Chereads / Go to Another World with The Beautiful Goddess / Chapter 10 - Chapter 9: Beri keselamatan kepada kami semua

Chapter 10 - Chapter 9: Beri keselamatan kepada kami semua

"Riku! Apa kau baik-baik saja?!" teriak dewi itu dan dia langsung berlari menghampiriku.

"Ya-Yah, aku baik-baik saja," jawabku dengan gugup. Aku tidak percaya jika dia benar-benar akan mengkhawatirkanku. Seharusnya hubungan kami masih belum sampai sejauh itu, kapan aku pernah mengibarkan benderanya?

"Dasar bodoh, kau benar-benar manusia terbodoh yang pernah kulihat!" ucap dewi itu sambil menarik kerah bajuku dengan sangat kuat.

Itu membuat alis mataku berkedut.

Padahal aku di sini rela-rela mengorbankan diriku sendiri untuk menyelamatkannya, tapi ada apa dengan perlakuan buruk ini?

Bukankah seharusnya di sini dia berterima kasih kepadaku sambil melihatku dengan tatapan orang yang sedang jatuh cinta?

Aku benar-benar telah salah menilainya.

"Kau—" Namun, begitu aku ingin membalasnya, mataku langsung terbuka lebar dengan terkejut.

Dia tiba-tiba memelukku.

"...." Seketika, aku membeku.

Tubuhku mematung, aku sama sekali tidak menebak jika dia akan memelukku, jadi aku tidak tau bagaimana caranya untuk merespon.

Ada apa ini?!

Kenapa dia tiba-tiba memelukku?!

Ha-Haruskah aku memeluknya juga?!

Serius, bagaimana caranya aku menanggapi ini?!

Seperti apa reaksi para protagonis di luar sana ketika mereka mendapati diri mereka disituasi ini?!

A-Apa yang harus kulakukan?!

"Umm, Kami-sama..." panggilku, tapi dia sama sekali tidak mengatakan apapun.

Ini membuat suasananya menjadi canggung. Perutku menjadi semakin sakit.

Kumohon, tolong katakanlah sesuatu. Aku sudah tidak bisa bertahan lama lagi.

Aku akan meminta maaf jika aku ada salah, jadi kumohon jangan diam terus, tolong lakukan lah sesuatu terhadap suasana ini?!

Siapapun, kumohon selamatkan aku!!

Saat aku menjerit seperti itu di dalam batin, aku menoleh ke arah gadis Elf dan para Elf yang juga berada di tempat itu dengan tatapan yang penuh harapan. Namun, mereka langsung memalingkan pandangan mereka dariku, dan pergi begitu saja meninggalkan kami berdua.

Bukan! Itu bukan sinyal untuk meninggalkan kami!

Tolong selamatkan aku dari situasi ini!

Jangan tinggalkan aku sendiri!

Tapi, mereka sama sekali tidak mengerti maksudku dan pergi jauh meninggalkanku bersama dewi itu yang masih memelukku.

Sekarang hanya tersisa kami berdua, membuat suasananya menjadi semakin sesak.

Serius, apa yang harus kulakukan?

Saat aku memikirkanmu hal itu, tiba-tiba hujan mulai turun dan perlahan-lahan memadamkan api yang telah menyebar di seluruh hutan ini.

"...."

Wajahku menengadah ke atas langit, dan melihat kembali dewi itu yang masih memelukku dengan erat. Pikiranku sekarang menjadi sedikit lebih tenang setelah air hujan membasahi kepalaku.

"Kami-sama...," panggilku. Tapi seperti yang kuduga, dia sama sekali tidak membalasnya, dan hanya membenamkan wajahnya di dadaku.

Setelah itu, aku menaruh tanganku di bahunya dengan lembut. "Kami-sama, aku minta maaf karena telah membuatmu khawatir. Sekarang sudah baik-baik saja, aku masih hidup," ucapku.

Saat itu juga, setelah beberapa detik berlalu, akhirnya dewi itu ingin berbicara.

"Apa kau janji tidak akan melakukan ini lagi?" tanyanya dan memeluk tubuhku semakin erat, suaranya juga terdengar sedikit gemetar.

Aku melepaskan pelukannya dariku, dan di sana aku dapat melihat wajahnya yang menangis, bersama air hujan yang terus merintik-rintik.

Pipinya juga sedikit memerah. Melihat itu, aku tersenyum dan mengulurkan tanganku untuk menghapus air matanya dengan lembut.

"Aku berjanji tidak akan membuatmu menangis lagi," jawabku dengan jelas.

Kemudian, dia menggenggam erat dadaku dan menatap lurus ke arah wajahku dengan matanya yang masih berair. "Apa kau juga berjanji tidak akan meninggalkanku lagi?" tanyanya.

Saat itu, aku memejamkan mataku sebentar, dan setelahnya, aku memeluk tubuh dewi itu.

"Tentu, itu merupakan sebuah kehormatan untuk bisa selalu bersama wanita cantik sepertimu. Aku mungkin terlihat seperti ini, tapi aku merupakan seorang pria sejati yang selalu menepati janjinya," ucapku dengan penuh percaya diri.

Awalnya dia terkejut, tapi perlahan-lahan dia juga mulai menerima tubuhku dengan sangat erat.

Dia tersenyum tipis. "Kau gemetaran."

"Berisik, aku juga sudah berusaha kau tau."

"Fufu, mungkinkah ini terlalu berat untuk seorang perjaka? Jika kau seperti ini terus, kau selamanya tidak akan pernah bisa membuat haremmu."

"Yah, saat itu aku hanya perlu mengikuti alurnya saja, dan menikmati diriku sendiri dengan membiarkan para gadisku memperebutkanku."

"Ya ampun, kau benar-benar bodoh. Apa kau pikir akan ada seorang gadis yang menyukaimu?"

"I-Itu kita juga belum tau, kan?! Dunia ini masih sangat luas, jadi aku yakin ada banyak gadis di luar sana yang menyukaiku dengan tulus!"

"Benarkah? Jadi, semisalnya saat ini aku mengatakan jika aku menyukaimu, apa yang akan kau lakukan?" tanya dewi itu, membuat alis mataku terangkat dengan terkejut.

Kemudian, aku menjawabnya tanpa ragu sedikitpun sambil memberikannya jempolku dengan mantap.

"Tentu saja, aku tidak akan pernah melepaskanmu, dan berjanji akan memberikan semua cintaku kepadamu."

"Begitukah?"

"Yah, tidak perlu ditanya lagi!"

"Apa kau berjanji akan memberikan semua cintamu tanpa harus memberikannya lagi kepada gadis lain?" tanyanya dengan senyuman lebar menggodaku dan menatapku dengan lurus.

Aku langsung terdiam membeku.

"I-Itu... Te-Tentu saja, aku berjanji!" jawabku dengan suara yang gemetar.

Mendengar itu, dia tertawa kecil.

"Itu terdengar sangat meragukan."

Uuh, aku benar-benar payah.

"Ya ampun, bukankah kau sendiri yang menyuruhku untuk berjanji?"

"Tapi, bisa jadi kau berbohong, kan?"

"Terus aku harus bagaimana? Apa kau ingin menyuruhku untuk bersujud di depanmu sambil bersumpah jika aku tidak akan berbohong?"

"Apa kau ingin melakukannya untukku?"

"Tidak, aku hanya bercanda. Tolong maafkan aku."

"Lihat, kau tidak pernah bisa dipercaya."

"Uuh..."

"Yah, lupakan itu. Aku mengerti seperti apa sifatmu, jadi kau tidak perlu mengkhawatirkannya."

Mendengar itu, aku hanya bisa tertawa kaku.

Kemudian, kami lanjut mengobrol dengan santai sembari berpelukan dan terbasahi oleh air hujan.

Ini mungkin hanya sekedar basa-basi, tapi entah kenapa ini benar-benar sangat menyenangkan.

Setelah itu, dia akhirnya memutuskan untuk melepaskan pelukannya duluan, dan saat itu juga, dia menatapku dengan tatapan yang serius.

"...." Aku terdiam.

Tapi, saat kupikir dia ingin mengatakan sesuatu yang serius, dia berkata.

"Alicia."

"Eh?"

"Namaku, Alicia. Bukankah aku belum pernah memperkenalkan diriku dengan benar?" ucapnya, sembari tersenyum lembut kepadaku.

Alis mataku terangkat.

"Ah?"

Saat itu juga, dia berlari meninggalkanku sambil tertawa keras, kemudian saat dia berbalik untuk melihat ekspresiku. Dia memejamkan sebelah matanya, menaruh tangannya di atas kepala dengan kepalan seperti tangan kucing dan mengeluarkan lidahnya dengan tengil.

"Maaf~★"

Melihat itu, aku sadar jika dia telah mengerjaiku.

Tampaknya dia juga sadar jika selama ini aku terus memikirkan tentang namanya dan menunggu waktu yang tepat untuk bertanya. Tapi, dia malah memberitahukan namanya sendiri tanpa menungguku untuk bertanya. Padahal aku berniat untuk menjadikan ini sebuah adegan yang mengharukan, tapi dia malah menghancurkannya.

Ya ampun, dia benar-benar dewi yang menyebalkan.

Aku menghela nafas pasrah, setelah itu aku mengejarnya yang sudah pergi jauh.

"Hei, tunggu! Jika kau sudah tau dari awal, kenapa kau tidak pernah memberitahukanku?!"

"Fufu, pikirkan sendiri!" jawabnya dan terus berlari.

Tapi, saat dia mengatakan hal itu dengan wajah yang penuh kemenangan, dia tiba-tiba tersandung oleh akar pohon dan terjatuh dengan wajahnya yang mendarat tepat di atas tanah yang basah, membuat wajahnya penuh dengan tanah kotor.

Melihat itu, aku menertawakannya dengan keras.

Tapi, dia membalasku dengan melemparkan gumpalan lumpur tepat ke arah wajahku dan mulai tertawa keras juga ketika melihatku yang terbatuk-batuk menelan lumpur tersebut.

Alis mataku berkedut dengan kesal.

Tampaknya dia ingin memulai perang.

"...."

Kemudian, saat itu juga, kami mulai bertarung dengan cara saling lempar-lemparan lumpur di tengah-tengah hujan deras tersebut.