Chereads / Terjebak Skandal CEO Dingin / Chapter 8 - Obrolan Ringan

Chapter 8 - Obrolan Ringan

Dapat Ellio rasakan sesuatu yang bergerak pada salah satu bahu. Alih-alih terbangun, Riehla hanya membenarkan letak kepalanya. Mencari kedamaian. Datang seorang Pramugari yang membawakan minuman Ellio. Saat Ellio sedang meminumnya, mata yang sebelumnya terus tertutup perlahan terbuka. Terlonjak kaget saat mengetahui apa yang tengah terjadi. "Maaf, Pak. Saya gak sengaja tidur di bahu Bapak." Dengan wajah takut dan merasa bersalah.

Ellio menoleh ke arah Riehla. Hanya sekedar menatap sebelum pria itu berlalu dari hadapan Riehla. Riela beberapa kali memukul pelan kepalanya, merutuki kebodohan yang tidak disengaja. Riehla pikir Ellio pasti sangat terganggu. Bagaimana mungkin baik-baik saja.

Beberapa saat kemudian...

Mengetahui posisinya, seperti biasanya Riehla memilih berjalan di belakang Ellio. Tentu ia merasa tidak pantas berjalan di samping Ellio. Walau mungkin di mata Tuhan mereka setara, tapi inilah hidup. Pasti akan ada rasa dimana tidak pantas dan sebagainya.

Masuk ke dalam taksi. Riehla memilih duduk di samping Pak Sopir. Riehla pikir jika ia Sekretaris-nya Ellio, masih pantas duduk di samping pria itu. Kenyataannya Riehla hanya seorang Editor. Saat mobil melaju, diperhatikannya jalanan di luar sana. Itu kali pertama ia ke luar negeri untuk urusan bisnis terlebih bersama CEO-nya.

"Sebelumnya kamu sudah pernah ke Bali?" tanya Ellio sembari menatap ke arah luar.

"Sudah. Waktu itu bersama Keluarga saya." Beberapa tahun lalu, tepatnya saat kelas 1 smp. Ayah-nya mengajak liburan ke Bali dengan uang yang selama ini Ayah-nya kumpulkan memang untuk liburan.

Taksi berhenti tepat di depan gedung Hotel. Mereka melangkah masuk dengan menyeret koper masing-masing. Riehla yang berdiri di samping Ellio, memperhatikan pria itu memesan Kamar. Melangkah masuk ke dalam lift. Ellio serahkan kartu Kamar yang akan ditempati Riehla. "Jam 9 kita akan bertemu klien-nya, jadi kita harus tiba setengah jam sebelumnya. Selama menunggu, kamu bebas mau melakukan apa. Kamu juga boleh jalan-jalan di sekitar Hotel." Sembari menatap lurus ke depan.

Ting

Ellio melangkah keluar disusul Riehla. Ellio memberitahu Kamar yang akan di tempati Riehla yang ternyata berhadap-hadapan dengan Kamar-nya. Mereka melangkah masuk ke dalam Kamar masing-masing. Setelah menaruh tas di atas nakas dan koper yang dibiarkan berada di dekat nakas, Riehla berjalan ke arah jendela. Dibukanya sebagian gorden. Memperhatikan pemandangan di bawah sana di mana nampak lautan yang jaraknya lumayan jauh.

Ting nong ting nong

Melangkah ke arah pintu, membukanya. "Saya mau makan di Restaurant. Kamu mau makan di Kamar atau ikut saya?"

"Saya mau makan di Kamar."

"Ya sudah." Saat Ellio melangkahkan kaki, Riehla kembali tutup pintu. Hidupnya bukan sebuah novel romance. Riehla tahu niat baik Ellio, namun Riehla masih tahu diri. Ia akan merasa nyaman memesan makanan yang akan diantar ke Kamar.

Hari sudah pagi dan Riehla masih terlelap, berbeda dengan Ellio yang melangkah keluar Kamar dengan pakaian seperti akan olahraga pagi. Ditatapnya pintu Kamar Riehla, lalu melangkahkan kaki. Tidak lama kemudian, perlahan mata Riehla terbuka. Meraih handphone yang berada di atas nakas. Melihat jam yang ternyata sudah mau jam tujuh. Menaruh asal handphone di atas kasur. Mendudukkan diri.

Drrrtt drrrtt drrrtt

Diambilnya handphone, nampak panggilan masuk dari Randy. "Hallo, Pak."

"Kamu lagi sama Pak Ellio?"

"Nggak, Pak. Ada apa?"

"Saya hubungi dari tadi gak juga diangkat. Tolong kamu kasih tahu Pak Ellio kalau pertemuannya diundur jadi jam 10."

"Baik, Pak."

"Ya sudah."

"Iya."

Setelah sudah rapi dan nampak lebih cantik dengan riasan natural itu, Riehla melangkah keluar. Berdiri di depan pintu Kamar Ellio, menekan bel. Menekan beberapa kali dan tidak juga dibukakan. Riehla pikir tidak mungkin Bos-nya itu masih tidur. "Ada apa?" tanya Ellio yang baru kembali.

"Pak Randy coba menghubungi Bapak cuma gak diangkat-angkat, jadi beliau menghubungi saya. Katanya pertemuanya diundur jadi jam 10."

"Sudah sarapan?"

"Kebetulan saya baru mau pesan makan."

"Tunggu saya di Kamar kamu. Kita akan sarapan di Restuarant yang ada di dekat Hotel." Riehla perhatikan Ellio yang masuk ke dalam Kamar-nya. Riehla pun masuk ke dalam Kamar-nya.

Jika ada kesempatan menolak seperti semalam, Riehla akan melakukannya. Namun, kali ini bukan sebuah pertanyaan melainkan perintah. Ellio sudah memutuskan mengajak Riehla makan bersamanya. Jika Riehla menolaknya itu akan terasa seperti jual mahal. Kenapa ia harus bersikap seperti itu? Jual mahal itu untuk seseorang yang berkelas dan memiliki kekuasaan. Riehla tidak memiliki keberanian menolak Ellio.

Beberapa saat kemudian...

Mereka berjalan kaki ke Restaurant yang jaraknya sangat dekat dengan Hotel. Memilih meja, di mana duduk saling berhadapan. Datang seorang pelayan perempuan. Ellio biarkan karyawatinya itu memesan lebih dahulu.

"Kamu pasti mengira kalau ini kali pertama saya makan di sini," ucap Ellio.

"Sebelumnya Bapak pernah makan di sini?"

"Sekitar 4 kali sama hari ini."

"Berarti Bapak sering ke Bali."

"Ini kedua kalinya kamu ke Bali?"

"Iya. Berkat Pak Ellio."

"Bukan berkat saya. Seharusnya kamu berterima kasih sama Luna. Kalau dia gak tiba-tiba sakit saya gak akan memikirkan kamu buat jadi pengganti Luna."

Riehla tersenyum tipis. "Nggak enak rasanya berterima kasih sama Bu Luna yang lagi sakit. Nanti saya kelihatan bersenang-senang di atas penderitaannya."

Pesanan mereka datang dan mereka langsung menikmatinya.

"Kamu sudah berapa lama bekerja di perusahaan saya?"

"5 tahun."

"Lumayan lama juga ya." Lalu, memasukkan makanan ke dalam mulut.

"Rasanya sudah seperti Rumah makanya sampai hari ini saya gak kemana-mana."

"Walau rasanya secapek itu? Belum lagi memiliki Bos seperti saya."

"Bekerja di mana pun juga pasti rasanya akan kayak gitu. Namanya juga bekerja. Kita dituntut bekerja keras setiap hari." Lalu, meneguk sedikit es lemon tea-nya.

***

Semula terlihat normal, namun di pertengahan Riehla merasa ada yang aneh. Sesekali Ellio menggaruk tenguk lehernya dan perlahan sebagian leher pria itu merah. Ellio, Riehla dan satu orang pria berpakaian formal itu berdiri dari duduk. Ellio berjabat tangan dengan pria itu yang tersenyum ramah. Ketika pria itu sudah sedikit jauh, Ellio mendudukkan diri.

"Pak Ellio gakpapa?" Sembari melihat Ellio yang nafasnya tak beraturan.

"Saya rasa di makanan itu terdapat udang." Melihat nafas Ellio yang semakin tak menentu, seperti kesulitan bernafas, Riehla cemas.

Riehla yang panik pun meminta bantuan pelayan Restuarant untuk mengubungi ambulance. "Sebenarnya apa yang terjadi? Apa mungkin ...." gumam Riehla sembari menatap Ellio yang perlahan kehilangan kesadaran.

Ellio di bawa ke Rumah Sakit dengan ambulance. Tentu Riehla setiap di samping Ellio. Sangat tidak mungkin Riehla meninggalkan Ellio terlebih di saat kondisinya seperti itu. Riehla perhatikan wajah pucat Ellio.