkan keluarganya yang sakit disini ketika Ia menjadi seorang Apostle, karena Ia sudah gagal tugasku juga sudah selesai" ungkapnya. Apostle itu berjalan ke arah jendela hendak melompat keluar untuk kabur. "Tunggu" panggil Eideth menahannya pergi. "Apa Kamu mau Aku menjamin keselamatanmu pulang," Reinhardt terkejut atas perilaku aneh Eideth, "agar Kamu tak perlu bersusah-payah seperti itu" tawar Eideth.
Hal itu menarik perhatian sang Apostle, Ia berhenti memikirkan ulang tawaran itu. "Apa yang Kamu mau" tanya sang Apostle. "Tidak banyak, tolong ambil kembali berkah Varrak dari kekuatanku ini" Eideth memanggil [Stasis] dan menunjukkannya pada sang Apostle. [Stasis] milik Eideth yang biasanya berwarna cerah memiliki aura yang gelap, sesuatu yang aneh telah mengontaminasi esensi dari kekuatannya. Apostle itu melihat lebih dekat dengan lebih teliti, Ia sedikit terkagum dengan sesuatu yang dinamakan Talent itu.
"Jika Kamu bersumpah untuk tidak merencanakan kelicikan apapun dan mengambil kembali berkah Varrak ini, maka Aku akan bersumpah Kamu akan keluar dari Kota ini tanpa di ganggu siapapun, apa Kamu setuju" Eideth menelan ludahnya setelah menawarkan hal seperti itu tanpa izin dari Reinhardt. Eideth dapat mendengar jantungnya berdetak lebih cepat di keheningan itu. "Baiklah, Aku bersumpah" setelah mengucapkan itu, sang Apostle menarik kembali berkah Varrak yang ditanamkan oleh Theo kedalam Stasisnya. Eideth mengecek kembali dan benar, Ia tidak merasakan berkah Varrak itu lagi.
Sesuai perjanjian, Eideth akan mengantar Apostle itu secara pribadi keluar dari Timastal tanpa gangguan sedikitpun, Ia meminta izin sekaligus minta maaf karena Ia bertindak di luar rencana. Reinhardt memahami tindakan Eideth dan tidak mempermasalahkannya. Ia juga lupa Eideth mendapat Kutukan itu setelah pertarungan terakhir mereka, Ia berkata Ia juga akan melakukan hal yang sama jika hal itu terjadi padanya. Reinhardt meyakinkan Eideth Ia tidak masalah melepas Apostle seperti ini, lagipula misi mereka adalah mengusir Apostle dari Timastal tanpa mengakibatkan pertarungan.
"Satu hal lagi, Aku dengar Kamu berniat menyembuhkan adik-adik Arlaw, Aku dapat melihat Kamu menahan penyakit di tubuh mereka dengan kekuatanmu, apa Kamu tidak masalah menahan penyakit di tubuh mereka sedikit lebih lama" tanya Eideth. "Baiklah, baiklah, bisakah Kita pergi sekarang" Apostle itu setuju tanpa terlalu mempermasalahkannya. Eideth pamit dengan Vinesa berjanji Ia akan baik-baik saja.
Eideth membukakan pintu pada Apostle itu, mempersilahkannya berjalan lebih dulu. Eideth bisa melihat pasukan khusus Kekaisaran siap menyerang kapan saja tapi Reinhardt keluar dan memberi tanda itu tidak menyerang. Eideth menghela nafas lega dan berbalik kearah Reinhardt berterima kasih lewat isyarat sambil memberinya jempol keatas. Reinhardt tak percaya orang yang paling mereka percayai saat ini masih bisa bersikap seperti itu.
Reinhardt masuk kembali ke dalam rumah dan mendapati Arlaw segera berlari masuk ke dalam kamar dimana anak-anak bersembunyi. Ia memeluk mereka seperti tidak ada hari esok benar-benar menunjukkan kekhawatirannya. Di sisi lain, anak-anak senang tidak terjadi keributan seperti yang mereka kira, mereka melanjutkan kembali sambutan pada Arlaw. Melihat anak-anak kegirangan, Arlaw mencoba menyuruh mereka untuk tidur siang karena Ia juga sudah pulang. Beberapa anak coba terlihat kuat sebelum ikut mengantuk dari uapan menular saudara mereka.
Setelah menarik adik-adiknya ke tempat tidur, Arlaw bertanya pada Reinhardt tentang apa yang harus Ia lakukan sekarang. Ia yakin Ia akan kembali ke penjara Kekaisaran untuk menjalani sisa hukumannya tapi Ia khawatir meninggalkan adiknya seorang diri. Reinhardt meyakinkan Arlaw untuk tidak terlalu khawatir, Arlaw bertanya balik bagaimana Rerinhardt begitu yakin. "Itu karena Eideth akan…"
Eideth menggaruk telinganya, Ia merasa ada yang membicarakannya di belakang. Eideth mencoba kembali fokus mengantarkan Apostle itu keluar dari kota, meski Ia sendiri tak tahu jalan. Eideth memberi saran agar mereka menanyakan arah pada orang lokal, Apostle itu tidak masalah dengan sedikit kendala selagi Eideth memenuhi bagian dari perjanjian mereka. Karena perjalanan cukup lama, akhirnya mereka berbincang di jalan.
Apostle itulah yang memulai pembicaraan, "Tuan Eideth, apa Kamu tidak membenci Kami". "Apa yang Kamu maksud", "Kamu tidak memiliki agresi terhadap Kami, meskipun tujuan Kita berbeda seperti katamu, mengapa" hal itu adalah yang paling membingungkan bagi sang Apostle. "Karena Kita sama," jawab Eideth tanpa ragu, "dan Aku berterima kasih padamu karena tidak memberitahukan hal itu pada mereka".
"Itu tidak menjawab pertanyaanku sama sekali Kau tahu" ujar sang Apostle. Eideth berpikir panjang merangkai kata-kata di kepalanya. "Aku sudah hidup (exist) cukup lama untuk menyadari betapa rumitnya hidup, baik dan buruk hanyalah perspektif kecil dalam gambaran yang lebih besar, Aku tidak akan munafik dengan diriku sendiri, demi tujuanku Aku akan melakukan apapun, sama seperti cara Kalian mengabdi pada Dewa Kalian mengikuti perintah mereka" ujarnya.
"Meskipun begitu… Jika Kalian menyentuh keluarga dan orang-orang terdekatku, Aku akan membalas Kalian" tegas Eideth. "Apa Kamu mengancam Kami" tanya Apostle itu, "tidak sama sekali, ini hanya tata krama yang wajar bukan, Kamu mengangguku akan kubalas, dan Kamu boleh memperlakukanku dengan cara yang sama" jawabnya. "Kalau begitu jelaskan padaku kenapa Aku tidak membunuhmu sekarang" Apostle itu mencekik Eideth dan mengangkat seluruh tubuhnya ke udara.
"K-karena Aku menang, Varrak s-selalu mene-pati perjanjian per-mainannya" Eideth mencoba menjawab dengan lancar tanpa menjadi panik. Apostle itu melepaskan genggamannya menjatuhkan Eideth ke tanah, Ia sedikit kesulitan mengatur nafasnya namun dapat segera pulih. "Terima kasih" balas Eideth. "Aku benar-benar tak bisa memahamimu, apa Kamu mendengar dirimu sendiri, Kamu berterima kasih pada musuhmu" geram Apostle itu. "Akan ada saatnya Kita membenci satu sama lain, namun itu bukan sekarang, dan ketika saat itu tiba, Aku masih menghormati Kalian semua" ungkapnya.
Apostle itu menggaruk kepalanya tak tahu harus merasa kesal atau apa. Ia kemudian mengulurkan tangannya membantu Eideth berdiri. "Kamu tidak akan menyukai Kami setelah mengetahui apa saja yang sudah Kami lakukan" ujar Apostle itu. "Mungkin, Aku akan marah pada Kalian jika Kalian menyentuh orang-orangku, tapi selain itu, sulit bagiku menghakimi Kalian, Aku juga bukan orang yang bisa dibilang baik" Eideth mengakui sebagai pemain TTRPG Ia akan berbuat kecurangan dari waktu ke waktu jika Ia perlu.
Sesampai di gerbang Timastal yang menghadap ke kaki gunung, mereka mengucapkan selamat tinggal. "Disinilah perjanjian Kita berakhir" kata Eideth. Apostle itu menoleh ke belakang dan melihat beberapa anggota pasukan khusus yang mengikuti mereka memantau dari kejauhan. "Kamu punya teman yang khawatiran tampaknya" cetus Apostle itu.
Sebelum Ia pergi, Eideth mengulurkan tangannya meminta berjabat tangan, Apostle itu menjabat tangannya dan Ia terkejut dengan apa yang Eideth akan katakan selanjutnya. "Semoga rencanamu tersembunyi di depan mata hingga berakhir, meninggalkan mereka yang menyadarinya terkagum dan terbelanga" tutur Eideth. Ketika Varrak memberi kekuatannya pada Eideth, mereka mendapat pengheliatan sekilas tentang satu sama lain. Eideth tak tahu apa yang Varrak lihat dari dirinya tapi Ia melihat sedikit tentang dunia asal Varrak dan menangkap kalimat itu. Eideth berpikir itu adalah semacam salam untuk mereka, Ia mengucapkannya sebagai gestur yang baik.
Apostle itu tersenyum, Ia menundukkan kepalanya pada Eideth. "Meskipun sangat disayangkan Kita adalah musuh, mungkin itu adalah hal yang terbaik, selamat tinggal teman" sebuah kepulan asap keluar dari kakinya menutupi jejak Apostle itu pergi. Eideth menekuk tubuhnya agar Ia tidak terjatuh ke tanah menahan tekanan berat yang dikeluarkan Apostle itu. Ia tidak menyangka tubuhnya begitu lemah meskipun mendapat keuntungan dari kemampuan TTRPG. "Sepertinya Aku harus memikirkan karir menjadi pemain belakang" gumamnya.
Eideth segera kembali ke panti asuhan secepat yang Ia bisa, untungnya Eideth hebat mengingat jalan pulang sebagai kompensasi dari kelemahannya tidak memiliki intuisi arah yang kompeten. Sesampai di panti asuhan, Eideth segera menghampiri saudara-saudara Arlaw yang tertidur di kamar. Eideth bukanlah seorang dokter yang terverifikasi tapi Ia tahu apa yang harus dilakukan.
"Arlaw, apa Kamu tahu mereka terkena penyakit apa," Arlaw menggelengkan kepalanya, "bagaimana dengan gejala, apa mereka mengeluh sesuatu ada kejadian aneh sebelum kondisi mereka melemah". Arlaw berpikir panjang dan memberitahukan semua yang Ia ketahui. Eideth meminta bibinya untuk menuliskan semua pernyataan Arlaw selagi Ia melanjutkan diagnosisnya. Ia mengecek mata, saluran pernafasan, detak jantung, dan kondisi tubuh. Untungnya Eideth menonaktifkan Talent miliknya agar Ia tidak perlu bergantung pada guliran dadu.
Setelah menuliskan semua gejala yang mereka temukan Eideth merapalkan sebuah mantra untuk menyembuhkan mereka. "Eideth, apa Kamu tahu penyakit apa ini" tanya Reinhardt. "Tidak sama sekali yang Mulia Pangeran, Saya tidak tahu apapun tentang pengetahuan medis" jawab Eideth blak-blakan. "Jadi kenapa Kamu memeriksa mereka" tanya Arlaw dengan kesal. "Itu karena Kita tidak tahu ini penyakit menular atau bukan, jika Aku langsung menyembuhkan saudaramu tanpa melakukan ini, Kita tidak bisa melakukan pencegahan ke depannya jika Aku tidak ada" jelas Eideth.
Eideth membuka ponselnya untuk melihat apa saja yang Ia perlukan untuk merapal mantranya. "V dan S, itu cukup mudah," Eideth mulai merapal mantra unik miliknya, "… [Lesser Restoration]". Sebuah kekuatan misterius turun dari atas lari tersalurkan lewat tangan Eideth, tak berapa lama anak itu membuka matanya. "Kak Arlaw" panggil anak itu, Ia segera melompat dalam pelukan Arlaw seketika Ia sadar.
"Adikku, apa Kamu sehat, ada merasa tidak enak" tanya Arlaw, adiknya mengangguk dan berkata Ia sudah lama tidak merasa sebaik ini. Eideth melihat tanda-tanda penyakit di tubuhnya sudah hilang. Reinahrdt dan Claudias kagum melihat sihir itu, mereka melihat pada Vinesa dan Ia sendiri juga baru tahu. Eideth lanjut menyembuhkan adik-adik Arlaw yang lain, tak perlu waktu lama hingga ruangan itu dipenuhi tawa anak-anak.
Eideth kelelahan setelah merapal empat mantra, Ia bahkan menggunakan Spell Slot level tiga karena kehabisan mantra. Eideth tidak bisa memakai Spell Slot level satu yang tersisa karena [Lesser Restoration] adalah mantra level dua. Eideth meminta waktu istirahat selama delapan jam sebelum Ia bisa menggunakan sihir lagi. Arlaw berterima kasih karena sudah menyembuhkan adik-adiknya, meskipun tidak semuanya. Eideth melihat wanita yang terbaring di tempat tidur itu.
Wanita itu memiliki gejala yang berbeda dari saudara Arlaw yang lain. Eideth tidak yakin apa harus berbuat apa, Ia takut pengaruh kekuatan Apostle akan menghilang dan penyakit mereka bertambah parah. Eideth meminta izin pada Arlaw untuk apa yang Ia akan lakukan selanjutnya. "Apa yang akan Kamu lakukan" tanya Arlaw, "Aku akan melakukan apa yang Apostle itu lakukan dengan sihirku sendiri" jelasnya.
Eideth mengeluarkan [Stasis], kini bilah cahaya yang berkelip itu memiliki aura yang lebih murni seperti sediakala. "Kekuatanku ini bisa, pada dasarnya, membekukan orang, biar Aku jelaskan" Eideth meminta waktu sebelum orang lain memotongnya, "ini tidak akan menyakiti mereka dan menahan penyakit aneh di dalam tubuhnya agar Ia tidak bertambah parah" jelasnya.
"Ini akan memberi Kita waktu tanpa membahayakan saudarimu, Kamu sudah berkali-kali melihatku menusuk diriku sendiri menggunakan ini, ini aman, jadi bagaimana" tanya Eideth. Setelah mendapat persetujuan Arlaw, Eideth menusukkan [Stasis] ke tubuh wanita itu, membuatnya tubuhnya berkelip beberapa kali seperti hilang dari kenyataan. Karena Ia mendapat waktu istirahat, Eideth meminjam sebuah kursi agar Ia dapat duduk dipojokan untuk tidur.
Vinesa hendak memarahi Eideth atas ketidaksopanannya tapi Reinhardt tidak sungkan. Ia berkata Ia sudah bertarung bersama Eideth sebelumnya dan sedikit memahami Talent unik yang Ia miliki. Jika Eideth butuh istirahat agar Ia bisa melakukan pekerjaannya, Reinahrdt tidak mempermasalahkan hal kecil seperti itu. Vinesa tidak mendengarkan sama sekali setelah Ia mengetahui Eideth sudah pernah melakukan itu sebelumnya. Ia berniat menegur Eideth ketika Pangeran tidak ada.
Reinhardt tidak bisa berhenti mengagumi kemahiran Eideth, seperti Ia bisa diandalkan hampir di semua jenis situasi. Eideth mengaku Ia tidak terlalu mahir dalam bertarung tapi Ia menunjukkan kontribusinya di saat-saat genting. Meski Ia tak mampu memberi serangan yang konsisten, Ia unggul dalam membuka kesempatan untuk rekannya memberikan serangan besar. Eideth menjual dirinya sebagai ancaman terbesar lawan, mengalihkan serangan dan fokus mereka dari rekan-rekannya, meningkatkan efisiensi kerja sama mereka. Reinhardt memuji Eideth sebagai kesatria yang hebat.
"Aku tidak kaget mendengar Eideth berkata Ia akan mengambil posisi Catalyst saat mendaftar di Akademi nanti" celetuknya. "Maaf Pangeran, Eideth bilang apa…" Reinhardt membeku seketika. Ia merasa membocorkan sesuatu yang tidak seharusnya Ia katakan. Sudah terlambat untuk berdalih dan Vinesa hendak membangunkan Eideth untuk bicara padanya. Reinhardt meminta Vinesa untuk menunggu Eideth bangun agar mereka bisa bicara sendiri, dalam hati Reinhardt meminta maaf pada Eideth karena kesalahannya. Atas perintah Pangeran, Vinesa mengundurkan niatnya untuk saat ini. Ia berniat berbicara serius dengan Eideth nanti.