Setelah apa yang terjadi, membuat jangungnya berdegup dua kali lipat serta hati yang sedikit pun tidak tenang, Riehla membiarkan dirinya tertidur di sofa dengan posisi duduk. Tiba-tiba saja ia merasa ngantuk. Perlahan mata Riehla terbuka. Hal pertama yang ia perhatikan adalah mengecek keadaan Ellio. Apakah Bos-nya itu sudah sadarkan diri.
Berjalan ke arah Ellio yang kedua matanya masih menutup. "Aku benar-benar gak tahu kalau Pak Ellio punya alergi," gumam Riehla dengan nada pelan. Walau itu semua bukan salahnya, lebih tepatnya tidak ada yang salah sama sekali di sana, Riehla tetap merasa bersalah. Ada perasaan bahwa ia perlu bertanggung jawab.
Perlahan mata itu terlihat terbuka. Manik mata mereka bertemu. "Saya kira saya sudah meninggalkan bumi," ujar Ellio dengan suara pelan.
"Bapak gak boleh ngomong gitu!" Jika yang dipikirkan Ellio terjadi, maka orang pertama yang akan menyalahkan dirinya sendiri adalah Riehla.
"Kamu gak perlu merasa bersalah. Bukan salah kamu. Kamu bahkan gak tahu kalau saya punya alergi, benar kan?"
Sepertinya terlihat jelas jika Riehla sedang menyalahkan dirinya. "Tetap saja. Seharusnya saya bisa mencegah hal kayak gini terjadi."
"Ada banyak hal gak terduga yang gak bisa kita prediksi. Yang kita bisa lakukan hanya menerimanya."
Sedingin-dinginnya Ellio, dia masih memiliki hati. Bukan seseorang yang buruk. Hanya seseorang yang terkadang berusaha mengerti dan terkadang juga bisa egois. Sikap yang bisa berubah-ubah itu menyebalkan.
Ellio terpantau bangun dari tidurannya. Riehla perhatikan baik-baik dan siap membantu saat Ellio beringsut dari ranjang. Sepertinya otak Riehla sedang berhenti sejenak, ia mengikuti Ellio hingga di depan Kamar Mandi. Menyadari ada yang mengikuti Ellio membalikan tubuh ke arah belakang. "Taktik apa yang sedang kamu gunakan?"
"Taktik?" Dengan wajah bingung.
"Mau ke Kamar Mandi juga?" tanya Ellio.
"Nggak, Pak."
"Terus kenapa kamu berdiri di sini? Gak ada yang perlu kamu khawatirkan. Saya gak akan kenapa-kenapa di dalam. Sekarang kembali duduk!" Melihat tatapan mematikan itu, Riehla segera duduk di sofa. Ellio sedikit menggelengkan kepala, tidak habis pikir dengan kelakuan karyawatinya satu itu. Melangkah masuk ke dalam Kamar Mandi.
Drrrtt drrrtt drrrtt
Diambilnya handphone yang ada di sofa, dekatnya. Menerima panggilan masuk dari Luna. "Hallo, Bu."
"Saya dengar Pak Ellio masuk Rumah Sakit gara-gara alergi udangnya."
"Maaf, Bu. Saya gak bisa menjaga Pak Ellio dengan baik."
"Bukan salah kamu. Seharusnya saya kasih tahu kamu kalau Pak Ellio alergi udang. Lagi siapa yang mengira di hidangan itu ada campuran udangnya."
"Pak Ellio sendiri gak menyadarinya karena kayaknya di menunya gak ada tulisan ada campuran udang."
"Mungkin karena campurannya hanya sedikit. Keadaannya gak terlalu parah kan?"
"Iya, Bu. Baru aja siuman."
Ceklek
"Ya sudah kalau gitu. Saya juga perlu banyak istirahat."
"Iya, Bu."
"Teleponan sama siapa?' tanya Ellio sembari jalan dengan tatapan tertuju pada Riehla.
"Bu Luna."
Ellio kembali merebahkan tubuh di atas ranjang karena masih merasa sedikit pusing. "Pak Ellio mau makan atau minum sesuatu? Biar saya belikan."
"Nggak. Oh ya, gimana keadaan Ayah kamu?"
"Sudah jauh lebih baik. Itu semua berkat Bapak."
Ada satu hal yang selalu ingin Riehla tanyakan. Alih-alih karyawati lain, kenapa Ellio memilihnya? Apakah Riehla terlihat semudah itu? Namun, pertanyaan itu tidak pernah benar-benar ia tanyakan. Riehla takut salah bicara.
"Kapan Randy sampai di sini?"
Belum juga Riehla memberitahu Ellio bahwa Randy sedang dalam perjalanan. "Bapak kok bisa tahu?"
"Dalam keadaan kayak gini kamu pasti lapor sama Randy, dan Randy akan ke sini. Kalau dia gak segera menemui saya, itu berarti dia mulai berubah." Sedikit paham sedikit tidak, itulah yang sedang Riehla rasakan.
"Saya belum dapat kabar lagi. Sebelum berangkat sih katanya paling sampai sini sore."
"Saya gak nyangka kalau bisa menahannya sampai klien pergi."
"Kalau campuran udangnya lebih banyak apa kondisi Pak Ellio lebih parah?"
"Iya."
Riehla menghela nafas. Ia bersyukur bahwa campuran udang itu hanya sedikit. Tidak tahu gimana jadinya kalau sampai keadaan Ellio lebih buruk dari saat ini. "Kalau keadaan saya kritis, kamu akan benar-benar merasa bersalah. Sekali pun bukan salah kamu. Kenapa harus merasa bersalah?"
"Karena saya ada di tempat. Saya menyaksikan Pak Ellio makan hidangan itu. Gimana mungkin gak merasa bersalah?!"
Beberapa saat kemudian...
Di dalam Ruang Rapat Inap Ellio sudah tidak ada Riehla, adanya Randy yang sedang mengupas buah pir. "Menurut kamu Riehla itu gimana?" tanya Ellio sembari duduk, tentu di atas brankar.
"Baik, dan bekerja keras. Kenapa?" Lalu, menoleh ke arah Ellio.
"Saya rasa dia tipe orang yang cepat merasa bersalah. Sekali pun kesalahan itu bukan salahnya."
"Saya juga sekarang sedang merasa bersalah." Sembari menyodorkan piring berisi potongan apel pada Ellio.
"Kalian itu sama." Lalu, menggigit apel.
Yang tengah dilakukan Riehla yang tidak ada kegiatan apa-apa, menonton tv. Serius menonton drama Korea. Mau jalan-jalan di sekitar Hotel saja rasanya malas.
Ting nong
Segera perempuan itu beringsut dari atas kasur, membuka pintu. Dipersilakannya masuk petugas yang membawa pesanannya. Meletakkan di atas meja. Setelah lelaki yang masih terlihat muda itu pergi, Riehla mendudukkan diri di sofa. Menikmati pizza, pasta, kentang goreng dan minuman bersoda. Tentu dengan mata yang masih tertuju ke layar tv.
Beberapa jam kemudian...
Hari sudah malam dan Riehla masih menonton drama Korea yang sudah berganti cerita. Lama kelamaan rasanya bosan. Berjalan ke arah jendela yang gordennya di buka sedikit. Melihat langit malam yang terdapat beberapa bintang serta kendaraan yang berlalu lalang di bawah sana. "Apa ke Rumah Sakit aja ya?" gumam Riehla.
Setelah berpikir selama beberapa detik, ia memutuskan ke Rumah Sakit. Di pertengah jalan di mana naik taksi, Riehla yang melihat Toko Roti. Mampir. Dibelinya beberapa roti. Sengaja datang tanpa pemberitahuan. Jika Riehla bilang terlebih dahulu, Ellio juga Randy pasti tidak akan mengizinkan.
Sampainya di depan pintu ruangan Ellio, tanpa ragu membukanya. Ellio yang sedang menonton tv dengan posisi tiduran dan Randy yang duduk di sofa yang tengah menonton tv juga menatap Riehla. "Bukannya diam-diam di Hotel," ucap Ellio.
"Lebih enak di sini ada temannya." Sembari jalan. Ditaruhnya paper bag berisi roti di atas nakas, mengambil satu untuk ia makan. Ellio yang mendudukkan diri, mengambil satu roti.
"Pak Randy juga ikut makan rotinya." Yang sudah duduk di samping Randy, sembari menatap Randy.
"Iya, nanti."
***
Semua orang sudah tidur kecuali Randy yang duduk di kursi, sedang menonton tv. Dimatikannya tv, menoleh ke arah Riehla yang tidur di sofa dengan posisi duduk. Perempuan itu kekeh tetap di sana.