Chereads / Let me be carefree, please / Chapter 54 - GM Permits It

Chapter 54 - GM Permits It

Eideth terbangun di tempat tidur kamar hotelnya, alarmnya berbunyi beberapa jam sebelum fajar. Eideth melakukan rutinitas paginya seperti biasa. Ia menyiapkan mantra miliknya sebagai Wizard, berdoa sedikit sebagai Cleric, memberi pesan selamat pagi pada Deith sebagai tugas Warlock, berdiam diri tidak memakai baju setelah mandi untuk beberapa waktu sebagai Barbarian, dan selesai berpakaian dan mengambil alat musiknya, Eideth keluar dari kamarnya bersenandung.

 

Ia segera berkumpul dengan rekan-rekannya yang lain untuk sarapan dan briefing sebentar. Eideth melihat hidangan di meja dan ternyata mereka semua memesan makanan yang sama, daging sebagai hidangan utama. Selesai makan, Reinhardt mulai membicarakan rencana mereka. Seperti biasa Eideth memasang mantra [Silence] yang sudah dimodifikasi, mantra itu membentuk kubah tipis menutupi meja mereka.

 

Reinhardt mengulas kembali rencana mereka, mengingatkan semua poin penting yang harus mereka ikuti. "Ini pesan terakhir dariku," ujar Reinhardt, "Aku ingin semuanya kembali dengan selamat, jadi jangan Kalian gegabah mengerti". Mereka menjawab dengan percaya diri, setelah itu, Eideth membagikan ponselnya seperti biasa, agar mereka bisa berkomunikasi satu sama lain. "Aku masih tidak terbiasa melihat Kamu mematahkan cermin sihir milikku untuk membagikannya seperti ini" komentar Claudias.

 

Mereka segera berpencar mengikuti arahan Reinhardt, Eideth pergi sendiri sementara yang lain berpasangan. Ia segera pergi ke tempat yang Ia tuju untuk menjalankan misinya. Eideth pergi ke pasar alat-alat sihir. Begitu banyak pedagang membuka toko kecil mereka di trotoar jalan memamerkan dagangan mereka. Eideth melihat banyak tongkat sihir, sapu terbang, dan kebutuhan untuk sihir lainnya. Tapi tujuannya hanya satu, yaitu toko perkamen dan gulungan sihir. 

 

Lonceng pintu berbunyi menandakan kedatangan pelanggan tapi pemilik toko tak kunjung keluar. Eideth melihat-lihat perkamen yang ada. Ia terkejut dengan kualitas gulungan sihir itu. Gulungan mantra sihir adalah salah satu metode menyimpan sebuah mantra di dalam gulungan kertas. Penyihir dapat memakai mereka untuk belajar mantra baru, atau merapal mereka langsung dari gulungan itu.

 

Eideth berniat untuk menjual beberapa gulungan mantra sihir dengan sedikit improvisasi. Ia mendapat inspirasi ini dari menonton video online lewat ponselnya. Ia tidak sabar membuat keributan itu. Tak lama berselang, pemilik toko keluar dari balik pintu. "Halo pelanggan, apa yang bisa saya bantu" tanya Pemilik toko dengan ramah. "Aku memerlukan semua gulungan kosong yang Kamu punya beserta kebutuhan alat tulis tolong, Aku punya banyak penelitian yang harus dilakukan" ujar Eideth. 

 

"Tolong tunggu Tuan" Pemilik toko itu segera pergi kebelakang melihat stok perkamen yang tersedia. "Ini Dia Tuan, 100 kertas perkamen beserta alat tulisnya, totalnya adalah 100 koin emas". Eideth tertegun mendengar jumlah uang yang harus Ia bayar tapi Ia menjaga ketenangannya. Ia sudah bersiap dengan trik basa basi sebelumnya. Eideth sibuk melihat-lihat gulungan yang dijual di toko ini. "Ini… formula sihir di gulungan ini… apa Kamu yang menulisnya" puji Eideth.

 

"Benar Tuan, gulungan-gulungan ini semuanya adalah hasil tulisan Saya, Saya menyalin mereka dari buku sihir yang di tinggalkan oleh Orang tua Saya yang sudah tiada" ujarnya. "Aku minta maaf, Aku tanpa sengaja—", "tidak apa-apa Tuan Pelanggan, Saya yang mengungkitnya lebih dulu" potong Pemilik toko. Suasana jadi canggung dan Eideth tidak bisa menawar harga dari suasana itu. Ia tidak sampai hati mengurangi rezeki anak yatim.

 

"Nona Pemilik toko," nada bicara Eideth seketika berubah, "apa Kamu ingin melanjutkan pendidikanmu" tanya Eideth terang-terangan. Saat melihat-lihat, Eideth tidak sengaja menjumpai foto keluarga Pemilik toko. Ia terlihat berumur masih muda di foto itu, melihat keadaannya sekarang, Eideth berasumsi Orang tuanya sudah beberapa tahun meninggal dan Ia sibuk mengurus tokonya. "Apa yang Tuan…" Pemilik toko tidak mengerti maksud perkataan Eideth. 

 

Eideth mengeluarkan sebuah plat identifikasi dengan lambang Akademi Tarnum, Ia menunjukkannya pada Pemilik toko itu dan Ia segera menyadarinya. "Tuan adalah," "benar, Aku dari Akademi Tarnum, temanku adalah Wakil Kepala akademi, Aku akan menuliskan surat rekomendasi untukmu" ungkapnya. Pemilik toko panik kebingungan, Ia tak tahu bagaimana transaksi biasanya ini berubah menjadi pemberian rekomendasi dari Akademi sihir ternama. 

 

"Tapi Tuan, Saya tidak—", "Aku tidak akan melakukan ini secara percuma, temanku itu memberiku banyak sekali pekerjaan dan Aku memerlukan perkamen ini untuk penelitianku" sambung Eideth. "Aku akan memberimu tugas untuk mengirimkan hasil penelitianku saat ini ke Nous tempat Akademi Tarnum berada, Kamu bisa melanjutkan pendidikanmu dibawah didikannya". Eideth segera mengeluarkan sebuah buku dan memberikannya pada Pemilik toko, Ia juga tak lupa membayar perkamen yang Ia beli lalu segera berbalik untuk pergi.

 

Eideth berpesan pada Pemilik toko itu untuk mempelajari buku yang Ia berikan sebelum memberikannya kepada Wakil Kepala, "Aku percaya dengan kemampuanmu". "Tuan… Kalau saya boleh bertanya, Siapa nama Tuan" tanya Pemilik toko. "Mungkin setiba di Tarnum Kamu akan tahu, tapi panggil saja Aku Senior" itu adalah pesan terakhirnya sebelum pergi. 

 

Eideth segera pergi ke pasar untuk mendirikan toko kecilnya. Ia membentang tikar di trotoar seperti pedagang lainnya, Ia memasang papan iklan bertuliskan, "Jasa menulis gulungan sihir, bisa menulis sihir apapun yang Kamu inginkan". Eideth agak ragu dengan tulisan itu takut orang-orang akan mencoba menantangnya menulis gulungan mantra sihir yang sulit. Tapi Ia akan tetap mencoba, Ia sudah mendapat izin dari Zatharna dan Adazh untuk ini.

 

Eideth mulai mencoba menarik perhatian pelanggan. Tentu saja Ia mendapat pandangan skeptis, mereka tidak percaya orang sepertinya adalah penyihir. Menyadari hal itu, Eideth mengganti pendekatannya. Ia menulis sebuah gulungan, selesai menulis Ia segera praktikkan. Eideth hanya membaca mantra di gulungan itu dan seketika sihirnya tercipta. "[Phantom Steed]" sebuah kuda semi transparan terwujud dari udara. Semua orang disekitarnya kaget melihat Ia baru saja memanggil sebuah kuda. 

 

Eideth menaiki kuda itu, menunjukkan pada mereka bahwa kuda itu bukanlah ilusi. Ia segera turun dan kembali ke toko kecilnya. Orang-orang segera berkumpul setelah terpukau dengan pertunjukan itu. Mereka ingin membeli gulungan mantra sihir sendiri. Eideth memberitahu pada mereka bahwa gulungan itu hanya sekali pakai tapi mereka tidak masalah dengan persyaratan itu.

 

Eideth segera mendapat permintaan untuk membuat gulungan mantra sihir. "Tolong jelaskan mantra seperti apa yang Anda butuhkan" tanya Eideth pada pelanggan. Sebagian besar dari mereka hanya menginginkan gulungan mantra [Phantom Steed] yang Ia pamerkan, namun ada beberapa permintaan aneh. Seorang petani ingin sebuah mantra untuk menyiram tanaman. Eideth memberinya gulungan [Create Water] yang sudah dimodifikasi. Eideth memberinya diskon karena tidak tega pada petani itu. 

 

Sebelum Eideth memberi gulungan itu, Ia berbisik pada petani. Ia menyuruh petani untuk menyalin ulang mantra yang Ia punya di kertas lain agar gulungan itu tidak hilang. Ia memberi diskon pada mereka melihat berapa banyak uang yang mereka miliki. Eideth tidak ingin mengambil uang dari yang miskin. Ia mencoba seadil mungkin untuk tidak curang dalam berdagang karena Ia tahu tanggung jawab di baliknya. 

 

Setelah kabar tentang penyihir yang dapat menuliskan mantra apa saja tersebar di pasar. Semakin banyak orang-orang berbondong untuk membeli sebuah gulungan mantra sihir. Meski didesak semua keramaian itu, Eideth sudah bersiap lebih baik lagi. Eideth sudah mengembangkan sebuah Cantrip cocok untuk masa seperti itu. Sebuah Cantrip untuk meningkatkan kemudahan hidup. "[Edit: Copy]" dengan sebuah rapalan, tongkat sihir Eideth dengan mudah menyalin sebuah mantra dari buku sihirnya pada perkamen. "Benar-benar seperti copy-paste" komentar Eideth.

 

Eideth membuat sebuah mantra untuk menyalin tulisan menggunakan tongkat sihir. Yang perlu Ia lakukan adalah menandai bagian mana yang akan disalin kemudian menempelnya pada perkamen. Seperti menandai catatan menggunakan stabilo, dengan satu usapan lembut, Ia memindahkan tiruan sempurna formula sihir pada Perkamen. Eideth meminta semua pelanggannya untuk berbaris dengan tertib, berjanji Ia akan melayani mereka sebelum tengah hari. Tak butuh waktu lama, kantungnya segera penuh dengan berbagai koin dari perunggu hingga emas, Ia tak punya cukup waktu untuk merapikannya.

 

Sesuai janjinya, Eideth berhasil memenuhi semua permintaan yang Ia terima. Ia menutup tokonya karena waktu sudah siang hari. Ia berkata pada pelanggan yang ingin memesan gulungan mantra sihir tambahan, Ia perlu istirahat setelah pekerjaan bekerja seharian. Eideth duduk di sebuah bangku di tepi jalan untuk beristirahat, dengan sebuah roti di mulutnya Eideth menghitung keuntungan yang Ia dapat sehabis berjualan. 

 

"343… 344… dan 345 koin emas total, termasuk menukarkan koin perak dan perunggu, syukurlah" ujarnya senang. "Aku punya uang untuk membayar gerbang teleportasi untuk pulang dan kembali sampai di Lucardo" ungkapnya. Tujuan Eideth mengumpulkan uang adalah karena Ia ingin bertemu orang tuanya sebelum belajar di Akademi. Eideth punya pengalaman tidak menyenangkan dimana Ia tidak bisa bertemu orang tuanya karena merantau ke negeri lain di kehidupan lalu. Ia selalu ingin memulai perjalanannya dimanapun setelah meminta izin dari orang tua. Perjalanannya saat ini hanyalah petualangannya menjelajah dunia luar, bukan pergi merantau ke Ibukota. 

 

Setelah senang dengan hasil kerja kerasnya hari itu, Eideth menghabiskan makanannya sambil melihat-lihat pemandangan di sekitar. Festival hari ulang tahun Larcova masih berjalan dengan ceria tanpa tahu marabahaya yang menantinya. Eideth memperhatikan sekitar melihat apakah ada Apostle yang menghampirinya.

 

Selagi sibuk mengamati orang-orang, sesosok Wanita tiba-tiba muncul dibelakang Eideth. Ia merangkul leher Eideth dengan tangannya, menunjukkan wajah familiarnya itu. "Hey Eideth… lama tidak jumpa" ujar Carmilla, sang Apostle dunia lain. Eideth tertegun Ia tertangkap basah tanpa persiapan seperti itu. Seperti Carmilla sudah menunggunya sedari tadi. Carmilla merangkul Eideth dengan erat sampai Ia tak bisa melarikan diri. "Ayolah, Kita baru saja bertemu, masa Kamu sudah mau pergi" ujarnya.

 

"Kita kan teman, santai saja sedikit", "Aku tidak ingat berteman denganmu" jawab Eideth. "Terakhir kali Kita bertemu, Kamu membuat lubang di perutku, ingat", "ayolah, Kita hanya bermain-main, Kamu masih hidup hingga hari ini" gurau Carmilla. Eideth merasa sangat tidak nyaman tapi Ia tak bisa pergi kemana-mana. Ia juga tidak bisa berteriak karena perhatian itu akan membuat Carmilla tidak terkendali.

 

"Apa yang sebenarnya Kalian berlima inginkan, kenapa Kalian datang kesini" tanya Eideth. "Kalian berlima? Jadi Kamu tahu tidak hanya ada Aku yang berada disini", Eideth sengaja memberitahu informasi itu karena tidak ada gunanya Ia menyimpannya. "Ku beri tahu tidak ya… bagaimana menurutmu Theo" tanya Carmilla melihat ke arah jalan. 

 

Eideth langsung menyadari siapa yang Carmilla maksud. Raut wajahnya berubah ketika Ia menyadari sosok yang di tunjuk itu. Di seberang jalan, saat festival sedang berjalan dengan meriah seperti biasa. Disetiap tempat selalu ada orang yang akan menampilkan sebuah pertunjukkan, baik itu sekedar hiburan atau promosi untuk berdagang. Tapi Eideth tidak menyangka untuk tidak menyadarinya lebih awal. Seorang yang tampak seperti pengamen sedang menjalankan pertunjukkan.

 

Ia menunjukkan penampilan sandiwara tanpa suara, mengandalkan gestur tubuh dan ekspresi wajah. Di pertunjukkan pertama, Ia seperti terjebak dalam kotak tak kasat mata tak mampu keluar. Tubuhnya perlahan melayang seperti kotak itu terangkat kemudian menjatuhkan dirinya ke tanah. Penonton bersorak melihat Ia tidak apa-apa namun terbebas dari kotak itu.  Ia melanjutkan penampilannya sementara Eideth melihat dari jauh. Eideth tahu benar pertunjukkan macam apa itu, 'itu pantomim, bagaimana bisa' pikirnya.

 

Mendengar namanya di panggil, pantomim itu mengakhiri pertunjukkannya dan kerumunan orang pergi melanjutkan aktivitas mereka masing-masing. Ia segera mendatangi Eideth yang terjebak di rangkul Carmilla, duduk disebelahnya merangkul satu tangan lagi di leher Eideth. "Pertunjukkan yang bagus Theo" puji Carmilla, "terima kasih, senang Kamu bisa menikmatinya, tunggu sebentar, Carmilla, maksudku, Eerie mask, namaku yang benar adalah Blank mask" ujar Theo. 

 

"Ayolah, nama samaran itu, sangat berlebihan" keluh Carmilla. "Tapi Aku sudah membuat nama itu dengan susah payah untuk Kita semua" balasnya. "Tuan Stagnant" panggil Eideth, "Kamu bisa memanggilku Theo saja" Ia berubah pikiran. Carmilla menatap Theo dengan bingung, rahangnya jatuh karena tercengang. 

 

Eideth sangat penasaran untuk bertanya tapi Ia tak bisa. Kontraknya tak mengizinkannya mengungkap dunia asalnya demi keamanan. Eideth hanya tahu pantomim adalah jenis pertunjukan yang berasal dari dunianya, Ia benar-benar ingin tahu identitas Theo. Tapi tidak ada gunanya Ia bertanya karena situasi miliknya. Eideth sekarang adalah tawanan dua Apostle dunia lain, Ia bahkan tak bisa menghadapi Carmilla dan sekarang ada satu orang lagi.

 

"Aku akan ulangi perkenalanku, Aku Theo si Stagnant Mask, salam kenal" sapanya dengan ramah. Eideth menjawab dengan canggung, Ia tak punya pilihan. Mereka hanya duduk disana, menikmati waktu damai yang berharga itu. "Ayolah, Kamu seharusnya sudah mencoba memberontak melarikan diri sekarang, apa yang Kamu tunggu" tegur Theo. "Itu tidak mungkin Theo karena Ia sedang mengulur waktu sampai teman-temannya menemukan yang lain" ujar Carmilla. Ia menjelaskan jika Eideth tidak pergi dari sana, mereka berdua takkan ikut campur sampai Apostle lain ditemukan.

 

"Kamu membuat janji seperti itu hanya untuk para rekrutan baru" Theo terkejut. "Rekrutan baru," Eideth tidak mengerti. "Kamu gak membaca undangan dariku, Kami disini untuk melakukan perekrutan Apostle baru, mereka yang akan rekanmu temui adalah Apostle yang baru saja naik" ungkap Carmilla. "Tunggu, maksud Kalian", "itu benar, Kami merekrut Artlean (penduduk asli Artleya) menjadi pengikut Dewa Kami" jelas Carmilla. 

 

Sebuah ledakan besar terdengar selagi permukaan tanah berguncang. Carmilla dan Theo tersenyum, "itu mereka". Eideth melihat kearah sumber suara, berharap kemungkinan terbaik. "Aduh… Nona Isolde akan marah kalau begini" gumamnya. Eideth tidak bisa membayangkan kehancuran yang akan terjadi. Ia tahu dengan jelas, karena Ia sudah menyiapkan sesuatu bersama teman-temannya sebelumnya. Sebuah kemampuan yang sudah Ia pernah gunakan sebelumnya. "Selagi GM mengizinkan, mengapa Kita tidak curang sedikit".

 

Beberapa waktu sebelumnya. "Teman-teman, Aku ingin Kalian menjabat tanganku, menjawab, ya Aku ikut bermain" ajak Eideth. Reinhardt dan Claudias bingung dengan permintaan itu, Vista dan Paladin sudah terbiasa. Eideth tidak memberi persyaratan yang begitu rumit karena Reinhardt dan Claudias belum terbiasa. 

 

"Aku Reinhardt, setuju untuk ikut bermain" jawab Reinhardt, "tidak perlu formal begitu" sambung Eideth. Claudias juga ikut bermain, "baiklah kalau begitu, Kita sudah selesai disini, Kalian bisa pergi" ujar Eideth. Mereka berdua mengharapkan sesuatu terjadi tetapi Vista menjelaskan itu butuh waktu.

 

Mereka segera berpencar untuk mengambil posisi masing-masing. Masih ada beberapa acara besar dalam festival dimana keributan bisa saja terjadi. Mereka masih mengikuti petunjuk bahwa Apostle akan muncul di tempat paling berisik. Sebelumnya mereka coba menunggu tapi kali ini mereka akan bergabung menambah keributan.

 

Reinhardt dan Claudias mendaftarkan diri untuk kontes busana, wajah tampan mereka berdua membuat riuh para penonton wanita begitu mudah. Vista dan Paladin juga terbawa arus mereka masing-masing. Paladin terseret masuk kedalam turnamen duel para Ksatria. Baju zirahnya itu dengan mudah menarik perhatian ditambah kemampuan bertarungnya yang cukup mumpuni. Vista berada di sisi lain festival bingung ingin berbuat apa. Ia tak tahu cara berbaur dengan sekitarnya, tak bisa melepas perasaan Ia adalah orang asing.

 

Vista duduk di sebuah bangku memikirkan kembali alasannya melakukan ini. Ia bisa saja memutuskan hubungan dengan Eideth saat itu juga dan lari dari Larcova. Ia tidak berkewajiban membantu mereka, Ia masuk dalam situasi ini hanya kebetulan yang tidak terduga. Ia masih mengingat identitasnya sebagai mantan Apostle dari Dewa dunia lain. Pikiran itu membuat isi kepalanya semakin rumit. 

 

Vista membenci situasinya saat ini. Ia tidak pernah merasa tersesat seperti ini. Ia masih belum memiliki alasan untuk hidup di dunia ini, tapi Ia tidak mau mati. Jika Ia mengikuti Eideth, Ia membuang kehidupan akhir nya untuk hidup di dunia lain sampai sisa hidupnya. Jika Ia mencoba kembali kepada Dewa lamanya, tidak ada jaminan Ia akan diterima kembali.

Vista tahu kenyataan yang Ia miliki. Ketika Ia mati, Ia akan kembali ke dunia lamanya untuk menghadapi kehidupan akhir. Walaupun Ia memutuskan untuk tinggal di Artleya, Ia akan kembali saat Ia mati. Ia akan dihakimi oleh Dewanya karena Ia adalah makhluk ciptaan mereka. Vista berpikir untuk menyerah sekarang. "Alasanku… apa gunanya hidup seperti ini," Vista menundukkan kepalanya, "perasaan yang mulai tumbuh dalam diriku ini… sangat menyusahkan".

 

Itu pemikiran yang masuk akal baginya. Jika Vista meninggalkan Eideth saat itu juga, Ia akan sibuk menghadapi Apostle. Tidak ada kesempatan yang lebih baik dari itu, Ia juga tak dapat memastikan kesempatan lainnya di masa depan karena Eideth akan mengambil jenjang Pendidikan di akademi. Vista berusaha keras meyakinkan dirinya bahwa itu waktunya untuk pergi, tapi entah kenapa Ia tidak bisa membuat keputusan. 

 

"Aku tidak pernah melihat keributan paling tenang seperti itu" ujar sebuah suara, "mungkin Aku bisa membantu menjernihkan pikiranmu". Pria itu tiba-tiba muncul seperti seperti habis membaca pikirannya. Vista melihat kearah sekitar dan bertatapan dengan seorang pria menggunakan setelan rapi. Pria itu membungkuk hormat padanya dan menyapa, "salam kenal Senior dari dunia lain".

 

Claudias dan Reinhardt masih menunggu hingga seorang Apostle menunjukkan diri mereka tapi semuanya berjalan terlalu lancar. Ketika parade itu hampir selesai, seseorang dari kerumunan penonton lompat ke atas panggung mengambil perhatian semua orang. Ia mengenakan busana yang menawan dan begitu menarik perhatian, sulit dipercaya orang-orang tidak menyadarinya didalam kerumunan. "Ayolah semuanya, masa Kita berhenti sampai disini, parade di luar masih belum kembali. Ayo lanjutkan paradenya, Aku MEMAKSA Kalian".

 

Seketika para pemain musik tiba-tiba menjadi panik, mereka tidak bisa mengendalikan tubuh mereka dan terus bermain. Para penonton di sekitar juga meronta kesakitan ketika kekuatan aneh mengambil alih tubuh mereka dengan paksa. Mereka menggerakan bagian tubuh mereka dengan tidak wajar, seperti boneka yang sedang kaku. "Huh… Kalian berhasil menahan kekuatanku, pasti Kalian berdua yang dimaksud oleh Senior" ujarnya. Wanita itu menolehkan kepalanya dengan tidak natural menatap pada Reinhardt dan Claudias. 

 

"Ini buruk, Kita terjebak" ujar Reinhardt. Para penonton yang dikendalikan mengerumuni panggung menutup semua jalan keluar. "Ayolah, Kalian mau pergi? Aku dengar dari Senior salah seorang dari Kalian adalah seorang bangsawan, Aku yakin Kamu yang dimaksud itu bukan Pangeran" ujarnya. "Jika Kalian mau pergi, Kalian harus menghadapi anak buahku terlebih dahulu" Ia menunjukkan jarinya memberi perintah untuk menyerang. Rakyat biasa yang terjebak dalam kendalinya lari maju keatas panggung berbondong-bondong. Mereka menggeritkan rahang mereka menerima situasi buruk itu.