Tak tahan dengan Ellio yang terlihat cukup tidak nyaman, Riehla merasa seperti harus melakukan sesuatu. Perempuan itu dengan pastinya berjalan ke arah meja Ellio. Mendudukkan diri seperti itu saja di samping Ellio yang menatap datar. "Gak bisakah Anda melihat seseorang di hadapan Anda yang merasa gak nyaman?!"
Kania dibuat tak percaya dengan Riehla. "Saya rasa gak seharusnya Anda di sini!" Tentu Kania tidak ingin kalah dari Riehla.
"Oh ya? Kamu lupa siapa saya?!" Lalu, menoleh ke arah Ellio yang hanya diam. Pria itu bahkan menatap ke arah lain.
Sepertinya Riehla sejenak melupakan siapa dirinya. Di meja tempat para Editor berada, tengah menatap tak percaya dengan apa yang di lakukan Riehla yang dengan beraninya duduk di samping Ellio tanpa Ellio menyuruhnya duduk. Entah dari mana asal keberanian itu.
"Aku rasa Riehla sudah gak waras," kata salah satu Editor sembari menatap Riehla.
Tiba-tiba sembari berdiri dari duduk, perempuan itu meraih tangan CEO-nya. Sontak Ellio menoleh. "Apa yang sedang kamu lakukan?" Dengan tatapan sedingin biasanya.
"Bukankah kita harus pergi dari sini?" tanya Riehla.
Ellio berdiri dari duduk. "Saya rasa sikap kamu sudah berlebihan!" Lalu, melepas tangan Riehla dari tangannya. Melangkah pergi dari sana disusul Kania. Riehla pun hanya bisa mematung. Apa tindakannya salah?
"Sekali pun Pak Ellio terlihat gak nyaman gak seharusnya kamu ikut campur," ujar Kepala Editor yang menghampiri Riehla.
Riehla kembali mendudukkan diri dengan Kepala Editor yang duduk di kursi tepat di hadapannya. "Sepertinya saya sudah kehilangan akal," ucap Riehla.
"Sebaiknya kamu minta maaf sama Pak Ellio. Selagi masih ada kesempatan."
Karena status sebagai Kekasih pura-pura Riehla menjadi seberani itu. Seharusnya ia tahu batasannya. Pada akhirnya ia pun merutuki keberanian yang tidak pada tempatnya. Riehla merasa bahwa ia sudah menambah kemarahan Ellio yang sepertinya belum hilang sepenuhnya pada saat di Bali.
Kembalinya ke Kantor, Riehla berpisah dari kelompoknya. Perempuan itu berjalan ke arah Ruang Kerja Riehla. Tanpa sedikit berdebat dengan Luna yang masih belum masuk kerja, Riehla ketuk pintu lalu membukanya. Nampak Ellio yang berdiri di depan jendela yang mengarah ke arah luar gedung. Melangkah masuk.
"Saya tahu kalau sikap saya sudah berlebihan. Maka dari itu saya minta maaf, Pak. Nggak seharusnya saya melakukan hal gak pantas seperti itu. Saya janji gak akan mengulanginya lagi."
"Sebaiknya kamu kembali ke ruangan kamu!"
Entah Ellio sudah memaafkannya atau belum, Riehla berusaha untuk tidak penasaran. Ia tidak akan bertanya. Terpenting ia sudah meminta maaf dengan tulus. Itu sudah lebih dari cukup. Melangkah pergi dari sana meninggalkan Ellio yang membalikan tubuh saat pintu sudah tertutup.
Sesungguhnya Ellio tidak semarah itu pada Riehla. Apa yang sudah perempuan itu lakukan, namun Ellio terus saja bersikap seperti itu. Tidak bisa sedikit lebih hangat atau setidaknya tidak terlihat sedingin itu, sehingga terlihat ia cukup marah.
Beberapa jam kemudian...
Memarkirkan motor di parkiran depan Toko Roti. Melangkah masuk, mengambil keranjang. Memilih roti. "Riehla?" Mendengar namanya disebut, sontak ia menoleh ke arah sumber suara. Tak jauh darinya terdapat seorang perempuan berambut lurus panjang sebahu, omber (hitam+lilac). Perempuan itu berjalan ke arah Riehla.
"Apa kabar?" tanya perempuan itu.
"Baik. Kamu sendiri?" Rasanya cukup canggung.
"Seperti yang kamu lihat. Sudah lumayan lama ya kita gak ketemu."
"Iya." Riehla mengambil beberapa roti yang ada di dekatnya.
"Kamu sempat menghubungi kamu tapi gak bisa. Ganti nomor ya?"
"Iya. Duluan yaa." Riehla segera ke Kasir. Pergi meninggalkan perempuan yang dahulunya cukup berarti untuknya.
Perempuan yang bukan benar-benar orang asing. Hanya rasanya yang asing. Mungkin karena sudah lama tidak berjumpa. Setelah menerima belanjaannya, Riehla segera pergi dari sana tanpa menyapa perempuan berambut ombre itu. Menaruh kantong plastik di motor, lalu mengendarai motor dengan kecepatan sedang. Tak lupa memakai helm.
Dalam perjalanan menuju Rumah Riehla terus mengingat momen pertemuannya dengan perempuan itu. Perempuan yang beberapa tahun lalu adalah bisa dibilang teman dekat. Perempuan itu cukup dekat dengan Riehla melebihi teman-teman Riehla yang lain. Sampai perempuan itu memiliki arti tersendiri dalam hidup Riehla.
Sampainya di Rumah, setelah menaruh roti di meja Ruang Tengah, Riehla masuk ke dalam Kamar. Menaruh tas di atas nakas. Melangkah ke arah lemari, mengeluarkan sebuah kotak berwarna pink. Berjalan ke arah ranjang, mendudukkan diri di tepi ranjang. Menaruh kotak di atas kasur, membukanya. Di dalam sana terdapat beberapa foto Riehla bersama perempuan yang ia temui di Toko Roti. Ada beberapa barang juga serta diambilnya kertas.
Dibacanya kembali kertas ucapan selamat ulang tahun dari temannya itu. Dahulu mereka memang sedekat itu. "Aku kira kalau kita bertemu lagi kamu gak mengenali aku, Yura."
Setelah sejenak mengingat kembali masa lalu yang sudah lama ia tidak ingat-ingat karena biarkan hanya hidup di masa lalu kini Riehla kembali membuka kota kenangan itu, Riehla kembali taruh kotak di dalam lemari. Ia tidak ingin terus mengingat hal-hal sedih yang mengecewakan. Itu hanya akan membuatnya tambah kecewa perihal cerita di masa lalu.
***
Ting
Melangkah keluar dari dalam lift dengan sebuah dokumen yang berada di salah satu tangan. Tidak menyangka dengan apa yang ia lihat. Manik matanya bertemu dengan manik mata Yura yang berdiri di depan meja resepsionis.
"Riehla," panggil Yura.
Jika Yura tidak melihatnya Riehla tidak akan menghampirinya. Riehla masih tahu sopan santun. Dihampirinya Yura.
"Ketemu lagi kita," kata Yura.
"Kamu ada apa perlu apa di sini?" tanya Riehla.
"Ada janji sama Sepupu aku."
"Sepupu kamu kerja di sini?"
Yura menganggukkan kepala, lalu menoleh ke arah belakang Riehla. Bahkan melambaikan tangan. Riehla yang sedikit penasaran, menoleh ke arah belakang. Matanya sedikit membulat. Jangan bilang kalau Sepupunya Yura...
"Kamu pasti kenal Kak Ellio," ujar Yura.
"Aku baru tahu Sepupu kamu Pak Ellio." Apakah benar mereka dekat? Riehla yang dahulu merasa tahu semua tentang Yura, nyatanya ada banyak hal yang tidak ia ketahui tentang kehidupan temannya itu.
"Dulu aku rasa gak perlu juga cerita soal Kak Ellio."
"Eoh. Nyatanya kita kan gak sedekat itu." Pada akhirnya Riehla menjadi sedikit kesal mengingat cerita mereka dahulu.
"Kalau ada waktu—"
"Ada kerjaan yang harus aku kerjakan." Lalu, melangkah pergi dari sana. Yura perhatikan Riehla.
"Kalian saling kenal?" tanya Ellio.
"Riehla itu teman aku."
***
Sudah keberapa kali ya Ellio meminta bantuan Riehla? Kali ini ia terpaksa meminta bantuan Riehla lagi. Sepulang kerja Riehla ikut Ellio ke Rumah-nya. Kali ini Riehla masih berpura-pura menjadi Kekasih-nya.
"Kali ini siapa yang harus saya hadapi?" tanya Riehla sembari menatap Ellio yang duduk di sampingnya. Mereka berada di Ruang Tengah.