Tik! Tik! Tik!
Tetesan air terdengar nyaring di telinga Ling Chu. Suara melengking pertengkaran antara pria dan wanita berdengung keras di telinga Ling Chu.
Sayangnya, ia tidak bisa mendengar dengan jelas. Ling Chu mencoba menggerakkan tubuh yang masih lemas karena menghirup obat dari sapu tangan.
Ia hanya bisa menggerakkan ujung jari yang kaku seperti dibekukan oleh es.
Prangg!
"Ying Bai!"
Kesadaran Ling Chu terkumpul, teriakan wanita itu sangat ia kenal. Hal ini membuat Ling Chu waspada, tetap memejamkan matanya.
Ling Chu terduduk di tanah dingin yang kasar, menganalisis situasinya dari indra peraba. Kedua tangannya diikat kebelakang besi pipa besar.
"Jika kamu pergi, hubungan kita berakhir!" ancam Ling Yao pada seseorang, "Ying Bai!"
Ling Chu tertegun sejenak. Ying Bai, nama itu terdengar familiar di telinga Ling Chu namun ia tidak bisa mengingat rupa orang bernama Ying Bai.
"Bajingan!!"
Ling Yao menggertakkan gigi, menoleh pada wanita muda yang terikat.
Kemarahan yang terkumpul akibat bertengkar dengan Ying Bai, ia luapkan pada Ling Chu yang mulai sadar.
Berjalan dengan tergesa-gesa menuju Ling Chu, Ling Yao menjambak rambut saudara tiri yang sangat-sangat ia benci. Menarik rambut Ling Chu hingga menengadah dan mengerang kesakitan.
"Hahaha, jangan berpura-pura tidur. Aku tahu kamu bangun"
Ling Chu tak bisa menipu Ling Yao, ia membuka mata yang sedikit silau oleh lampu di atas kepala Ling Yao.
Pupil mata ruby itu membesar saat bertemu wajah Ling Yao yang tampak pucat dan kurus.
Mata rubah Ling Yao yang cantik, kini memerah dan sayu. Pipi menirus dengan bibir sedikit gelap dan pecah-pecah.
Ling Chu merasa ada sesuatu yang salah dengan keadaan Ling Yao.
Keterkejutan Ling Chu tak lepas dari pandangan Ling Yao. Ia tersinggung oleh tatapan Ling Chu yang sama dengan Ying Bai saat menyelamatkannya dari rumah sakit jiwa.
Mereka pikir Ling Yao, bodoh tidak mengerti arti dari tatapan itu.
"Ada apa dengan tatapanmu?! Terkejut?"
Dengan kuat menarik tangan kanan yang masih menjambak Ling Chu, membenturkannya ke belakang pipa besar.
Tang!
"Ah!"
Tang!
"Jangan melihatku seperti itu!!" bentak Ling Yao menabrakkan kepala Ling Chu dua kali.
Seseorang di belakang Ling Yao segera meraihnya dari belakang. Menyeretnya menjauh dari Ling Chu, "Nona Ling, tenanglah!"
Jika seseorang tidak menghentikannya, Ling Chu bisa mengalami gegar otak di tempat.
Kepala Ling Chu berdenyut dan berdengung keras. Kesadaran yang baru terkumpul dengan cepat menghilang.
"Kamu juga membelanya?!" Seru Ling Yao tak percaya dengan bawahan yang melawan perintahnya. Dengan liar Ling Yao meronta-ronta dalam pelukan orang itu.
Dia terus berteriak seperti orang yang kehilangan akal, "Lepas! Lepaskan aku! Kenapa kalian semua menghalangiku?! Ah!"
Ling Yao diseret keluar oleh kedua bawahan yang mengikutinya. Membiarkan wanita itu kembali ke kamar tamu.
"Aahhh!!"
Brak!
Barang-barang mahal yang rapuh, hancur di tangan Ling Yao. Selambu kasur tebal dirobek dan terinjak-injak olehnya.
Tiba-tiba emosi yang tak terkendali muncul, rasa haus kuat seakan membunuhnya perlahan.
Tangan Ling Yao mulai gemetar, menjalar ke seluruh tubuh. Iris mata rubahnya membesar dan mengecil secara berkala.
Ling Yao terduduk dengan panik, mencari sesuatu dari dalam laci meja hingga lemari pakaian, "Dimana itu? Dimana benda itu?!"
Dengan gila-gilaan Ling Yao mengobrak-abrik lemari, pakaian berwarna-warni yang cantik berhamburan di lantai.
"Ketemu kau~"
Mata rubah itu menyipit bahagia seperti menemukan oasis. Tangan yang gemetar meraih kotak musik merah, membuka bagian laci dalam kotak tersebut.
Sebungkus bubuk putih yang sangat dikenal oleh dunia bawah sekaligus ilegal di masyarakat, sabu.
Seolah memakan gula halus termanis di dunia, Ling Yao menjilatnya dengan gembira.
Jantung Ling Yao berdetak cepat, segera tubuhnya lemas tak sanggup menahan kegembiraan.
"Hahaha! Tidak ada yang lebih nikmat dibanding dengan ini~" Ujar Ling Yao menggoyangkan plastik kecil dengan jari lentiknya.
Guo Chen benar, dia akan menyukai benda ini.
Saat dimasukan rumah sakit jiwa, Guo Chen memaksa Ling Yao mengkonsumsi sabu. Awalnya Ling Yao seperti kebanyakan orang, menolak tidak mau jatuh dalam kecanduan.
Setelah berulangkali merasakan kenikmatan sabu, lambat laun Ling Yao terbiasa dan menyukai sensasi melayang yang membuat jiwanya terbang tinggi.
Brak!
Pintu cendana hitam terbuka lebar, sosok jangkung yang meninggalkan Ling Yao di gudang, kini mendatangi Ling Yao yang terkapar dalam halusinasinya.
"Hehe.. Bai Bai, akhirnya kamu datang menemuiku"
Mata emas Ying Bai menyipit penuh ketidaksukaan pada benda di tangan Ling Yao. Dengan suara berat menindas ia hanya mengucapkan satu kata.
"Buang"
Pria itu berkata pada Ling Yao namun yang maju untuk membuang bungkusan ditangan Ling Yao adalah bawahan Ying Bai.
"Ah, ini milikku! Kamu sudah membuang lainnya. Jangan buang lagi!" protes Ling Yao mengepal erat tangan kanan yang menggenggam sabu.
"Nona, tolong lepaskan"
Ketika sabu di tangan Ling Yao diambil, wanita itu gemetar marah menatap Ying Bai dengan kebencian.
Kenapa semua orang selalu mengambil apa yang dia sukai? Apakah dia tidak boleh menyukai semua yang ada di dunia ini? Apakah dia, Ling Yao, tidak boleh bahagia?
Ling Yao : "....." Ini tidak adil!
"Kalian keluar" kata Ying Bai melirik bawahannya.
Semua orang menyingkir, meninggalkan Ling Yao dan Ying Bai dalam kamar yang berantakan.
Ling Yao akan gila jika tidak memiliki sabu di tangannya. Kejadian ini telah berulang beberapa kali semenjak Ling Yao diselamatkan Ying Bai dan dibawa ke villa ini.
Wanita picik yang seharusnya menawan ini menjadi pemarah dan tak terkendali.
"Kembalikan milikku! Kenapa kamu mencurinya dariku?!" Ling Yao memukul dada Ying Bai berulang kali. Dia tak peduli bila tangannya sakit.
Urat nadi muncul di pelipis Ying Bai, matanya menatap marah pada Ling Yao yang menggila.
Rencana Guo Chen berhasil mengubah Ling Yao menjadi pecandu narkoba. Membuatnya tak bisa hidup tanpa benda-benda itu.
Ia hidup di dunia bawah tentu tahu betapa kejamnya keberadaan benda terkutuk itu.
Selama ini Ying Bai membantu rehabilitasi Ling Yao agar melepaskan belenggu dari narkoba. Secara pribadi turun tangan agar Ling Yao patuh mengikuti pengobatan.
"Ling Yao!"
Wanita itu tertegun berhenti memukuli Ying Bai. Mata rubah itu tampak kusam, ia tertawa keras sambil menangis. Duduk di karpet sambil memeluk kedua kakinya.
"Kalian semua.. Benar-benar kejam padaku" gumam Ling Yao menatap kotak musik merah pemberian Ying Bai.
Melihat penampilan menyedihkan dari wanita yang ia sukai. Tanpa sadar Ying Bai melunakkan nada bicaranya, mencoba membujuk Ling Yao baik-baik.
"Yao Yao, jangan seperti ini. Ikutlah denganku ke selatan"
Selatan merupakan wilayah kekuatan Ying Bai berada. Ying Bai berada di villa ini karena Ling Yao tidak mau pindah.
Wanita itu diliputi cinta dan benci terhadap Guo Chen dan Ling Chu, menyebabkan Ling Yao terperangkap dalam pemikiran kecilnya.
Dia ingin Ling Yao memulai hidup baru. Meninggalkan beban yang terkumpul dalam hati gelapnya.
Tapi apa yang baru saja dia lihat? Ling Yao yang baru-baru ini patuh, bertindak gegabah. Menculik Ling Chu kemari tanpa sepengetahuannya.
"..tidak, aku tidak bisa pergi!" Ling Yao mengacak-acak rambut sambil menggelengkan kepala.
Kepalanya tertunduk menatap kosong ke bawah sambil bergumam, "Selama mereka bersama, hatiku tidak akan tenang"
Mata Ying Bai penuh kekecewaan. Sejenak dia terdiam, tangannya mencubit dagu Ling Yao, memaksa wanita itu membalas tatapannya.
Dengan mantap, Ying Bai bertanya "..Jika Ling Chu lenyap, apa kamu akan bahagia?"
Mata Ling Yao yang awalnya kosong, sedikit bersinar. Ia tersenyum lembut, tangan yang agak kurus meraih leher Ying Bai dengan mesra memeluknya erat.
Mata emas pria itu memantulkan pesona rubah kecil yang pernah hilang.
Ling Yao bersandar lemah pada dada bidang Ying Bai. Mengusap pipinya sambil berkata dengan suara lembut memanjakan, "Ya.. Aku senang"