Shibuya, Tokyo, 11PM
Suasana malam hari di kota Shibuya saat hari pertama musim semi masih ramai seperti biasa. Masih banyak orang berkeliaran untuk sekedar menikmati malam atau masuk ke bar dan restoran yang masih buka.
Zen adalah salah satunya.
Malam itu Boss-nya mentraktir semua karyawan perusahaannya untuk pesta minum untuk ulang tahun perusahaan di sebuah bar. Dia tentu tak menikmati itu karena dia tak suka bau alkohol. Jadi dia hanya duduk di pojokan sambil makan snack dan minum soda, sementara Boss dan rekan kerjanya sudah asyik dengan minuman mereka dan sangat bersemangat dengan kompetisi siapa yang paling kuat minum, beberapa sedang berkaraoke dengan kencang di salah satu sudut ruangan
Dia meneguk soda terakhirnya lalu menghela nafas bosan.
Dibandingkan dengan wanita lain, Zen lebih terlihat maskulin dengan dandanannya yang casual. Rambutnya berwarna merah terang dengan gaya Undercut pria, dia memiliki 3 tindikan di telinga kanan kirinya. Saat itu dia memakai Hoodie putih yang dipadankan dengan jaket sukajan merah, sementara celananya adalah Jeans sobek dan sneakernya berwarna hitam.
" Zen-kun, apa mau soda lagi?" Ami berdiri sembari mengambil teko gelas kosong.
Ami adalah sekretaris di kantor, Boss adalah Ayahnya. Dia seperti wanita Jepang pada umumnya dengan pakaian one piece berwarna mocca dan rambut kuncir 2. Style dan makeupnya sangat imut.
Zen menggeleng," aku ingin minuman yang hangat,"
" Mau teh?"
Zen mengangguk lali menyender ke punggung sofa. Sementara itu Ami berjalan keluar dari ruangna.
" Kalau begitu, cobalah sake," Hoshii yang berada disebelahnya menyodorkan segelas sake kepadanya, dia tersenyum setengah mabuk, " ini akan menghangatkanmu,"
"Kamu mau aku mual?" Zen mendengus dan menggeleng lagi.
Hoshii adalah rekan kerja disampingnya, seharusnya dia adalah seniornya tapi dia terlalu kikuk, jadi Zen-lah yang biasanya membantu pekerjaannya. Dibandingkan dengan rekan kerja pria di kantornya, Hoshii lebih feminim. Bisa dibilang dia kebalikan dari Zen. Rambutnya berwarna coklat terang, sedikit gondrong dan bergelombang.
Hoshii tertawa dan meneguk sakenya lagi.
Zen melipat tangannya, sebenarnya dia merasa aneh sejak tadi.
Padahal dia yakin dia hanya minum soda, tetapi entah kenapa dia merasa gerah dan panas. Jantungnya berdebar sangat kencang sejak tadi, walau dia berusaha tenang.
Diapun berdiri, " aku ke toilet dulu,"
Yang lain mengangguk mengerti, dan Zen berjalan melewati orang-orang yang masih tertawa dan bersulang satu sama lain.
Dentuman musik yang kencangpun berhenti setelah dia keluar dan menutup pintu. Dia berjalan ke toilet terdekat.
Disana dia cuci muka dan berkumur.
"Aneh," gumam Zen pusing, kepalanya mendadak sakit dan berat, dia yakin dia tak meminum alkohol karena dia hanya minum soda dari teko gelas yang disediakan pelayan bar. Suhu tubuhnya benar-benar memanas dan gerah.
"Ukh," dia berjalan ke bilik toilet dan menguncinya, saat dia membuka celananya dan melihat bawah celana dalamnya basah, dia sadar apa yang terjadi dengan dirinya," sial,"
***
Sesak, itulah yang Aizawa rasakan setelah gelas ke 5 nya. Tawa dan obrolan yang sudah tak tentu arah dan dia tak bisa mengikutinya. Perasaan asing yang menderanya membuat dia ingin menghilang dari tempat itu. Diapun berdiri dan melangkah keluar mencari udara.
Kakinya membawanya menuju pintu ke balkon bar.
Angin musim semi menerpanya dan surai merah menghiasi pandangannya.
Sepasang mata softlens berwarna orange menatapnya. Perawakannya kecil, lebih pendek darinya, dan penampilannya seperti laki-laki. Dia terlihat terkejut saat Aizawa masuk.
" Maaf, aku kira tak..."
Zen mengisyaratkan nya untuk berhenti bicara dengan menaruh telunjuk diujung bibirnya. Lalu mengedikkan kepalanya agar Aizawa masuk.
Aizawa mengangguk dan menutup pintu di belakangnya.
Zen kembali menengok ke arah kota, menatap kelap kelip lampu dari setiap bangunan yang berdiri menghadap mereka. Jedag jedug lagu begitu samar terdengar. Dan dibawah, orang-orang masih terlihat berlalu lalang.
Semilir angin membuat rambut merahnya menari, dan Aizawa bisa mencium aroma mawar manis menguar di sekelilingnya.
Aizawa berdiri disebelahnya, memperhatikan jalan seperti yang Zen lakukan. Entah kenapa dia merasa tenang, karena Zen hanya diam dan tak mengatakan apa-apa.
Angin berhembus kembali dan Aizawa mencium aroma mawar itu kembali. Dia pun meliriknya penasaran.
Mata orennya terlihat sayu dan alisnya bertaut, seolah menahan sesuatu. Walau tubuhnya ada disamping Aizawa , jiwanya seolah tak disana.
Aizawa tak pandai bicara, jadi dia bingung. Apakah dia harus diam? Atau pergi? Tapi dia tak ingin kembali ke ruangannya.
Lebih nyaman berada bersama orang asing dibanding merasa asing di ruang orang yang dia kenal.
" Apakah ruanganmu menyesakan juga?" tanya Aizawa akhirnya, memecah keheningan diantara mereka berdua.
" Aku bersembunyi," jawabnya, terdengar melamun.
Suaranya cempreng seperti perempuan. Sangat kontras dengan penampilannya.
Apakah dia tomboy? Atau malah seorang transgender?
" apa ada orang jahat?" tanya Aizawa lagi
" Seseorang memberiku obat dalam minumanku," dia menghela nafas pelan, melipat tangan dan menaruh dagunya disana. Aizawa bisa melihat jus kaleng yang masih dia genggam, sementara matanya masih fokus ke jalanan.
" obat?"
" Aphrodisiac," Dia berdehem lalu meneguk jus kalengnya, wajahnya yang melamun sekarang terlihat menahan sakit.
Aizawa terkejut mendengarnya. Aphrodisiac... Itu buknkah obat untuk meningkatkan nafsu seksualitas seseorang?
Bukankah itu berbahaya? Apalagi sekarang dia berada bersama orang asing yang terkena obat perangsang, apakah dia akan menyerangnya?
Aizawa mundur selangkah.
" Aku benci sex," dia menengok ke arah Aizawa, seolah tahu apa yang pria itu pikirkan, dia meremas kaleng jusnya yang sudah kosong," jadi aku tak akan menyerang siapapun,"
Tetiba dering telepon terdengar, Aizawa menbelalakan matanya. Zen melemparkan kaleng di tangannya ke tong sampah lalu mengeluarkan handphonenya yang melantunkan sebuah nada dering yang sangat Aizawa kenali, lagu yang dia nyanyikan.
Zen mematikannya langsung, dan mengembalikannya ke saku jaketnya dan kembali menengok ke arah jalanan, tak mengatakan apapun.
Angin berhembus lagi.
Aizawa lalu sadar bahwa dia tak mencium aroma alkohol darinya, tapi dia terlihat mabuk, apakah obat tersebut bisa membuat seseorang juga mabuk?
JGLEK!
Pintu mendadak terbuka, Aizawa berbalik. Seorang wanita dengan rambut di ikat dua memasuki balkon.
" Zen-kun! Kenapa kamu disini?"
Zen menghela nafas sambil memegang keningnya. Pengaruh obatnya masih belum menghilang.
" Kepalaku sakit, " jawabnya tanpa berbalik sama sekali.
Si cewek berjalan mendekat ke arahnya.
Aizawa bisa mencium aroma alkohol yang kuat setelah dia mendekat.
" Hontou? Mau pulang?" tanya Ami sambil memperhatikan wajah Zen
" Apakah acaranya selesai?" tanya Zen, tak berniat melirik cewek itu sama sekali.
" Belum, tapi yang lain mencarimu karena kamu tak kembali dari toilet ... " si cewek menautkan tangannya di lengan Zen.
" Hentikan," Zen melepas tangan cewek tersebut darinya
" Ayo kembali," ucapnya manja.
" BAiklah, aku mengerti," Zen terdengar tak nyaman," kamu masuklah duluan,"
" Kenapa? Apa aku mengganggu?" Ami menengok ke arah Aizawa penuh selidik. " siapa dia?"
Sebelum Aizawa mengatakan apapun, Zen memotongnya," aku tak mengenalnya," dia menjitak pelan kepala si cewek," disana bau alkoholnya membuatku mual, jadi aku diam disini dulu, kamu masuklah duluan,"
" Beneran ya," si cewek tetap curiga dan menatap Aizawa tak suka.
" Un,"
Ami kembali masuk kedalam. Aroma alkohol yang tadi menguar perlahan menghilang, Aizawa menatap Zen tak percaya. Dia adalah orang yang menyanyikan lagu yang jadi nada deringnya, dan manusia di hadapannya ini bilang tak mengenalnya?
" Apa kamu sungguh-sungguh tak mengenalku?" tanya Aizawa penasaran .
" Memang kau siapa?" Zen memicingkan matanya, menatap Aizawa serius.