Chereads / Sang pria pemuas / Chapter 17 - Bab 17

Chapter 17 - Bab 17

kedatangan teman bu shara ( bu yuli)

Esok paginya aku bangun sepagi mungkin. Karena teringat bahwa pagi ini akan datang seorang

"tamu istimewa",

yaitu teman Tante Shara yang aku belum tahu seperti apa bentuknya itu.

Jam 9 lebih sebuah taksi berhenti di depan rumah.

Aku memperhatikan dari ruang tamu, apakah taksi itu ditumpangi oleh teman Tante Shara ?

Lalu tampak seorang perempuan berperawakan tinggi gede turun dari taksi itu.

Memang benar gede,

perempuan yang mengenakan gaun orange polos mengkilap itu melangkah masuk ke dalam pekarangan depan rumah megah ini.

Aku pun membuka pintu depan, untuk menyambut tamu itu.

"Temannya Bu Shara ?" tanyaku.

"Iya. Adek yang bernama Joni ?" ia balik bertanya.

"Iya, aku sendiri Joni, " ucapku sambil menjabat tangan perempuan tinggi gemuk itu.

"Yuli, " ucapnya pada waktu berjabatan tangan denganku.

"Silakan masuk Bu, " ucapku sambil membuka pintu lebih lebar lagi.

Jadi mungkin itu masalahnya. Bahwa perempuan bernama Bu Yuli itu terlalu gemuk.

Sehingga tidak ada cowok yang mau padanya. Tapi buatku tidak apa - apa kan kont*l ku gede dan panjang.

Karena kulihat sepintas pun tampak bahwa Bu Yuli itu cantik.

Hanya kegendutannya itu mungkin yang jadi masalahnya jadi nanti gak usah aku tutupi mukanya pake topeng artis jepang .

(hehehehe)

Yang penting kan mem*knya masih perawan. Pasti enak sekali rasanya.

"Bu Shara sudah bicara maksud kedatanganku ke sini kan ?" tanyanya setelah duduk di sofa.

Sementara aku duduk di sofa yang berhadapan dengannya.

"Sudah. Dan aku siap untuk melakukannya, " sahutku.

Bu Yuli tersenyum.

Maaak ...

jreeenngg manis sekali senyum itu.

"Melakukan apa ?" tanyanya.

"Masa harus dikatakan secara blak blakan. " sahutku.

"Gak apa - apa. Kedatanganku ke sini memang bukan untuk berbalas pantun.

Di sini dong duduknya, " ucap Bu Yuli sambil menepuk sofa yang sedang didudukinya.

Aku merasa takut roboh sofanya kalau dipakai duduk oleh dua orang.

Karena berat badan Bu Yuli itu pasti di atas 90 kiligram.

Aku pun berdiri. Tapi bukan untuk pindah ke samping Bu Yuli,

melainkan untuk membuka pintu kamarku sambil berkata,

"Mungkin lebih enak kalau ngobrolnya di dalam kamarku saja Bu. "

"Ohya ? Mau langsung - langsungan nih ?" ucapnya sambil berusaha berdiri.

Tampak agak susah berdiri juga. Tapi dengan santun kupegang lengan kanannya dan kubimbing dia masuk ke dalam kamarku,

semoga nanti dia gak meminta diposisi atas,nanti bisa bisa patah nih punggung.

Lalu kupersilakan dia untuk duduk di sofa kamarku yang kelihatannya lebih kokoh dari pada sofa ruang tamu.

"Sebentar ... mau kunci pintu depan dulu ya Bu. Biar aman dan nyaman, " ucapku setelah ia duduk di sofa.

Ia mengangguk.

Aku pun bergegas menuju pintu depan, untuk menguncinya. Lalu kembali ke dalam kamarku.

Pintu kamarku juga kukunci, biar dia merasa aman juga. Lalu aku duduk di sofa, di sebelah kanan Bu Yuli.

tanpa ada rasa takut kalo nanti sofanya roboh.

"Tadinya aku mau bawa mobil sendiri ke sini. Tapi takut mobilku kelihatan sama salah seorang muridku.

Takut bikin heboh di sekolah nanti, " ucapnya.

"Owh, Bu Yuli ini seorang guru ya ?" tanyaku berpura pura tidak tahu.

"Iya. Tapi aku gak mau nyebut di mana aku mengajar.

Memangnya Bu Shara gak bilang kalau aku ini seorang guru ?" tanyanya.

"Nggak, " sahutku berbohong.

Padahal Tante Shara sudah bilang bahwa temannya ini seorang guru.

Tapi Tante Shara berpesan agar aku pura - pura tidak tahu saja profesi temannya ini.

"Terus di mata joni, aku ini gimana ?" tanyanya

"Ibu ini cantik ... " ucapku tertahan agar dia tidak tersinggung.

"...Tapi gendut ya ?" tukasnya.

"Bagiku, gendut itu justru seksi. Seperti Adelle sebelum nikah, misalnya. "

sahutku membandingkan dengan artis agar dia tidak merasa minder.

"Terus ... kenapa aku belum disentuh juga ?" tanyanya sambil tersenyum.

"Dari tadi juga udah gemes, pengen nyentuh. Tapi takut dianggap kurang ajar, " sahutku.

"Kali ini aku memang ingin dikurang-ajari sama Joni, " ucapnya sambil merapatkan pipi kanannya ke pipi kiriku.

Maka dengan sigap lengan kiriku merengkuh leher wanita cantik bertubuh gendut itu. Lalu kucium bibir sensualnya yang menyiarkan aroma harum.

Sementara tangan kananku mulai merayapi lututnya, lalu menyelinap ke balik gaun orange yang mengkilap itu.

Mulai merayapi pahanya yang aduhai ... gempal sekali.....

Tanganku kesulitan mencapai pangkal pahanya, karena kedua pahanya terasa merapat,

meski sebenarnya tidak merapat. Seakan mengerti kesulitanku Bu Yuli merenggangkan kedua belah pahanya, sehingga tanganku bisa mencapai celana dalamnya.

Tapi entah di sebelah mana letak mem*knya.

(Oi..,. dimana kau mem*k apa kau sedang maen petak umpet.)

Ah, mungkin agak jauh tersembunyi entah di mana letaknya.

Tapi biar saja dulu nanti juga nongol sendiri.

Aku masih asyik saling lumat bibir dengan wanita XXL ini. Dan setelah ciumanku terlepas, ia bertanya,

"Apakah aku harus telanjang ?" tanya bu Yuli.

"Sebaiknya begitu. Karena aku belum hafal seluk beluk tubuh Bu Yuli, " sahutku.

(padahal kalo tubuh cewek normal tanpa buka baju aku sudah hapal semua tapi inikan beda kasus)

hehehe

"Kalau udah telanjang, jangan diketawain ya, " ucapnya.

"Astagaaaa ... jangan punya pikiran begitu Bu.

Aku justru suka dengan gedenya badan Ibu, " sahutku Memang aku sudah terlatih untuk menyenangkan hati orang lain, dengan membaca buku - buku.

Bahkan meski aku ini cuma tamatan SMA, aku pasti bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris.

Karena dahulu aku banyak belajar sendiri di rumah. tapi hanya Yes No aja yang aku bisa.(hehehe becanda) Lalu dengan agak susah Bu Yuli berdiri sambil berkata,

"Tolong lepasin kancing - kancing gaunku yang di punggung, Jon. "

"Iya, " sahutku sambil mendekatkan tanganku ke punggungnya.

Lalu kubuka 5 buah kancing gaun di punggung Bu Yuli. Bahkan kubantu juga untuk melepaskan gaun itu lewat kedua kakinya.

Maka Bu Yuli tinggal mengenakan beha dan celana dalam.

Meski masih berbeha, tapi tampak sepasang toketnya yang gendut - gendut. Perutnya juga agak buncit.

Tapi tidak mengganggu pandanganku. Tapi biar bagaimana Bu Yuli masih sangat menarik bagiku.

Karena kulitnya putih mulus. Terlebih kalau mengingat keperawanannya itu. Karena aku belum pernah mendapatkan perawan asli dalam petualanganku.

Aku pun membantu melepaskan kancing kait di beha Bu Yuli. Karena ia seperti kesulitan melakukannya sendiri.

Bahkan aku juga yang menurunkan CD sampai terlepas dari kedua kakinya.

Setelah Bu Yuli te****jang bulat, sebulat orangnnya, aku berdiri membungkuk di depannya.

Sambil menunjuk ke arah ******ya,

"Tadi dicari - cari gak ketemu. Ternyata di situ ngumpetnya. "

Ya memang begitulah kenyataannya.

Bahwa kalau Bu Yuli telentang, mem*knya berada di posisi lebih dalam daripada m*m*k perempuan lain pada umumnya.

Supaya Bu Yuli nyaman, aku pun menelanjangi diriku sendiri. Dengan demikian Bu Yuli takkan malu - malu lagi,

karena aku pun sudah telanjang seperti dirinya.

Dalam keadaan masih sama - sama berdiri, kudekati Bu Yuli Setelah berhadapan dan merapat, kupeluk lehernya. Untuk mendaratkan ciuman hangat di bibirnya.

Bu Yuli tampak bergairah untuk membalas ciumanku dengan lumatan hangat.

Sementara tangannya diam - diam memegang kontolku yang sudah ngaceng sejak melihat ketelanjangan Bu Yuli.

"Ini pertama kalinya aku megang penis Jon, " bisik Bu Yuli yang tetap menggenggam kontol ngacengku.

"Sebentar lagi kontolku akan mondar - mandir di dalam memek Ibu, " sahutku.

"Hihihiii ... memek ... !

Gak apa - apa deh.

Bilang Te***ik juga boleh. "

"Paling romantis nyebutnya memek aja. Kalau T***ik terlalu kasar Bu. "

"Iya. Sesukamu aja Jon. Aku malah seneng dengarnya, " ucap Bu Yuli sambil meraih pinggangku ke arah bed.

"Tolong ambilin tasku Jon. Maaf ya, bukan nyuruh, " kata Bu Yuli.

Aku mengangguk. Lalu mengambil tas bu Yuli yang agak besar.

Mungkin berisi pakaian juga di dalamnya. Kemudian kuberikan tas itu kepada pemiliknya yang sudah duduk bersila di atas bed.

"Ini ada pil anti hamil, " ucap Bu Yuli sambil mengeluarkan se-strip pil didalam tas.

Dan ini ada lotion yang tidak panas, atas anjuran Bu Shara. "

"Buat apa lotion itu Bu ?"

"Kata Bu Shara sih buat disemprotkan ke dalam memekku.

Supaya licin pada waktu kontolmu mau dimasukkan. " ucap bu Yuli.

"Sepertinya sih gak usah pakai lotion. Nanti kan memek Ibu akan kujilatin dulu sampai orgasme.

Dengan air liur juga pasti licin Bu. "

"Ya udah, terserah Joni aja, " sahut Bu Yuli sambil menyimpan tasnya dekat bantal.

Lalu ia celentang pasrah, seperti menungguku agar cepat beraksi.

Untuk pemanasan aku pun merayap ke atas perut Bu Yuli. Untuk mencium bibirnya sambil meremas sepasang bakpao jumbo.

Tampaknya Bu Yuli memang sudah dikuasai keinginannya.

Keinginan merasakan disetubuhi cowok. Ini terbukti dengan suhu tubuhnya yang terasa menghangat.

Terlebih lagi ketika aku mencelucupi pentil togenya sambil merayapkan tanganku ke memeknya.

Mengelus - elus kelentitnya yang lebih gede daripada kelentit Tante Shara.

Ketika aku melorot turun ke arah memeknya, aku meletakkan 2 buah bantal di bawah bokong gedenya.

Agar memeknya agak menengadah ke atas, sehingga mudah menjilatinya.

Bentuk memek Bu Yuli memang lain kalau dibandingkan dengan memek Tante Shara.

Memek Bu Yuli ini tembem sekali. Mulut memeknya pun terkatup rapat, karena ketembemannya itu.

"Sebelum pergi ke sini tadi, kucukur dulu memekku sampai bersih. Itu juga atas anjuran Bu Shara, " ucap Bu Yuli ketika aku masih berusaha mengangakan kedua bibir luar memeknya.

Hidungku mencium harum dari memek tembem ini.

"Iya, kalau dicukur bersih gini, gampang jilatinnya Bu.

Hmmm ... memek Bu Yuli imut - imut banget. Cowok mana pun kalau sudah melihat memek Ibu, pasti tergiur, " kataku sambil menepuk - nepuk memek tembem Bu Yuli.

"Gak ... sepanjang aku belum menikah, memekku hanya boleh disentuh oleh Joni seorang, " kata Bu Yuli.

"Kenapa begitu ?" tanyaku ingin tahu.

"Aku tak mau bikin gempar, " sahutnya, "

Kalau salah seorang temanku sempat merasakan memekku, pasti sepuluh atau duapuluh teman lain jadi tau.

Dan kalau atasanku tau ... aku bisa dipecat dengan tidak hormat. Dan gossip akan menyebar ke mana - mana.

Makanya sebelum aku punya suami, memekku hanya untuk Joni seorang. "

Aku tidak menjawabnya. Karena aku sudah mengangakan memek Bu Yuli yang agak menengadah ini,

sementara jempolku mulai menggesek - gesek kelentit gede Bu Yuli.

Sambil menjilati dan menggesek - gesek kelentit, aku pun mengalirkan air liur sebanyak mungkin ke dalam mulut memek Bu Yuli.

Sepasang paha gempal Bu Yuli makin lama makin mengangkang.

Terkadang ia menggeliat sambil meremas - remas kain seprai.

Tapi sepasang kaki gempalnya tetap terpentang lebar, laksana busur panah bentuk posisinya.

Begitu lahapnya aku menjilati memek Bu Yuli yang harum ini. Sehingga dalam tempo singkat memek ibu guru itu mulai kebanjiran air liurku.

Tanpa buang - buang waktu lagi, aku berlutut sambil meletakkan moncong kontolku di mulut heun***t Bu Yuli.

"Pahanya tetap direnggangkan selebar mungkin Bu, " ucapku.

Bu Yuli menurut saja. Ia merentangkan sepasang paha sintalnya selebar mungkin.

Aku merasa letak moncong kontolku sudah tepat. Maka dengan sekuat tenaga kudorong kontol ngacengku.

Sudah masuk kepalanya saja. Kudesakkan lagi kontolku sekuat mungkin ....

masuk lagi sedikit.

Kudorong lagi sekuatnya ... waaaah .... memang masih sangat sempit liang memek Bu Yuli ini.

Maklum masih perawan. Namun aku tak mau kalah.

Kudorong lagi kontol ngacengku sekuat tenaga ...

makin dalam ...

ya ...

masuk makin dalam,

bahkan kurasa sudah lebih dari separohnya kontolku membenam ke dalam liang memek yang masih super sempit ini.

Aku pernah membaca buku tentang

"Malam Pertama".

Anjuran dari pakar seks itu bilang, kalau menyetubuhi perempuan yang masih perawan,

setelah penis masuk separohnya, ayun dulu penisnya sedikit demi sedikit.

Sampai nanti akan membenam lebih jauh ke dalam vagina perempuan itu.

Maka itulah yang kulakukan. Aku menarik kontolku pelan - pelan, lalu mendorongnya lagi sekuatnya, menariknya lagi perlahan - lahan, lalu mendorongnya lagi sekuat tenaga. Sehingga makin lama makin jauh jarak entotanku.

Bahkan pada suatu saat terasa moncong kontolku sudah mulai menyundul dasar liang memek Bu Yuli.

"Ini su ... sudah mu ... mulai ?" tanya Bu Yuli terengah.

"Sudah ... " sahutku sambil menghempaskan dadaku ke sepasang toket gede Bu Yuli.

"Sakit gak ?" tanyaku sambil mulai mengentot memek tembem perempuan XXXL itu.

"Tadi ada sakit sedikit. Sekarang mah gak. Enak aja yang ada.