Chereads / RED ON BLACK / Chapter 5 - Bab 5 Ayo Berteman

Chapter 5 - Bab 5 Ayo Berteman

Langkah Zen yang cepat tentu saja terkalahkan oleh langkah kaki Aizawa yang lebar, dia berhasil mengejarnya.

" Matte!"

Zen tetap tak berhenti. Kesal, Aizawa menjawil kudung Hoodienya .

" Ack!" Zen akhirnya berhenti, hampir tejengkang.

" Kenapa malah lari?" Aizawa membalikan badannya, tapi Zen malah menutup muka dengan ke dua tangannya, warna kulitnya memerah saking malunya." Apa kamu takut melihat wajahku?"

" Tidak!" Zen menurunkan tangan di wajahnya, " A-a-a- aku baru bangun!" suaranya bergetar saking gugupnya.

" Apa yang salah dengan itu? " Aizawa mengerutkan alisnya.

" Aku belum cuci muka?" Zen merasa seperti orang bodoh saat menjawabnya.

" Bahkan aku sudah melihat wajahmu yang berantakan karena belepotan bumbu ramen dan setengah mabuk karena obat,"

Zen tetiba menutup mulut Aizawa dengan panik, tapi dia melepasnya lagi karena merasa tak sopan sudah menyentuhnya sembarangan

" Tidak mungkin!" ucapnya masih dengan nada bergetar," ini pertama kali kita bertemu,"

" Ayo ikut," Aizawa menariknya pergi, masih menjawil belakang hoodienya, membuat Zen terpaksa mengikuti langkahnya.

" Aku harus pulang," Zen menutup mulutnya dengan Jaket Hoodie bagian depan yang dia pakai, matanya melirik kesana kemari. Tapi orang-orang sangat acuh dan lebih peduli dengan kegiatan mereka.

" Terlalu cepat jika pulang di cuaca cerah seperti ini,"Aizawa tak peduli dan tetap menyeretnya

" Tapi kenapa Aku harus ikut?"

Aizawa terdiam, mencoba memikirkan jawabannya," aku tak tahu,"

Zen menatapnya bingung.

Aizawa membawanya ke tempat dimana Shoma masih menunggu, dia lalu menyuruh Zen duduk. Anak itu semakin panik dan gugup.

Apa dia akan mati karena bertemu dengan mereka? Ini hal terbesar di hidupnya. Bertemu dengan duo penyanyi Jepang terkenal secara nyata.

" Hallo," sapa Shoma ramah.

" Ha ..ro," Zen tak berani menatapnya, dia menciut di depan mereka.

Tapi Aizawa malah berbaring dan menatap bunga sakura yang menaungi mereka.

" Hhhh, cuaca yang sangat bagus bukan?"

Shoma menatap wajah Zen yang masih terlihat canggung. Dia juga tak pandai bicara dengan orang asing. Niat Aizawa apa dengan membawa orang yang terlihat seperti yankee ini kesini? Terkadang sahabatnya itu memang berbuat aneh.

" Oh, apa kamu menganggapnya sebagai pokemon?" tebak Shoma asal.

" Apa?" Zen kaget dengan tebakan Shoma.

Aizawa bangun dan menatap Shoma seperti tercerahkan," kau benar, pokemon!" dia tertawa dan matanya beralih pada Zen," aku pertama kali menemukannya di restoran shibuya, "

Alis Zen berkerut, mencoba mengingat restoran pertama kali mereka bertemu. Aizawa adalah idola yang sangat dia sukai, jadi tidak mungkin dia melupakan pertemuan mereka. Berkali-kali menonton video livenya tentu saja membuat dia mengingat wajahnya.

" Waktu itu seseorang memberi obat aphrodisiac pada minumanmu bukan?" tanya Aizawa.

" Ah!" Zen mengingatnya, berbulan-bulan yang lalu, ingatannya memang samar, tapi dia pernah mengobrol dengan seseorang di balkon saat dia bersembunyi dari Ami dan Hoshi. " Itu kamu?"

Aizawa mengangguk.

" Lalu ramen?"

" Area shinjuku, ramen pedas level 10, 2 minggu yang lalu ... Aku duduk di meja sebrangmu. "

Hanya satu restoran ramen yang Zen kunjungi saat makan pedas dua minggu terakhir. Itu adalah hari dimana dia interview setelah diterima bekerja di perusahaan barunya.

" Aku tak melihatmu,"

" Kau fokus dengan hapemu sampai tidak fokus sekeliling," Aizawa menatap Zen serius," malam itu... Apa kamu berhasil pulang dengan selamat?"

Wajah Zen tetiba berubah mendung, dia menunduk dan melihat ke arah lain. Dia sama sekali tidak ingin menceritakannya.

" Tidak?" tanya Aizawa dengan nada menekan. Ada emosi aneh menyeruak dalam dadanya.

" Menurutmu, apa aku selamat?" tanya Zen, akhirnya menatap matanya. Aizawa bisa melihat kekosongan di dalamnya.

Lagi, sebenarnya jiwamu dimana? Batin Aizawa tak mengerti.

" Hentikanlah, kamu membuatnya hampir menangis," Shoma menepuk bahunya, tapi ekspresi Aizawa tak berubah.

" Shoma, kamu tak tahu berbahayanya hal itu? Apa yang kamu lakukan kalau kamu berada diposisinya? Aphrodisiac itu berbahaya, kau tahu!"

" Tapi bukankah itu sudah terjadi, kamu mau apa kalau sudah tahu?"tanya Shoma tetap tenang.

" Zen-san, apa kamu mau memenjarakannya?" Aizawa malah bertanya pada Zen tanpa menjawab pertanyaan Shoma.

" Tak perlu, aku sudah keluar dari pekerjaanku, jadi aku tak akan bertemu mereka lagi,"

" Mereka?! Bukan satu orang?" alis Aizawa bertaut.

" Ya, kamu juga melihat mereka malam itu bukan?"

" Brengsek ... Apa yang mereka lakukan padamu?"

" Menurutmu apa yang terjadi dengan seseorang yang diberi aphrodisiac tinggi oleh dua orang? Memang bisa 1 orang kabur dari 2 orang dalam kondisi seperti itu?" Ada nada getir dari suaranya, Aizawa menggigit bibirnya dan berhenti bicara.

" Itu pasti mengerikan, " Shoma berusaha menenangkan.

" Bukankah hidup memang seperti itu?" Zen tersenyum pahit.

Angin berhembus kembali, membuat bunga sakura berterbangan diantara mereka.

Zen mendongak, menatap ke rimbunan bunga sakura yang menaungi mereka. Sementara Aizawa masih menatap Zen.

Tak mengerti.

Dibalik warna merahmu yang menyala dalam duniaku, seberapa gelap hidupmu dan seberapa banyak luka yang kamu lewati sampai kamu terlihat sudah pasrah dengan semuanya?

" Zen-san," panggil Aizawa pelan, hampir setengah berbisik.

Zen menengok, dan terkejut saat melihat Aizawa tersenyum hangat padanya. Bunga sakura yang berterbangan membuat manusia didepannya ini terlihat seperti mimpi siang hari.

" Ayo berteman,"

***

Sebuah bangunan apartment tua, dipinggir rel kereta, masih berdiri dengan kokoh. Selain orang Jepang, banyak multinasional berlalu lalang, dari sekedar mulai bekerja, main atau baru pulang.

Kawasan pinggiran kota Tokyo, yang memang terkenal murah diantara penduduk Jepang dan orang asing mancanegara, Zen salah satu yang tinggal disana. Dia pindah kesana setelah keluar dari pekerjaannya karena ami dan Hoshii tau alamat lamanya.

Beruntung dia diselamatkan oleh panggilan telpon dari editornya, jadi dia bisa pura-pura pulang untuk menyelesaikan revisinya. Walau sebenarnya dia hanya ingin kabur segera.

Entah kenapa, duduk didepan Aizawa dan Shoma membuat nyalinya menciut tiba-tiba. Padahal awalnya dia berpikir akan sangat mudah untuk tersenyum. Karena dia salah satu fans mereka di antara jutaan fans dunia.

Zen pun menjatuhkan badannya ke tempat tidurnya. Lelah luar biasa. Dia mengeluarkan handphone dari sakunya dan menatap nama contact Aizawa dan Shoma yang telah dia simpan.

Apakah dia masih bermimpi?

Apakah ini sisa keberuntungan untuknya agar bisa mengenal satu-satunya orang yang membuat dia melangkah maju selain keluarganya? Saat dia sudah menyerah akan semuanya, mereka menjadi kenangan manis diantara semua memorinya yang ingin dia lupakan

2 tahun bekerja di Jepang dan Tuhan mengabulkan salah satu doanya. Lalu setelah ini apa?

Apakah dia akan meninggal sebentar lagi? Zen menahan tangisnya. Walau dia sudah menyerah tapi dia masih harus tetap bertahan di dunia. Perlahan dia bangkit, dan menuju ke sudut meja kecilnya, dimana dia menaruh laptop dan display pen untuk bekerja.

Besok dia akan kembali ke kenyataan, bekerja untuk bertahan hidup dan demi keluarganya. Sekarang biarkan kisah hari ini menjadi mimpi sederhananya di hari minggu.

***