Chereads / RED ON BLACK / Chapter 4 - Bab 4 Sebuah Ketidakmungkinan

Chapter 4 - Bab 4 Sebuah Ketidakmungkinan

Aizawa adalah penyanyi dibawah naungan perusahaannya sendiri. Dia bersama sahabatnya, Shoma, awalnya terkenal melalui Eyetub, sebuah platform Video yang membebaskan penggunannya untuk membuat karya. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk menjadi Duo Grup bernama The Morning Dew, yang sering disingkat TMD. Dan merekapun membuat perusahaan sendiri, untuk mengajak teman-teman sesama pemusiknya yang lain bergabung dan memiliki kesempatan seperti mereka untuk mengembangkan sayap mereka lebih lebar di dunia musik.

Mereka bersahabat semenjak mereka SMA, jadi mereka sudah sangat akrab sampai-sampai semua mengira mereka berdua pasangan, bahkan fanspun mendukung mereka, ditambah mereka tak pernah mengelak soal itu dan membiarkan semua berimajinasi liar tentang mereka

"Hei, ayo kita Hanami, " ajak Shoma," satu bulan lagi musim semi berakhir, setidaknya aku ingin menikmati bunga sakura musim ini,"

" Baiklah, kapan?" Aizawa mendongak dari komputernya.

Saat itu mereka berada di studio musik mereka untuk mengerjakan lagu terbaru mereka.

"Hari minggu?"

" Apa kita mau masak sesuatu?"

Shoma melipat tangannya," ayolah, itu melelahkan, kita tinggal membelinya di mini market,"

Aizawa tertawa saat mendengarnya, " ah, padahal aku ingin sekali membuat sesuatu,"

" Kamu tak bisa mengelabuiku," Shoma duduk disebelahnya, " orang yang bahkan selalu mengeluh tak ingin bangun pagi setiap hari memangnya punya tenaga untuk masak?"

"Hei!" Aizawa cemberut,"aku bisa melakukannya jika aku berniat dengan sungguh-sungguh!"

"Sudahlah, beli saja, itu merepotkan,"

Aizawapun mengangguk, dia menyerah untuk bersikeras.

***

Hari minggu. Shinjuku Gyo-en, Tokyo.

Sudah 2 minggu berlalu di tempat kerja baru, dan semuanya lancar, jadi untuk mencerahkan pikiran, hari minggu ini dia memutuskan jalan-jalan untuk menikmati bunga sakura.

Musim semi adalah musim yang sangat dia sukai, karena dia bisa melihat bunga sakura yang bermekaran penuh.

Dia memilih pagi hari sebelum orang-orang berdatangan dan mencari spot paling belakang dimana dimana dia bisa duduk sambil menggambar di sketchbooknya.

Diapun memasang Headphone dan mendengarkan musik favoritnya. Aizawa sudah mengeluarkan lagu baru di Eyetub-nya berjudul Color Spot, dan Zen langsung menyukainya .

Sambil bersenandung mengikuti lyricnya diapun mulai menggambar di buku sketsanya, dia menggambar pemandangan yang dilihat di depannya, pohon bunga sakura yang berjejeran dengan kelopak yang berterbangan tertiup angin.

Suasana yang adem dan belaian lembut dari angin, lama kelamaan membuat matanya malah menjadi berat, sampai akhirnya kuasnya jatuh dari tangannya, dan dia tertidur sambil bersender di pohon bunga sakura.

***

Aizawa dan Shoma tiba di Shinjuku Gyo-en sekitar jam 2 siang. Bunga sakura yang menari bersama angin lembut menyambut mereka bersama kelopak bunga sakuran yang berguguran.

Suasana di depan mereka membuat mereka seolah berada di dunia fantasi. Seolah bangunan tinggi perkotaan yang baru saja mereka lewati tidaklah nyata.

Aizawa dan Shoma memilih tempat yang agak sepi. Duduk beralaskan tikar kain sembari menikmati langit diatas mereka yang kini beratapkan sakura yang bermekaran. Merekapun mengobrol macam-macam, entah itu merencanakan lagu TMD terbaru atau hari-hari mereka sembari memakan bento yang mereka beli di mini market sebelum berangkat.

Aizawa merasakan ketenangan saat melihat bunga sakura dan aroma yang menghiasi sekelilingnya. Angin pun berhembus dengan sejuk. Untuk saat ini dia hanya melihat warna pink dan itu melegakan pikirannya. Matanya menyapu sekelilingnya, memeriksa keramaian setiap orang yang bercengkrama bahagia.

Gelak tawa dari sekumpulan keluarga, senyum malu-malu sepasang kekasih , gonggongan dari seekor anjing yang dibawa jalan-jalan oleh tuannya.

Seperti dirinya, mereka melepas apapun masalah dibelakang mereka, menikmati musim semi berwarna pink di dunia mereka yang mungkin saja lebih gelap dibanding hidup Aizawa.

Biru...Pink... Merah muda... Merah...

Aizawa membelalak, matanya hinggap di seorang pemilik berambut merah bermeter-meter jauhnya dari posisinya. Duduk bersila menghadapnya dengan mata terpejam. Sepasang hedset bertengger ditelinganya.

Lagi, takdir mempertemukan mereka dengan cara yang aneh.

" Kenapa?" tanya Shoma lalu menyusuri arah matanya," apa kamu mengenalnya?"

" Sedikit," gumam Aizawa, bimbang. Dia tak bisa melepaskan mata darinya.

Walau jauh dan warna merahnya sedikit memudar, Aizawa bisa tahu kalau itu bukan orang lain, melainkan Zen.

" Sedikit?" Shoma bingung.

" Aku akan menyapanya ..." Aizawa berdiri, dan melangkahkan kakinya ke arah Zen.

Shoma hanya melihat sahabatnya itu tak mengerti, tapi dia membiarkannya karena dia sudah mengenalnya. Anak itu tak akan berhenti jika dia sudah memutuskan sesuatu.

Gesekan dari bunga sakura, helaian yang tetap berguguran di sekelilingnya, dan suara dari langkah kakinya. Seolah tujuannya hanya satu. Seolah hanya ada mereka di dunia tersebut.

Aizawa berhenti. Zen masih menutup matanya, dan dia bisa mendengar nafasnya yang menderu. Dipangkuannya, ada lukisan pohon sakura yang sudah selesai namun hampir tertutupi bunga sakura yang berjatuhan.

Berapa lama kamu tertidur? Aizawa berjongkok didepannya, lalu tangannya terjulur, menarik sehelai sakura dikacamatanya. Alisnya berkerut, perlahan Zen membuka matanya. Lalu mengedip dan menatap Aizawa.

Mata mereka bertemu. Tak ada debaran yang aneh. Namun Aizawa bisa tahu, dari binar mata Zen, dia mengenalnya.

" Ai...zawa?" tanya Zen tak yakin.

" Bukan..." jawab Aizawa isen.

" Ah... Mimpi?" Zen menggesek matanya. Dia menunduk dan menatap lukisannya yang tertutup helaian sakura.

Angin berhembus diantara mereka. Aroma vanilla dari parfum Aizawa, aroma mawar dari Zen tercium samar bersamaan dengan aroma bunga sakura.

Apakah musim semi memang sewangi ini?

Aizawa didepannya terlalu nyata untuk disebut mimpi. Zen mengedip, dia lalu menutup sektch booknya tanpa membersihkan kelopak bunga sakura sama sekali. Dia menaruhnya di tas ransel berwarna merah disebelahnya. Dia masih setengah mengantuk dan menganggap saat itu adalah mimpi.

Zen mengeluarkan susu strawberry dan sando ( sandwich buah ) strawberry dari tasnya. Lalu menyodorkannya pada Aizawa.

" Makanlah," ucapnya serak.

" Kau tidak makan?" Aizawa mengangkat alisnya tak mengerti dengan tindakan Zen yang tiba-tiba.

" Aku bisa makan kalau sudah bangun?"

Aizawa tertawa, dia lalu duduk bersila didepan Zen dan hanya meraih susu strawberrynya.

" Bukankah ini terlalu nyata untuk sebuah mimpi?" tanya Aizawa.

Zen menatapnya diam, pemandangan yang dia lihat sekarang terlalu nyata untuk sebuah mimpi?

Angin yang berhembus... sakura yang berguguran... Aizawa yang sedang duduk didepannya, dia adalah eksistensi yang tak mungkin nyata dimatanya.

" Tak mungkin," guman Zen," kamu tak nyata,"

" Kenapa?" Aizawa membuka maskernya lalu menyeruput susu strawberry di tangannya. Rasanya manis dan gurih.

Zen menunduk dan menatap sando strawberrynya, " karena pertemuan kita adalah sebuah ketidakmungkingan,"

" Ini bukan mimpi," Aizawa menaruh sedotan di bibir Zen yang langsung menyeruputnya, Aizawa tersenyum," dan ini pertemuan ke tiga kita,"

Zen mengedipkan matanya tak percaya. Dia menjauhkan tangan Aizawa yang menyodorkan susu padanya, lalu mencondongkan badannya, tangannya menggapai wajah Aizawa.

Rasa hangat merambat ke indera perabanya saat Zen meraba pipinya.

Mata itu, bibir itu, rambut hitam itu ... Memang terlalu nyata jika disebut mimpi, tapi dia sering mengalami lucid dream yang sering terlihat nyata, walau dimimpi itu dia tahu kalau dia sedang bermimpi tapi sekarang?

Zen dengan cepat melepas tangannya dari wajah Aizawa, mukanya terlihat shock.

" Go...gomen ... " ucapnya gugup, rasa panik menyerangnya setelah dia sadar kalau yang terjadi adalah kenyataan.

" Sudah sadar?"

Zen tak menjawab, dia buru-buru memakai ranselnya lalu berdiri dan membungkuk dengan cepat. Setelah itu dia bergegas berlari menjauhinya.

" Matte!" seru Aizawa.

Zen tak berbalik sedikitpun, dia menutup telinganya, dentum jantung di dadanya membuat dia tak bisa bertindak secara normal. Diantara semua manusia yang dia benci, hanya ada 1 manusia yang berhasil membuatnya lupa akan kebencian itu. Dia sama sekali tak menyangka bahwa manusia yang menjadi alasannya pergi ke Jepang, saat ini berada tepat didepan matanya.

Aizawa mengejarnya.

Dari jauh Shoma melihat Aizawa yang berlari mengejar si rambut merah dengan bingung.

" Apa aku ditinggal?" gumamnya pelan. Tapi dia hanya diam dan menatap sakura diatas kepalanya, dia yakin Aizawa pasti kembali.

***