Eideth tertidur pulas di dalam kereta kuda, hari kemarin adalah hari yang cukup berat dimana Ia berlatih dengan rekan barunya. Mereka semua berlatih untuk saling mengenal satu sama lain, membentuk kerja sama dalam cara bertarung mereka. Eideth tidur dengan kaku seperti mayat di ujung kereta kuda, Ia tidak bergerak sedikitpun. Ia sebelumnya tertidur dengan perasaan tidak nyaman, Ia merasa melupakan sesuatu. Dan sekarang hutangnya akan di tagih.
Eideth bangun di tempat putih. Hal pertama yang Ia katakan adalah. "Serius, tempat putih lagi, pengaturan ini sangat tidak kreatif" komentarnya. Eideth menunggu makhluk tingkat tinggi apa yang memanggilnya ke alam ini. Eideth tidak yakin apa alam ini mimpinya atau kesadarannya dipindahkan ke tempat lain. Sesosok bayangan hitam datang, menguncang ruangan putih itu. Eideth hampir terjatuh ke lantai dan Ia teringat apa yang Ia lupakan. Tapi sudah terlambat.
Eideth berdiri dengan benar, mengatur ekspresi wajahnya, memfokuskan pikiran untuk apa yang Ia akan lakukan ke depannya. Eideth melihat bayangan hitam itu dan menyapanya. "Deith... apa kabarmu, senang Kita bisa bertemu lagi" ujarnya berbasa-basi. Deith menatap matanya dengan ekspresi tidak senang, Eideth tahu walau Ia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas dibalik bayangan hitam itu.
"Eideth, Kamu belum membayar hutangmu, apa yang sudah Kamu siapkan untukku," tanya Deith, "satu minggu lalu, Kamu bilang akan membayarnya nanti, tapi Aku masih belum mendapat apa-apa, Kamu sudah memakai [Stasis] terlalu sering tanpa membayar sedikitpun". Eideth tak punya alasan untuk tidak membayar, "Aku tidak tahu bagaimana harus membayar" gumamnya pelan menoleh kebawah memainkan kakinya. Ia berpikir bertingkah imut seperti itu, mungkin Ia masih bisa lari.
"Eurgh…" ujar Deith merasa jijik. Harga diri Eideth merasa hancur seketika mendengar respon itu. Ia tahu Ia tak punya wajah yang tampan, tapi itu melukai harga dirinya lebih parah yang Ia kira. Deith, seperti memiliki kuasa di alam itu, menjentikkan jarinya dan merantai tubuh Eideth di tempat. Ia hanya bisa menggerakkan kepalanya, hanya untuk menoleh keatas melihat Deith hendak menghukumnya. "Ini yang kedua kalinya Kamu begini, tapi tetap maafkan Aku". Eideth tidak mengatakan apa-apa dan menerima hukuman itu.
…
Eideth terbangun di sebuah kursi, tempat yang familiar dan asing disaat yang sama. Eideth merasa Ia tidak seharusnya berada disana. Ia mencoba mengingat alasan atau bagaimana Ia bisa sampai di tempat itu. Eideth melihat punggung Zatharna, Fawn, dan Ryx. Mereka mengucapkan sampai jumpa pada seorang pria muda, yang lalu pergi dengan menghilang bagai cahaya.
Ketiga dewi itu berbalik dan terkejut melihat dirinya. Wajah mereka terkejut seperti melihat hantu, Ia bahkan tidak tahu Dewi bisa terkejut seperti itu. Eideth mengangkat tangannya dan melihat seluruh tubuhnya ditutupi bayangan hitam. 'Hukuman macam apa ini, Aku menjadi Deith' pikirnya dalam hati. Eideth tidak bisa melakukan apa-apa selain melihat melalui mata Deith.
"Hei semuanya, kenapa Kalian melihatku seperti itu" ujar Deith menggunakan suara milik Eideth. 'Serius, bahkan sekarang memakai suaraku juga' komentarnya dalam hati. Zatharna menciptakan sebuah bilah tajam di udara tepat didekat lehernya, "Siapa Kau sebenarnya" tanya Zatharna tidak tenang. Eideth berpikir ini sangatlah aneh, hukumannya tidak terasa seperti hukuman. Tapi Eideth tidak bisa menghilangkan perasaan janggal pada hatinya, Ia berpikir mungkin emosi itu adalah perasaan Deith yang dipaksakan padanya juga.
Eideth tidak bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas karena suara mereka terdistorsi. Tapi Ia bisa melihat bagaimana Zatharna dan yang lain menerima Deith. Berbagai perasaan melewati dirinya, Eideth bingung kenapa Ia merasakan perasaan tidak enak itu. Sangat tidak nyaman merasakan emosi tanpa tahu makna dibaliknya, tanpa konteks. Namun Eideth terus mendengarkan, terus menonton. "Bagaimana Kami harus memanggilmu" tanya Zatharna. Deith berpikir panjang sebelum memberi jawaban, "panggil Aku Deith" ujarnya.
…
Eideth kembali tersadar di ruang serba putih itu dengan sosok hitam Deith didepannya. Eideth kembali pada dirinya lagi, tapi dengan perasaan yang rumit. Ia mencoba mengingat kembali ingatan itu tapi Ia segera hilang meninggalkan perasaan itu seperti mimpi. "Apa-apaan itu, apa yang Kamu" Eideth tidak bisa membentuk kata-kata selagi emosi itu membanjiri pikirannya, Ia tak bisa mendapat pijakan kaki untuk memegang kendali emosinya. "Aku akan ambil ini sebagai bayaran," suara Deith terdengar kecewa namun lebih rumit dari itu, "kembalilah, hiduplah seperti yang Kamu mau tanpa ada yang bisa menghalangimu, seperti ▮▮▮▮▮▮▮▮▮▮▮▮".
Eideth terbangun dari tidurnya, Ia kesulitan mengambil nafas, mencoba memproses apa yang terjadi. Ia mengingat semuanya sambil tak bisa mengingat mereka sedikitpun. Ia seperti terbangun dari mimpi yang panjang, memimpikan sebuah kehidupan lain di alam mimpi. "Haah… haaah… ugh…" Ia memegang kepalanya merasa serba salah.
"Eideth, apa Kamu tidak apa—", refleks Eideth aktif dan menahan lengan pemilik suara itu. Ia mencengkram tangan itu dengan erat tak mau melepaskan mencoba melindungi diri. "Huh, Pangeran, maaf" Eideth segera sadar siapa pemilik suara itu dan melepas tangannya. "Maaf, tadi Aku bermimpi" ujarnya. Reinhardt melihat Eideth tidak bisa mengatur pikirannya sedikit khawatir dengan kondisinya.
"Kalau Aku boleh bertanya, apa itu karena Talent milikmu" tanya Reinhardt. "Apa, Aku tidak apa-apa Pangeran sungguh, Yang Mulia bisa percaya padaku", mendengar respon itu Reinhardt tahu Eideth tidak baik-baik saja tapi Ia tahu untuk tidak mengganggunya dengan bertanya lebih jauh. "Ya sudah kalau begitu, kumpulkan pikiranmu, sebentar lagi giliranmu untuk mengemudi" ujarnya sebelum pergi ke depan.
Di kursi kemudi, Reinhardt mendatangi Vista yang mengemudi, memberitahunya Eideth butuh sedikit waktu. "Biar saja, Dia memang seperti itu terkadang" ujar Vista. "Apa Dia pernah seperti ini sebelumnya" tanya Reinhardt. Vista mengangguk, "tidak ada kekuatan yang gratis Pangeran, ada setiap harga yang harus dibayar" ujarnya. Reinhardt tahu makna dibalik perkataan itu sebagaimana Ia memahami kekuatannya sendiri. Namun melihat itu pada orang lain, Ia tidak tahu seberapa buruk Eideth merasakannya. "Beban dari kekuatan pada setiap orang berbeda-beda" gumam Reinhardt menyadari nilai hidup itu yang Ia sering tak sadari.
"Heya, makasih udah nungguin bentar, sini kemudinya" ujar Eideth mengambil posisi kemudi. Vista pergi ke dalam kereta mencoba mengumpulkan sedikit waktu istirahat yang tersisa sebelum mereka sampai. Reinhardt duduk disebelahnya memikirkan sesuatu yang panjang dan tanpa sadar Ia bergumam. "Entah kenapa rasanya Aku paling muda disini" ujarnya tanpa alasan yang jelas.
Reinhardt merasa kecil, sangat kecil. Ia seperti tidak tahu apa-apa dan memandang hidupnya, masalah yang Ia alami sekarang sangatlah kecil dibandingkan dengan alam semesta. Eideth kaget dengan perubahan sikap Pangeran itu, tapi Ia bisa bersimpati dengannya menggunakan pengalaman hidupnya. Eideth memukul lengan Reinhardt menyadarkan dirinya pada kenyataan, "jangan berpikir terlalu sulit Pangeran, lihatlah seperti ini, apakah berpikir seperti itu akan berpengaruh apa-apa saat ini, memang berpikir seperti itu mengingatkan Kita untuk tetap rendah hati, tapi jangan biarkan mereka mengalihkan perhatianmu dengan masa sekarang" ungkapnya.
Reinhardt tersenyum menghela nafas tak percaya namun menerima makna perkataan itu dengan baik. Ia jadi benar-benar berpikir Ia memang yang paling muda disana. Mereka melakukan pemberhentian terakhir sebelum mencapai Larcova. Sudah tiga hari mereka berkelana melewati rimbunnya pepohonan untuk mencapai kota danau yang megah itu. Mereka ingin melakukan ritual [Divination] untuk meramal masa depan.
Di pemberhentian terakhir ini, mereka mengulas kembali pesan yang mereka dapatkan. Pesan pertama adalah "orang-orang yang Kamu bersembunyi dalam kerumunan, cari mereka dengan hati bukan mata Kalian". Ia mengartikan kalimat tersebut menjadi "perhatikan orang yang tidak menarik perhatian". Ia berkata bahwa musuh mereka bersembunyi menggunakan orang awam sebagai pengalih perhatian, jika mereka bertindak gegabah mereka akan menyulitkan orang tak bersalah dan diri mereka sendiri.
Eideth menyarankan mereka untuk tidak menghasilkan keributan yang tidak perlu, memperingatkan walikota untuk evakuasi darurat hanya akan menghapus jejak Apostle dunia lain dan membahayakan masyarakat biasa. Eideth tahu Larcova akan menjadi tempat bermain Apostle jadi mereka sebaiknya mempertimbangkan dengan baik gerak mereka. Paladin menulis pada buku catatannya mengusulkan sebuah ide, [bagaimana jika Kita mengevakuasi orang-orang sedikit demi sedikit, seperti orang tua dan anak-anak, dengan begitu mereka tidak memperingati Apostle dengan kehadiran mereka] tulisnya.
Reinhardt setuju dengan ide itu, mereka dapat meminta walikota untuk memindahkan orang-orang kecil sambil menghalangi pendatang yang ingin memasuki kota mengurangi beban tanggungan mereka. Claudias bertanya, "bagaimana jika mereka tidak setuju, sangat sulit untuk mengganti jadwal yang sudah mereka rencanakan begitu saja". "Serahkan negosiasi itu padaku, Aku yakin Aku bisa meyakinkan mereka dengan mudah" ujar Eideth.
Sekarang saatnya Reinhardt menjelaskan ramalan kedua, "tempat paling berisik akan memanggil perhatian semua orang" bunyi ramalan itu. Eideth bertanya apakah ada pesan dibalik itu dan Reinhardt menjawab. "Beberapa hari lagi, ada sebuah festival yang diadakan oleh bangsawan kota Larcova, Marquis Isolde bersama kepala suku Klan Merfolk (manusia ikan) yang tinggal didalam danau Larcova, festival itu memperingati sejarah panjang mereka untuk tinggal bersama dan mendorong perkembangan kesetaraan ras di seluruh benua Arkin" jelasnya.
Mereka berpikir petunjuk itu mengatakan bahwa Apostle akan membuat keributan besar nanti. Ditambah festival yang akan berlangsung, tidak menutup kemungkinan itulah incaran mereka. Eideth langsung mempersiapkan ritual untuk mantra [Divination] selagi Reinhardt membahas dengan yang lain pertanyaan yang Ia akan tanyakan selanjutnya. Eideth mendapat ide bodoh saat menyiapkan ritual [Divination] dan sulit baginya untuk tidak membagikannya kepada yang lain.
Begitu selesai menyiapkan lingkaran sihir, Eideth mengusulkan ide cemerlangnya. "Reinhardt, kenapa Kita tidak bertanya berapa Apostle yang akan berada disana, dengan begitu Kita bisa tahu seberapa bahaya mereka dan Kita bisa meminta bala bantuan lebih banyak lagi" usulnya. Reinhardt kaget mendengar ide itu karena Ia juga tidak terpikir sampai kesana. Memang ide itu sangat buruk, tapi mengetahui jumlah musuh dapat mendorong mereka mempersiapkan lebih banyak bala bantuan.
Eideth melihat Reinhardt mendapat ramalan ketiga mereka, dan menunggu dengan sabar jawaban darinya. "Ada lima Apostle yang akan datang" itulah arti ramalan yang Ia terjemahkan. Itu adalah informasi yang bagus, mereka punya empat orang lainnya yang kemungkinan besar sekuat dirinya. Eideth meminjamkan ponselnya pada Reinhardt agar Ia bisa melapor pada Kekaisaran dan meminta bantuan lebih banyak. "Ya, Yang Mulia, Saya mendapat informasi baru" ujar Reinhardt.
Eideth mencoba berpikir bagaimana mereka dapat menghadapi Apostle itu? Haruskah mereka melawan mereka satu per satu, atau mencari strategi lain. Eideth mencoba mengingat kembali pertarungan mereka dengan Carmilla, mencoba mengingat petunjuk yang dapat membantu. Ia hanya bisa mengingat Carmilla bermain-main dengan mereka. "Bermain-main…" Eideth mendapat sebuah ide tapi tidak Ia bagikan pada yang lain, Ia harus menguji teori itu sendiri terlebih dahulu.
Selagi sparring ringan, Eideth mendapat panggilan dari seseorang yang tidak Ia duga. Deith memanggil dirinya, Ia ingin membuat kesepakatan. Eideth minta izin beristirahat sebentar dan pergi ke tempat yang cukup tersembunyi. Tak seperti hubungannya dengan GM, hubungan Eideth dengan sponsornya adalah hubungan kontrak dari Kelas yang dijalaninya. Eideth mengambil kelas Warlock untuk mendapat [Stasis], kekuatan itu bukanlah bagian dari TTRPG. Itu adalah kekuatan yang diberi Deith sebagai bonus tambahan.
Eideth tahu kelas Warlock sudah kuat dengan sendirinya, tapi Ia takkan menolak bonus tambahan seperti [Stasis]. Dengan [Stasis], Eideth secara harfiah membekukan dirinya, mengeluarkannya dari sistem sihir Artleya memberinya status abnormal. Dari penjelasan yang diberi Adazh, personifikasi sihir Artleya, entitas Eideth menjadi sebuah bug dalam sistem. Demi membenarkan kesalahan itu, Adazh menahan lembar karakter Eideth dan memberinya lembar karakter baru untuk sementara. Itulah cara Eideth mengganti kelas beserta Stat yang Ia punya sesuai kebutuhannya.
Setelah mendengar penjelasan itu dari Adazh, Eideth benar-benar menghormati Deith, hingga ke titik Ia menerima hukuman apapun yang diberinya, asalkan Ia tidak mengambil kembali [Stasis] itu. Karena keputusan Eideth mengambil kelas Barbarian demi menyelamatkan Zain, Eideth telah kehilangan kemampuan level tinggi dari kelas yang Ia mau. Tapi dengan [Stasis], Ia tak perlu khawatir salah mengambil Kelas lagi.
Eideth melakukan ritual Warlock miliknya dan memanggil Deith. Bayangan hitam segera muncul dan membentuk sosok manusia. Eideth berlutut dengan satu kaki, mengambil perannya memberi hormat kepada sponsornya. "Oh, bayangan agung, Anda memanggil pelayan ini" Eideth menyanjung. Deith seketika geli mendengar itu dan menyuruhnya untuk bersikap seperti biasa. "Ehem, Eideth, Kamu masih belum membayar hutangmu setelah tiga hari hukuman, Aku tidak bisa menunggu lagi" ujarnya.
"Maaf Tuan, Saya masih belum bisa membayar" jawabnya dengan jujur. "Aku tahu" balas Deith, Ia bahkan tidak mengharapkan apa-apa. "Aku punya penawaran, Aku akan menagih hutangmu dengan cara yang lain, tanda tangani kontrak ini" suruh Deith. Eideth tahu perangkap pemula itu, Ia membaca kontraknya dengan perlahan. Anehnya Eideth tidak melihat hal yang mencurigakan.
"Perubahan pertama, Aku akan terhubung dengan pengheliatanmu setiap kali Kamu memakai [Stasis], apa Kamu setuju" Eideth mengangguk, mereka sudah melihat semuanya melalui meja GM, ini hanya kamera first person. "Perubahan kedua, Aku ingin sebuah wadah, Aku tidak bisa membentuk sebuah avatar karena Aku tidak punya pengikut, jadi Aku butuh sebuah wadah spesial, carilah sesuatu untukku, Aku akan memilihnya sendiri nanti" ungkapnya. Eideth merasa itu masuk akal mengingat latar belakang Deith. Eideth membaca kontrak itu untuk terakhir kali sebelum menandatanganinya.
"Selesai, Aku mengharapkan wadah yang spesial, sesuatu yang unik seperti tubuh bayanganku" pinta Deith memberi petunjuk tambahan. Eideth melambai selagi sponsornya pergi meninggalkan kesan baik padanya. "Akhirnya dia pergi, phew," Eideth mulai tertawa seperti maniak, "hahahaha, lihat itu, dia tidak menambahkan batas waktu untuk ini, hahaha, tenang saja Deith, Aku tidak akan terburu-buru dan mencarikanmu wadah terbaik tidak peduli berapa lama…" Ia lanjut tertawa sambil kembali berkumpul dengan yang lain.
Eideth benar-benar menunjukkan dirinya sedang berbahagia. Entah kenapa kebahagiaannya itu membuat yang lain ikut senang. Mereka bertanya apa yang membuat perubahan besar itu, Eideth menjawab. "Aku berhasil menghilangkan mimpi burukku dengan sihir, Aku minta maaf karena mengganggu tidur malam kalian semua, Aku tahu ini terlambat, tapi maafkan Aku" ujarnya. Mereka tidak mempermasalahkan hal itu dan ikut senang masalah Eideth terselesaikan.
Selagi moral mereka naik, mereka melanjutkan latihan mereka selagi membahas taktik. Reinhardt mengingatkan jika tujuan mereka bukan untuk menang, tujuan mereka adalah untuk menghalangi rencana Apostle dan melindungi orang tak bersalah sebaik mungkin. Bertarung di tengah kota hanya akan membahayakan rakyat biasa, walaupun mereka bertemu dengan Apostle, jangan membuat konfrontasi langsung dengan tergesa-gesa ujarnya.
Setelah latihan, Eideth membicarakan sesuatu pada Reinhardt. Ia pikir Ia punya ide untuk mengulur waktu ketika menghadapi Apostle. Eideth tidak membagikan ini pada yang lain karena Ia tidak punya bukti untuk teori ini, jika Reinhardt mengizinkan, Ia akan mencobanya pada mereka nanti. Reinhardt merasa kemungkinan itu layak untuk dicoba, karena Reinhardt punya berita tersendiri untuk disampaikan.
Reinhardt mengumpulkan semua orang untuk membahas kabar yang Ia dapat dari kekaisaran. Mereka tidak bisa menggerakan pasukan dengan mudah tanpa kepastian Apostle dunia lain berada disana, setiap pos militer tengah sibuk menahan perlawanan pada Menara Sixen di tempat lain, memindahkan pasukan elit terburu-buru dapat melemahkan penjagaan mereka di tempat lain. Eideth memahami situasi itu. Kekaisaran sedang menghadapi perang dingin dengan Menara Sixen. Untuk Count Raziel melakukan penyerangan pada Menara Sixen didekat mereka, butuh beberapa minggu perencanaan dan izin.
Bukannya Kekaisaran ragu untuk menyelesaikan semua Sixen di wilayah kekuasaannya. Kota yang melakukan penyerangan akan rawan akan serangan balik. Untuk mencegah hal itu, Kekaisaran akan mengalokasi pasukan untuk melindungi Kota itu hingga semua ancaman dinetralkan. Eideth memahami hal ini dengan jelas karena keluarganya berperan penting dalam militer Kekaisaran, membuat mereka memilih netral dalam politik terkait faksi.
Eideth tidak menyadari betapa rumitnya menyelesaikan ancaman dunia lain walau Ia sendiri tahu dengan jelas masalahnya. Eideth selalu berpikir, jika mereka cukup kuat untuk menyelesaikan Sixen seperti yang Ia lakukan di Desa Aliansi Gobbi, tidak perlu memperpanjang masalah seperti ini. Ia berpikir mungkin itulah tugas para Pahlawan nanti, mereka adalah sekumpulan orang-orang luar biasa kuat yang dapat menyelesaikan Sixen dan melawan Dewa dunia lain.
Selesai latihan, Eideth memasak makan malam untuk semuanya. Hasil panen dari hutan cukup melimpah, mereka dapat memakan daging dan beberapa sayuran liar yang bisa dimakan. Eideth cukup yakin dengan kemampuan memasaknya dapat memuaskan selera semua orang, Ia punya cukup bumbu yang tersisa untuk pesta seperti ini sebelum memasoknya kembali di Kota selanjutnya.
Paladin dan Vista sudah terbiasa dengan masakan Eideth, tapi tidak untuk Claudias dan Reinhardt. Mereka terkejut betapa lezatnya makanan tersebut dengan bahan seadanya yang bisa di dapat dalam hutan. Claudias dan Reinhardt tak lupa memuji masakan Eideth. Ia senang mereka semua menikmati masakannya. Eideth tahu mereka sedang masa yang sulit tapi momen seperti ini penting untuk menaikkan semangat mereka. Melalui makanan, Ia bisa melihat karakter asli dari setiap orang dan mengenal mereka lebih dalam.
Eideth dibebas-tugaskan dari tugas bersih-bersih karena masakannya itu. Eideth tidak menyangka bisa santai setelah makan malam tapi akhirnya Ia punya waktu untuk merenungkan hari ini. Eideth sedikit merasa bersalah dengan niatnya untuk memperlambat tagihan hutang dari Deith. Eideth tidak percaya pada karma walau Ia terkadang yakin hal takhayul itu bisa saja terjadi.
Eideth bingung harus menghadapi ini dengan cara apa, dalam satu sisi Ia bisa melihat dirinya bermain coop dengan Deith jika Ia memberinya wadah yang bagus. Eideth sudah tidak sabar untuk mencoba kombo dua mantra konsentrasi yang benar-benar curang. Jika Deith bisa menjadi pemain kedua tambahan di permainan mereka, memikirkan itu Eideth jadi sangat tidak sabar. Tapi di sisi lain, Eideth tidak mengenal sponsornya sejauh itu. Ia tidak tahu apa Deith mau berkompromi dengannya. Lagipula wadah juga menjadi masalahnya tersendiri. Eideth menggaruk kepalanya karena frustrasi.
Eideth memutuskan untuk memainkan ponselnya. Ia mengupdate blog miliknya dengan berbagai foto baru. Eideth merasa foto barunya ini akan menambah follower miliknya lagi, Ia tahu karena kejadian itu terjadi saat Ia mengunggah foto Revnis. Eideth mengupload foto itu dan menunggu, dengan cepat banyak sekali komentar bertanya siapa orang-orang itu. Claudias dan Reinhardt mendapat komentar paling banyak karena wajah mereka.
Dalam hati Eideth, Ia sedikit terluka karena orang-orang tampan ini mendapat perhatian semua orang di dunia lamanya. Tapi Ia sadar dunia lamanya masih belum berubah disaat yang sama, walau banyak sekali perkembangan baru dalam teknologi, sosial, bahkan hiburan. Eideth melihat banyak sekali jenis komik baru seperti manhwa yang berkembang pesat di internet. Belum lagi semua permainan yang Ia tak dapat mainkan selama hidupnya. "Game fps ini, halo… ini terlihat seru" ujarnya melihat permainan tersebut.
Ia mati sebelum era emas video game, jika Ia punya waktu, Ia akan memainkan semuanya untuk mengejar mereka. Yang Ia perlu hanya uang untuk membeli konsol, atau sesuatu yang lebih baik. Ia bisa memenangkan sesuatu dari gacha sesat itu, mungkin saja pikirnya. "Pemenang akan menang" Eideth mengutip perkataan dari internet.
[Authority accession
Saat ini kamu memiliki sebagian akses dari Authority yang kamu punya.
Authority yang kamu punya hanya cukup mengambil salah satu dari pilihan dibawah
Ambil sebuah produk dari dunia asalmu / Ambil otoritas penuh.
Pity saat ini 18/20]
Eideth masih memiliki dua kesempatan lagi untuk menarik sesuatu. Ia sangat penasaran apakah IDC mau mengembangkan sistem ini untuknya. Ia akan mengungkap beberapa kelemahan dalam peraturan jika Ia perlu meyakinkan mereka lebih jauh. Ia tidak peduli dipandang atau dikata-katai seperti apapun. Eideth tidak akan menunggu lagi, Ia akan berbuat sesuatu untuk dirinya sendiri. Demi mewujudkan salah satu tujuannya, Ia mau memainkan video game lagi.