Liantyn dan Joffrey saling bertukar kertas ujian saat Profesor tidak melihat. Melihat keduanya dari belakang, aku mengerutkan kening.
'Apa yang sedang mereka lakukan?'
Durasi ujian tampak mendekati akhirnya. Ku-pikir juga waktunya akan segera habis. Tapi dia bertukar kertas dengan Joffrey?
Kertas yang di ambil Liantyn dari Joffrey tampak tidak terisi satu pun. Liantyn dengan cepat mulai menulis di kertas yang di berikan Joffrey kepadanya. Tapi tentu saja, waktunya terlalu singkat. Dia bahkan belum sempat menjawab beberapa, tetapi Profesor telah mengumpulkan kertas ujian.
Wajah Liantyn memucat
'Kalau itu masalahanya, kenapa dia menukar kertas ujian?', Aku memiringkan kepalaku
Kata Profesor yang mengumpulkan semua kertas ujian, "Kami akan mengelompokan kelas berdasarkan nilai ujian. Grup dengan nilai tertinggi akan menerima poin spesial, jadi lakukanlah yang terbaik"
Jadi maksudnya, tes ini penting untuk menentukan kelompok anak-anak.
Kelas pagi diakhiri dengan tes. Karena kebanyakan adalah anak kecil, maka kelasnya singkat saja.
Joffrey meninggalkan Ruang Kelas dengan senyum di wajahnya. Satu per satu anak lainnya mulai berjalan keluar.
"Maaf...apa kau tidak pergi?", Dionera bertanya padaku saat aku duduk diam.
Aku menjawab, "Yaa aku pergwi", dan bangkit bersama anak itu.
Tepat saat aku hendak melewati pintu ruang kelas, Pengasuh Liantyn bergegas masuk, "Nona, apakah anda melakukan sesuai saran saya?"
"...."
"Nona Muda...."
"Ya! Aku melakukannya!", Liantyn menjerit dan menjatuhkan kepalanya ke mejanya, ia menangis.
Pengasuh itu memeluk Liantyn dari samping dan membelai punggunggnya berulang kali, "Kerja bagus. Bagus sekali...."
"Aku, Aku belajar sangat keras....aku bahkan tidak mengambil fase istirahat kali ini untuk mengejar Kelas Menengah....!"
"Saya mengerti, Nona Muda. Saya tahu semuanya"
Saat aku terus menatap mereka, Dionera dengan lembut meraih tanganku, "Kau tidak jadi pergi...?"
"Ayo"
Aku berjalan di lorong bersama Dionera. Tangisan Liantyn berlanjut sampai kami berjalan ke ujung lorong. Dionera menghela nafasnya sambil berjalan.
"Apakah kakak sediih?"
"Eh? Oh tidak....aku hanya merasa tidak berdaya saja...."
"Kenapa?"
Dionera melihat sekeliling dan mengecilkan suaranya, "Kalau bisa, jangan terlibat dengan Joffrey"
"....?"
"Karena ayahnya Joffrey, Paman Balderick adalah pria yang menakutkan"
"Pamann?"
"Uh huh. Wilayah Balderick adalah tanah yang paling subur, dan dekat dari Pusat Perbelanjaan, sehingga itu berkembang pesat. Jadi ku-kira mereka meminjamkan banyak uang kepada kerabat-kerabat. Dan juga wilayah kami...."
Aku mengerti maksudnya. Setelah pemeriksaan wilayah oleh Kakek, sebagian besar wilayah mengalami pemotongan anggaran secara drastis. Juga banyak bencana yang terjadi di tahun ini. Jadi mereka tidak punya pilihan selain meminjam banyak uang dari Ayah Joffrey.
"Mereka harus mendengar semua yang dikatakan Joffrey. Jika tidak, orang tua mereka akan berada dalam masalah...."
Aku bertanya-tanya kenapa Joffrey, yang bahkan tidak berada di peringkat ke-7, bisa bersikap seperti itu. Rupanya ada celah untuk memegang kendali.
'Liantyn pasti terpaksa mengganti kertas ujian karena orang tuanya'
Anak perempuan itu, meskipun jahat, dia sangat mencintai orang tuanya. Ketika Paman Decones dan pasangannya memandang putri satu-satunya, kasih sayang ada di mata mereka.
Aku mengerang, Hmm.
* * *
Setelah makan siang, Anak-anak berkumpul di taman depan asrama dan berlarian. Itu berdekatan dengan kantin tempat kami makan, jadi selalu ramai saat jam makan siang.
Dionera dengan hati-hati mendekatiku saat aku duduk di bangku dan memain-mainkan kakinya, "Hei, apa kamu suka kue cokelat?"
"Syuuka!"
"Baiklah", kemudian dia membuka tas piknik yang terbuat dari rotan.
Apa yang dia keluarkan dari tas tersebut adalah dua pai bundar cokelat seukuran telapak tangan-ku. Pai itu ditaburi remah kacang, membuatnya memiliki wangi yang sedap.
"Ah, ada juga susu!"
"Kakaak duduklah disinii"
Aku menepuk kursi di sebelahku, dan Dionera dengan senang hati duduk. Kami duduk berdampingan dan makan kue. Lalu seseorang meletakan dagunya di bahuku.
"Aku juga mau"
Aku melihat ke samping dan mendapati Balzac yang menatap pai-ku dengan wajah yang kelelahan. Ketika dia membuka sedikit mulutnya dan aku memasukannya ke mulut-nya, dia mengunyah dengan baik.
Balzac yang menelan potongan pai yang dimasukkan di mulutnya, merenggangkan tubuhnya dan duduk di seberang-ku. Joshua juga mendekat.
"Baby, apa kau sudah makan siang?"
"Balzac belum makann?"
"Aku belum makan siang"
"Kenapaa?"
"Pelatihannya lama sekali selesainya, jadi baru bisa makan sekarang", lalu dengan tampang lelah dia menambahkan, "Profesor Berpedang ini hendak membunuh orang"
Kalau dipikir-pikir, aku mengingat kata-kata Conrad bahwa Guru Berpedang-nya sangat keras.
Balzac menatapku dan melirik Dionera yang ada disebelahku, "Hoh, rupanya juga ada kau disana?"
"Ah, uh, y, ya, ya.....", suaranya sangat kecil sehingga aku-pun tidak bisa mendengar suaranya.
Balzac mengerutkan keningnya, "Apa itu? Berbicaralah yang jelas"
Dionera mengangkat bahunya seperti kura-kura dengan wajah pucat membiru. Kasihan sekali, dia tampak seperti hewan kecil yang ketakutan.
Aku memeluk Dionera dan memberitahu si kembar, "Jangan takut-takutii kakak"
"Kapan aku! Dionera, apakah aku menakuti-mu?"
"Wah, ah, ah, ah, ah, ah, tidak!"
"....", "....", "....", Aku dan si kembar melihat ke arah Dionera, yang gemetar.
Joshua dengan ramah berkata, "Kamu tidak perlu takut. Aku tidak membenci orang yang bersahabat dengan Elliotte"
"Uh, Oh, baik", Tetap saja, Dionera tidak bisa tenang
Balzac mengangkat bahu seolah dia tidak peduli, "Kudengar Kelas Pemula akan mengadakan pertandingan di jam siang?"
"Itu sajaa?"
"Kau tidak tahu? Acaranya seperti permainan berkelompok. Generasi ke-dua akan hadir disana"
"Ayah jugaa?"
"Ya, semuanya berkata mereka menginap di Kastil sejak kemarin"
"Waw"
"Joffrey juga begitu bersemangat. karena Kakek bilang dia akan mampir sebentar. Dia pikir Dia akan mendapatkan skor-terbaik kali ini"
Joshua mengelus rambutku, berkata, "Hati-hati Elliotte. Kalau menurutmu situasinya berbahaya, segera menjauh"
"Yap!"
Setelah berkata demikian, si kembar menyapa-ku. Sepertinya mereka akan pergi ke kantin untuk makan. Jadi aku melambaikan tanganku.
Hanya setelah si kembar pergi, Dionera mengusap dadanya.
"Kakak, kamu baik-baik sajja?"
"Iya"
Tak satu pun dari tampangnya membaik. Tidak peduli seberapa hilang rasa gugupnya, wajahnya masih putih.
Aku mendongak dan Dionera tersenyum canggung, "Bal-Balzac dan Joshua bukan satu-satunya yang kutakuti, tapi beberapa sepupu lainnya....ini memalukan"
"...."
"Sedikit-sedikit aku di ganggu dan itu membuatku merasa tidak nyaman....Aku memiliki rambut hitam seperti ini, gelap dan suram, jadi anak-anak menyebutku Burung Gagak.....", Dionera ragu-ragu dan menggaruk kepalanya, "Ah, kalau Kelas Siang adalah Pertandingan yang sebenarnya, formasi kelompoknya akan diumumkan. Aku akan pergi memeriksanya!"
Kemudian anak itu kabur.
Aku menatap punggung anak itu.
'Aku harus pergi juga'
Kalau Kakek akan menghadiri kelas sore, akan lebih baik untuk bersiap-siap sedikit. Aku meninggalkan taman dan memasuki Asrama. Dan aku menuju kamar-ku.
Aku membuka pintu dan masuk, terduduk di tempat tidur dan mengerang, "Adudu".
'Ini membuatku sedikit gugup karena aku kebanyakan menghabiskan hari-hariku dengan bermain'
Dan aku tidak sengaja melihat ke samping
'....Eh'
Laci meja di samping tempat tidur sedikit terbuka. Seingat-ku, aku tidak menyentuh meja samping sejak kemarin. Tidak pernah ada Pelayan yang meletakkan apa pun di sisi atas meja samping.
Dari pengalaman-ku sebagai Yoo Hyemin, ini bukan hal yang bisa di abaikan karena tampak sepele. Banyak kasus dimana adik tiri-ku membongkar kamarku dan mengambil sesuatu.
'Apa yang dicuri?'
Masa sih? Aku membawa semua barang berharga-ku di tas-ku. Batu Berkat yang ku-ambil untuk diri-ku saja, dan permata yang selalu ku-bawa untuk berjaga-jaga kalau-kalau harus melarikan diri.
'Tidak ada yang bisa dicuri'
Tidak ada yang akan berpikir bahwa kamar anak berusia tiga tahun memiliki sesuatu yang berharga untuk dicuri, lalu...
'Kalau begitu penyeludupan'
Aku bangun dan menggeledah kamar.
Tidak ada di laci.
Tidak ada di lemari pakaian.
Tidak ada di dekorasi.
'Jangan-jangan....'
Aku segera masuk ke ruang ganti. Lalu aku merogoh saku baju di gantungan satu per satu. Saat aku menyentuh saku mantel yang tergantung di tengah, sesuatu yang tumpul terasa.
Saat aku mengeluarkannya, itu adalah pena Joffrey Astra
Itu adalah pena yang sangat mewah dengan tulisan terukir diatasnya.
Aku tahu benda ini, Ini ada muncul di [IPTVG]
Joffrey Astra akan dengan bangga mengeluarkan Pena Emas dari sakunya setiap kali dia menandatangani dokumen. Itu adalah Pena yang dibuatkan oleh Ayah-nya dengan biaya yang luar biasa demi ulang tahunnya yang ke-6.
Aku tidak pernah mengambil hal seperti ini.
'Seseorang menyeludupkannya'
Dan sudah jelas siapa yang memasukan ini. Seseorang yang bisa dengan mudah keluar-masuk kamarku dan menuruti perintah Joffrey.
Baru saja pagi ini, Pelayan Anak yang menempel pada Nyonya Sarah pengasuh Joffrey, tampak kegirangan.
.
'Kemarin itu, sangat tidak menyenangkan kau lebih menonjol dari pada aku'
Jadi aku akan merundungnya, tetapi karena ada si kembar, jadi aku tidak ada kesempatan melakukannya secara fisik~
.
'Joffrey adalah salah satu dari Keturunan Langsung yang ku-khawatirkan'
Karena dia yang paling kejam dan licik diantara sepupu-sepupu.
'Kalau saja aku tidak memimpikannya....'
.
"Itu salahmu Elliotte!"
"Aneh sekali kau menghadiri pesta ulang tahun Dahlia. Kau sengaja duduk di sudut dan membujuk Dahlia untuk mampir kesini, kan!"
"Dahlia itu sangat baik sehingga dia tidak tahan melihatmu menyendiri. Jadi kau memancingnya kesini!"
.
Berkata semaunya dari mulutnya. Dia tidak memikirkan situasinya, dia bahkan tidak memikirkan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh kata-katanya terhadap orang lain.
'Kalau sampai seperti ini, aku tidak bisa tinggal diam'
Aku menggambil Pena itu dan menyeringai.
* * *
Tempat yang ku-tuju selanjutnya adalah Ruang Kelas Dasar. Ada dua anak di dalam kelas, Dionera dan Liantyn. aku melangkah ke antara mereka dan memeriksa kertas pengumuman di dinding.
Grup A : Joffrey, Adam, Fabio
.
.
Group D : Elliotte, Liantyn, Dionera
Kelompok-kelompoknya diatur berdasarkan gender.
Liantyn menggigit bibirnya dan nyaris tidak bisa menahan air matanya.
'Aku menjawab asal-asalan untuk berpura-pura menjadi anak kecil'
Liantyn terlihat seperti langitnya telah runtuh.
Dionera....yah
"Nilaiku paling jelek. Tidak bisa dipercaya"
Mata Dionera melirik kearah Liantyn, "Aku, juga, kalau kita bekerja sama, kita mungkin bisa mendapat nilai bagus...."
"Apa kau bisa tambah-tambahan?"
"Dua, tambah dua....."
"Perkalian!?"
"...."
"Aku tauu ejaan Kunyo!"
"A, Aku tahu sedikit...."
Liantyn terduduk dan menangis.
Aku berjongkok dan menatap Liantyn, "Kenapa kakak menukwar kertasmu dengan Joffrey"
"K, kau melihatnya?!"
"Uh huh"
"Ini...bagaimana?", Liantyn terlihat sangat ketakutan, "Jangan katakan pada siapa pun....kalau Joffrey ketahuan, dia akan menggila"
"Apa Joffrey itu burukk?"
"....tentu saja. Dia mengancamku setiap hari. Orang tua-ku selalu kesulitan karena ayah-nya! Aku jadi terkena imbas di antara pertikaian mereka...."
Aku mendongak ke arah Dionera kali ini, "Kakak tidak syuka di ejek sebagai Gakgak, bukan?"
"Ya...."
Aku tersenyum dan berdiri tegap, "kalau begitu kalian mau balas dendam?"
Pada kata-kataku, mereka berdua melebarkan matanya dan menatap-ku.
"Balas dendam....?"
"Pembalasan?"
Aku mengangguk dan berkata, "Yap!"
Dionera memain-mainkan jari-jarinya dengan ekspresi penuh kekhawatiran. Dia melihatku, dan memegang lehernya tak tahu apa yang harus dia lakukan.
"Nahh, kalau begittuu...bisakah kalian bekerjwa sama denganku?"
"Tentu!", wajah Dionera menjadi cerah ketika mengetahui mereka akan bekerja sama, walaupun alasannya bukan karena pengaturan ini. Dia dengan cepat meraih tanganku, "Kalau begitu mari kita lakukan"
"Baguss", Aku menatap Liantyn lagi, "Kakak?"
Liantyn menggigit bibirnya, dan dia hanya menatapku dengan tatapan kosong.
'Oh benar juga', Liantyn membenciku.
Meskipun demikian, bukankah musuh dari musuh bisa menjadi teman sesaat.
Liantyn membuka mulutnya, "Aku!"
"...?"
"....dengan senang hati aku melakukannya", Liantyn bangkit dan menepuk-nepuk gaunnya untuk membersihkan debu, "Aku ini sangat pandai menindas orang lain"
"Yap! Ituu keahlian Kakak!"
"Benar!"
Kami bertiga berputar-putar. Aku dan Liantyn terkekeh dengan nakal, dan Dionera yang polos hanya ikut tertawa bersama.
'Tunggu saja, anak tengik'
* * *
Kelas siang dimulai, seperti yang diberitahukan, itu adalah Pertandingan untuk di observasi oleh para orang tua. Anak-anak di Kelas Pendidikan Dasar berganti ke pakaian olah raga dan bergegas ke lapangan.
Orang tua menempati tempat duduk untuk menonton anak-anak mereka dan melambaikan dengan ringan. Daymond juga melihat anak-anak untuk mencari putrinya.
Kata saudaranya yang bersamanya, "Elliotte ada disana, Kak"
Diantara anak-anak perempuan berambut panjang terikat, Elliotte terlihat dengan kunciran-nya di bawah kedua telinganya.
"Dia mengepang rambutnya hari ini. Manisnya.."
Saat saudara-saudaranya tertawa. Daymond berkata dengan nada serius, "Bersiap"
Kemudian, para prajurit, letnan, dan pejabat wilayahnya yang berada disekitar Daymond, mereka semua mengeluarkan buku sketsa.
Hanya satu hal yang Daymond tanyakan ketika merencanakan operasi khusus, "Apa kamu pandai menggambar?"
Kalau dipikir-pikir, dia hanya memiliki potret-potret dari saat Elliotte tinggal di Menara #12, dan dia tidak memiliki potret lainnya sekarang.
Di Kastil tanpa kehadiran putrinya, dia menyesali kekosongan tersebut.
'Aku ingin melihatmu, tapi tidak ada potret wajahmu'
Dia tidak bisa membawa pelukis untuk masuk. Setelah pemeriksaan daftar pasukan Daymond, dia telah dihubungi beberapa kali oleh Kastil Duke untuk merevisinya.
"Apa kamu benar-benar seorang pelukis?"
"Apa kamu seorang pelukis sejati?"
"Kenapa kuasmu bergetar?"
Mereka yang tidak memahami betapa pahitnya ketika Dia dilarang membawa pelukis masuk, dengan misi melukis sosok putrinya. Karena ada resiko orang tersebut menggambar denah-peta keadaan Kastil dan membocorkannya.
Daymond mengingat-ingat momen itu dan tidak ikhlas, "Kalian tidak boleh melewatkan satu pun bulu matanya, tidak kurang setitik pun!"
"SIAP!"
Ketika mata mereka semua berfokus pada Elliotte, saudara-nya yang duduk bersama mereka terkejut.
'....Apa mereka gila?'
Para prajurit menggambar dengan mata membara, sementara Elliotte melihat sekeliling kursi penonton.
"Ayahh!"